Kamis, 17 September 2009

Produsen Boneka di Bandung, Jawa Barat, pun Terdampak Lumpur Lapindo

Permintaan dari Jawa Timur Merosot Drastis

Sudah setahun lamanya semburan Lumpur Lapindo Brantas di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tak juga bisa dihentikan. Musibah itu ternyata tidak hanya mengganggu perekonomian di Jawa Timur. Industri rumahan penghasil boneka di Kecamatan Sukajadi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pun terkena imbasnya. Permintaan dari Jawa Timur, khususnya Surabaya, merosot drastis sejak terjadi semburan Lumpur Lapindo. Peduli, sempat berbincang-bincang dengan salah seorang perajin di desa yang sebagian besar warganya menekuni usaha pembuatan boneka itu.


Maman Hidayat [46] bersama istrinya, Siti Rosyiana [41], mengikuti jejak para tetangganya di Kampung Babakan Caringan RT 4/4 Desa Sukagalih, Kecamatan Sukajadi, Kabupaten Bandung, memroduksi boneka. Aneka jenis boneka, ada monyet, gadis kecil, ulat, dan sebagainya. Karena banyak perajin boneka di Desa Sukagalih, terkenallah desa itu sebagai desa penghasil boneka. Di gerbang masuk desa pun dibangun patung beton berupa boneka. Maman Hidayat yang semula pekerja proyek bangunan pun banting haluan ke boneka.

Pasangan keluarga dengan 5 orang anak ini memulai usaha pembuatan boneka 1994, setelah bertahun-tahun Maman bekerja sebagai pekerja proyek bangunan. ’’Ya, karena sudah ada yang memulai [memroduksi boneka, Red] maka kami tinggal mengikuti saja,’’ aku Maman.

Modal usaha pertamanya, kata Maman, cukup Rp 1 juta. Sekarang, omset usahanya sudah menyapai Rp 25 juta/bulan. ’’Tetapi, belakangan ini menjadi sepi. Terutama sejak permintaan dari Jawa Timur merosot, karena lumpur Lapindo ya, kadang omset kami tidak menyapai angka Rp 20 juta dalam sebulan.

Akibat sepinya pasar, Maman yang menjadi salah seorang usahawan binaan PT Telkom ini mengaku bahwa kini tidak bisa lagi nyetok. ’’Kami tidak bisa buat stok. Ya, hanya memnuhi pesanan saja,’’ katanya.

Bantuan Kredit

Maman memiliki 5 orang karyawan tetap yang diupah sesuai dengan kapasitas pekerjaan yang bisa diselesaikan [sistem borongan]. Lima orang itu biasanya bekerja secara estafet, karena tidak efektif jika seseorang mengerjakan dari awal hingga selesai. ’’Jadi, ada bagian memotong gambar, lalu ada yang menjahit, setelah modelnya dijahit lalu diisi, dan terakhir finishing-nya, termasuk pengepakan. Itu ada bagiannya sendiri-sendiri,’’ tutur Maman.

Dengan 5 orang karyawan itu, Maman mengaku bisa memroduksi sekitar 300 buah boneka dalam sehari. Maman juga menambahkan informasi bahwa membuat boneka kecil, karena lebih rumit, lebih memakan waktu ketimbang membuat boneka besar. Tentu, kalau besarnya nggak sampai segede gajah!

Boneka itu dibuat dari bahan kaos, sedangkan untuk isinya ada dua jenis, yang biasa pakai dacron, sedangkan yang lebih halus dan tentu harganya lebih mahal, memakai wolly. Untuk kulakan bahan-bahan, selain di Bandung, kadang Maman juga harus memburunya sapai ke Cikampek.

Untuk pengembangan usahanya, Maman mengaku, sebagai binaan, ia mendapatkan suntikan dana kredit dari PT Telkom. Selain itu juga dapat fasilitas untuk mengikuti pameran. Menurut maman, malah ada yang difasilitasi untuk berpameran di luar negri. Hanya saja, Maman belum kebagian yang pameran di luar negri itu.

Transaksi Via Telepon

Maman mengakui pameran-pameran itu sangat berpengaruh terhadap peningkatan omset penjualannya. Setelah kenal di pameran, banyak pemesan dari luar kota, dan bahkan juga luar pulau, cukup bertransaksi lewat telepon. ’’Ya, asal sudah kenal, di sana telepon, kita kasih nomor rekening, mereka kirim uang lalu kita setor barangnya. Kalau sudah baik, sudah mejalin hubungan cukup lama, kami bisa mengalah kirim barangnya dulu baru mereka kirim uangnya,’’ tutur Maman.

Tahun-tahun keemasan untuk usaha boneka-nya, kata Maman yang dibenarkan istrinya, yaitu pada tahun 1998. Omset penjualannya ketika itu bisa menyapai Rp 30 juta/bulan. Tetapi, lanjut Maman, sejak 7 bulan terakhir, penjualannya terus merosot. ’’Dulu Surabaya, termasuk Pasar Turi, itu mintanya banyak ke kita. Juga daerah lain di Jawa Timur seperti Kediri, malang, dan lainnya. Tapi sekarang, gara-gara lumpur Lapindo itu, ya, penjualan kami ke Jawa Timur benar-benar hancur,’’ terang Maman. [TET]

0 komentar: