This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 26 Mei 2012

Manis Legitnya Bisnis Kue (2)

Di Atas Pukul Lima Sore Diskon 10%

Bicara tentang kebutuhan mengenyangkan perut, Kota Surabaya boleh dibilang sebagai satu tempat yang cukup menyenangkan. Di setiap sudut kota ini terhampar tempat-tempat yang menyuguhkan hidangan ‘penggoyang lidah’. Tak hanya hidangan kelas berat, sajian ringan juga lengkap tersaji. Salah satu tempat tersebut tercatat nama Pindy Cake. Berdiri sejak tahun 2004 silam di pusat perbelanjaan Giant Hypermart, Pindy Cake menyediakan aneka jajanan istimewa mulai dari cake hingga jajanan tradisional. Beberapa sajian yang ditawarkan antara lain resoles mayones, resoles makaroni, chicken roll, black forest, hingga lemper. “Yang paling banyak dicari resoles mayonaise,” ujar Pindy, pemilik Pindy Cake. Resoles mayonaise ini berisi sosis ayam dan telur yang dipadu dengan mayones. Jangan salah karena jenis jajanan ini merupakan hasil olahan sang pemilik dan tidak akan ditemui di toko kue lainnya. ’’Saya yang buat resepnya, tidak hanya resoles mayones tapi semua kue adalah buatan sendiri,’’ imbuh gadis berusia 19 tahun ini. Soal harga juga relatif murah, dengan uang sebesar Rp 2.250 Anda sudah bisa menikmati jajanan ini. Meski terbilang belia, Pindy berani membuka usaha ini berkat ketrampilannya memasak terutama aneka kue. “Sejak SMP saya hobi bikin kue hingga sering terima pesanan. Ternyata lulus SMU saya pingin banget punya toko kue kecil-kecilan. Punya cukup modal saya langsung buka usaha ini,” terangnya. Gadis yang sering otak-atik resep ini mengaku tak butuh modal banyak untuk membuka usaha ini. ’’Kalau total modal yang saya keluarkan sekitar Rp 20 juta. Di bulan keenam modal saya sudah balik saking banyaknya pemesan,’’ terangnya. Pindy punya strategi khusus agar kue dagannya cepat laku. Apalagi kue buatannya rata-rata adalah kue basah yang cepat basi bila terlalu lama. Yang pertama adalah pintar-pintar membuat kreasi kue yang nikmat dan mengikuti perkembangan. Misalnya saja saat ini makanan berbahan mayonnaise sedang tren. Maka Pindy membuat kreasi kue resoles yang diisi mayonnaise. ’’Usai membuat inovasi resep langsung saya bagikan ke teman kuliah atau tetangga lalu saya Tanya pendapat mereka. Dari sana saya bisa menciptakan kue yang enak dan sesuai lidah orang Indonesia,’’ terangnya. Strategi lainnya adalah memberlakukan harga paket dan diskon. Di toko miliknya ia memberlakukan harga promo Rp 10 ribu dapat tiga kue. Setelah jam 5 sore, setiap kue di diskon 10%. ’’Toko saya ada diskon sebesar 10 % untuk setiap pembelian kue jenis apapun diatas jam lima sore. Nah pada saat inilah kue saya langsung diserbu pembeli,’’ kata mahasiswi semester II Universitas Dharma Cendika Surabaya. Dengan berbagai pilihan yang ada serta harga terjangkau, kue-kue yang ada di Pindy Cake sering dipesan untuk beragam acara seperti ulang tahun, pernikahan, arisan dan acara-acara kantor seperti coffee break atau rapat-rapat instansi. Untuk kue ulang tahun dan pernikahan, Pindy menyiapkan berbagai desain unik dan sesuai dengan permintaan konsumen. ’’Kalau soal desain saya selalu berusaha mengikuti perkembangan saat ini. mulai dari kreativitas bahan, aksesori, sampai penyajiannya,’’ pungkas Pindy. [dewi] Lie Tek Ting, Pemilik Usaha Kue Bakpao Ming ’’Inovasi paling Penting!’’ Salah satu makanan khas Tiongkok yang terkenal lezat adalah bakpao. Di tangan Lie Tek Ting, bakpao buatannya menjadi santapan lezat turun temurun sejak tahun 1973. Lie memang mengawali bisnis ini secara turun temurun dari kakeknya. Namun agar bisnis ini tetap bertahan tidaklah gampang. Butuh pemikiran matang dan inovasi produk agar makanan ini tetap digemari ditengah banjirnya produk makanan barat. ’’Kalau dulu bakpao hanya isi kacang hijau dan daging saja. Sekarang saya buat lebih beragam mengikuti selera konsumen terutama anak-anak muda,’’ ungkap pria yang telah 35 tahun berbisnis bakpao melanjutkan bisnis kakeknya ini. Saat ini bakpao milik Lie yang diberi nama Bakpao Ming punya beragam rasa. Diantaranya rasa telur spesial, jasio, ho yek pau (go ruk), ikan tuna, ayam, kacang hitam, kacang ijo, daging dan pandan. ’’Saat ini yang lagi diminati adalah bakpao model gapit yang tengahnya berisi daging ayam atau daging sapi. Kadar kalorinya tinggi sangat cocok untuk eksekutif muda yang butuh mobilitas tinggi tapi nggak sempat sarapan,’’ kata Lie Penjualan bakpao akan meningkat drastis biasanya bila bertepatan dengan perayaan masyarakat Tionghoa seperti Imlek, Cap Gomeh hingga Natal. Sayangnya selain momen tersebut belakangan ini bisnis bakpao mengalami penurunan akibat animo konsumen yang beralih pada kue ala barat seperti burger dan stik. ’’Namun saya tetap optimistis bisnis bakpao tetap stabil sebab keunggulan bakpao ini dengan resep tradisional, rasa khas tanpa bahan pengawet maupun pemutih sehingga saat dinikmati tak lengket dan masih kenyal meskipun disimpan hingga besok pagi,’’ jelas pria yang kini memiliki Kedai Bakpao Ming di kawasan Pasar Atum Surabaya dan 4 tempat lainnya di Jatim Dibalik kelezatan bakpao Ming tersimpan kenangan dalam eksistensi bisnis. ”Awalnya kakek saya dulu hanya bikin bakpao 50 biji dengan sekilo tepung. Lalu dijual keliling kampung pakai keranjang seng. Kemudian saya buat sistem penjualan paket 1 dus ada yang isi 6 bakpao ada yang isi 12 bakpao. Dengan ketekunan dan ketelatenan bisnis saya berkembang pesat hingga sekarang,” kenangnya. Tak hanya berjualan bakpao, Lie juga menjual beragam kue khas Tionghoa lainnya. Seperti misalnya kue ku, kue lobak, kue kukus, kue wajik, kue mangkok dan kue cang. Namun order bakpao tetap lebih unggul dibandingkan varian kue. Diakui, dalam pemasaran, mengalami pasang surut, apalagi sekarang bahan baku tepung dan minyak mengalami kenaikan sedangkan penjualan masih tetap sedangkan bila harganya dinaikkan bakpaonya tak laku. Lie menambahkan, kiat agar eksis dalam berbisnis makanan terutama kue harus pantang menyerah dan berani berinovasi. ’’Jangan pantang menyerah,’’ sarannya. [DEWI]

Manis Legit Bisnis Kue

Urusan perut tak pernah bisa ditawar. Bila lapar, meski tak punya uang sekalipun harus tetap diisi makanan. Tak ayal bisnis makanan adalah bisnis yang paling eksis meski krisis ekonomi melanda. Salah satu yang terus diminati adalah bisnis kue. Di Indonesia, baik kue tardisional maupun ke impor akan tetap diminati. Buktinya, kini banyak bermuculan toko kue-kue impor di mal-mal. Ada BreadTalk, Donat JCo, Ringmaster dan beragam merek impor lainnya. Namun kue local tak pernah sepi peminat. Setiap resepsi dapat dipastikan kita akan menemukan baragam kue tradisional yang tersaji. Mulai lemper, wajik, resoles, lumpia dan masih banyak lagi. Inilah yang membuktikan bahwa bisnis kue tetap akan menarik sampai kapanpun. Lie Tek Ting, pemilik usaha kue Bakpao Ming mengungkapkan, bisnis kue akan tetap diminati meski banyak kue impor yang berdatangan. ”Bakpao memang berasal dari Tiongkok. Namun saya membuatnya 100% dengan citarasa dan bahan lokal. Jadi bisa dikatakan bakpao juga kue tradisional kita,” ungkap Lie. Lie tak menampik persaingan bisnis kue makin bersaing. Namun Lie tak pantang menyerah. Dengan inovasi produk Bakpao Ming yang berdiri mulai tahun 1973 bisa eksis hingga kini. ”Kalau dulu bakpao hanya isi kacang hijau dan daging saja. Sekarang saya buat lebih beragam mengikuti selera konsumen terutama anak-anak muda,” ungkap pria yang telah 35 tahun berbisnis bakpao melanjutkan bisnis kakeknya ini. Saat ini bakpao milik Lie yang diberi nama Bakpao Ming punya beragam rasa. Diantaranya rasa telur spesial, jasio, ho yek pau (go ruk), ikan tuna, ayam, kacang hitam, kacang ijo, daging dan pandan. Lain halnya dengan Pindy Sheila, pemilik Toko Kue Pindy Cake. Selain inovasi produk, Pindy juga menerapkan strategi penjualan yang jitu sehingga kue buatannya laris manis. Pindy punya strategi khusus agar kue dagannya cepat laku. Apalagi kue buatannya rata-rata adalah kue basah yang cepat basi bila terlalu lama. Yang pertama adalah pintar-pintar membuat kreasi kue yang nikmat dan mengikuti perkembangan. Misalnya saja saat ini makanan berbahan mayonnaise sedang tren. Maka Pindy membuat kreasi kue resoles yang diisi mayonnaise. “Usai membuat inovasi resep langsung saya bagikan ke teman kuliah atau tetangga lalu saya Tanya pendapat mereka. Dari sana saya bisa menciptakan kue yang enak dan sesuai lidah orang Indonesia,” terangnya. Strategi lainnya adalah memberlakukan harga paket dan diskon. Di toko miliknya ia memberlakukan harga promo Rp 10 ribu dapat tiga kue. Setelah jam 5 sore, setiap kue di diskon 10%. Tak hanya itu, bagi pemesan diatas 1.000 kue, Pindy memebrikan bonus kue 20 buah. ’’Kita harus menjaga ikatan batin dengan konsumen lewat beragam penawaran manerik sehingga mereka tetap loyal,’’ ungkapnya. Meski hanya berjualan kue, ternyata strategi pemasaran yang tepat memang harus diterapkan. Siapa tahu bisnis kue ini dapat berkembang menjadi bisnis raksasa. Toh, Anda juga yang menuai hasilnya. So, jangan remehkan bisnis kecil! [DEWI] Tips berbisnis kue: 1. Inovasi produk, sesuaikan dengan tren yang sedang berkembang 2. Jangan ragu-ragu untuk memanjakan konsumen dengan diskon dan harga promo 3. Menjaga loyalitas pelanggan dengan memberikan “lebih” 4. Jangan mematok harga terlalu mahal 5. Pilihlah bahan pembuat kue yang terbaik dengan citarasa yang terus terjaga 6. Jangan bosan-bosan untuk mencoba beragam resep

Puji Hariati: Tidak Ikhlas kalau Membatik untuk Sambilan

Membatik. Pekerjaan ini sudah mendarah daging pada diri Puji Hariati. Ia memang keturunan keluarga pembatik. Neneknya, ibunya, lalu dirinya, semuanya membatik. Bahkan, karena memang sudah keturunan pembatik dan sejak kecil sehari-hari melihat orang membatik, Puji mengaku tidak perlu belajar secara khusus untuk bisa membatik. Bagi Puji, membatik tidak saja sebagai pekerjaan, tetapi juga ekspresi rasa seni. Terlebih, untuk bisa membatik dengan hasil yang baik, selain diperlukan ketekunan dan ketelatetan, juga memang diperlukan perasaan halus. Dan perasaan halus itu dapat muncul dari perasaan seni. Karena itu, dari membatik, selain mendapatkan keuntungan secara finansial, dirinya juga mendapatkan keuntungan secara spiritual berupa kepuasan batin. Jiwa seni yang ada padanya pula, untuk melakukan pembaharuan motif batikan, atau mencipta motif baru, dirinya tidak mengalami kesulitan. Dia mengaku ide motif terkadang muncul seketika. Terkadang, hanya karena melihat kupu-kupu terbang saat dirinya membatik, Puji sudah bisa mendapat inspirasi untuk motif baru. Di mana nilai seni sebuah kain batik? Menjawab pertanyaan Peduliini, Puji yang tengah mendemontrasikan membatikmengatakan, ''Seninya terletak pada batikan yang bengkok-bengkok, yang tidak nurutgaris polanya. Lihat ini, garis-garis batikan yang saya buat ini kantidak lurus benermengikuti garis polanya. Kalau dilihat bener-bener, garis-garis batikan ini sebenarnya pating pletot. Tapi justri inilah nilai seninya sebuah kain batik tulis,'' terang Puji, yang lantas menyambung, ''Tapi, ya jangan lantas sengaja dipletot-pletotkan. Lha, kalau itu sihbukan mbatik, tapi ngrusakbahan (tertawa).'' Terkait dengan pekerjaan membatik itu, Puji mengatakan bahwa dirinya sangat ingin para karyawannya memperlakukan membatik itu sebagai sumber penghasilan, bukan sambilan. Selama ini, oleh sebagian karyawannya membatik masih dipandang sebagai pekerjaan sambilan. ''Saya kurang ikhlas kalau mbatikuntuk sambilan. Tapi untuk mengubah pola pikir karyawan, susah. Diajak maju, susah,'' keluh Puji. Puji pun mengungkapkan salah satu kendala yang datang dari karyawan. Kata dia, banyak karyawannya yang rajin membatik hanya kalau sedang membutuhkan uang. ''Jeleknya orang-orang sini, kalau butuh uang, mbatiknya nyerang(rajin, Red). Tapi kalau habis panen padi, mbatiknya teledor,'' kata Puji. [KUS/PUR] Kiat Sukses: Selalu Memperbaharui Motif dan Rajin Pameran Saat ini, diakui pasangan Puji Hariati dan Hemi Suyatmono, pasar batik cenderung menurun. Kalau dilihat dari sejarahnya, yang memulai usaha hanya dengan modal dua lembar kain mori, suami-istri tersebut memang tergolong sukses karena Batik Tulis Puri bisa berkembang jadi besar dan pemasaran produknya mencapai wilayah yang luas. Bahkan, karena itu, tak salah jika mereka berpendapat bahwa perkembangan usahanya itu sangat mencolok. Perkembangan mencolok itu terjadi sejak tahun 1990-an. Namun, sebagai pebisnis yang paham situasi perbatikan, mereka mengakui bahwa kondisi perbatikan semakin lama tidak seperti tahun 1990-an. Pasar batik menurun, kata Hemi, karena imagebatik di masyarakat menurun. ''Itu yang pertama. Yang kedua, karena kita itu jauh dari kota. Itu juga menjadi kendala. Yang ketiga, kita juga jauh dari sarana-sarana komunikasi seperti internet. Internet akan sangat membantu kita,'' kata Hemi. Kondisi itu memang menggelisahkan mereka. Namun, keduanya menyikapinya secara positif. Mereka terus berusaha agar usaha batiknya tetap berjalan dengan baik dan, bahkan, diusahakan terus meningkat. Untuk itu, terus dilakukan pembaharuan motif dan juga rajin mengikuti pameran. Pembaharuan motif, menurut Puji, sangat penting dilakukan supaya produk-produk bisa terus diminati pasar. Untuk pembaharuan motif itu, dilakukan beberapa hal, yakni memadukan moif-motif yang sudah ada, melakukan modifikasi, mengamati alam: padi, kupu-kupu, bunga, dan lain-lain), dan meniru. ''Biasanya kita kanlihat majalah, TV, dan lain-lain. Dari sana kita tahu, misalnya, dari yang dipakai orang-orang. Kita tahu dari sana, o, orang Surabaya itu sekarang ngetrendnya motif ini. Ya, kita modifikasi. Ada juga yang langsung kita buat motif yang sama dengan yang lagi trend itu,'' ungkap Puji. Tidak buat yang khas Pacitan? ''Sebetulnya Pacitan sendiri belum ada khasnya ya. Kalau dibilang khas itu kandi daerah lain ndakada ya. Ternyata batik-batik kita itu di daerah lain juga ada. Mungkin khasnya di pewarnaan. Kalau Pacitan itu, cenderung warna gelap. Mungkin karena dekat dengan pesisir atau dekat dengan Jogja. Ada juga yang bilang orang Pacitan itu tegas-tegas. Jadi, warna pun ikutan tegas. Kalau motif, motif khas itu belum ada,'' terang Puji. Pameran menurut Puji, pameran merupakan salah satu wahana pemasaran yang sangat penting. Oleh karena itu, selain memanfaatkan wahana dan strategi lain, Pujia rajin mengikuti pameran. Bahkan, tak hanya di Pulau Jawa. Ada pameran di Sumatera dan Kalimantan pun, ia ikut. Sebab, pengalaman membuktikan pameran memang efektif untuk pemasaran. ''Pengaruhnya sangat besar. Kalau pameran, setidaknya ada satu atau dua pelanggan baru,'' kata Puji. Namun, Puji cenderung kecewa dengan pelaksanaan pameran akhir-akhir ini. Menurut dia, beberapa kali pameran yang terakhir, produk yang membawa ke tempat pameran adalah para pegawai pemda, bukan perajinnya. Perajinnya malah tidak diikutkan. ''Namanya yang pameran bukan yang punya, pasti nggak ngototmenawarkan kepada pengunjung supaya laku. Malah bisa jadi cuma ditunggui saja. Lakunya jadi kurang maksimal. Lagipula, dengan tidak diikutkannya perajin saat pameran, ada kesulitan jika ada pertanyaan-pertanyaan,'' kata Puji. Jadi, efektivitas pameran sebagai salah satu wahana pemasaran dan mendapatkan pelanggan baru, sekarang pun telah menurun seperti menurunkan imagebatik di mata masyarakat. [KUS/PUR]

Usaha Kerajian Batik Tulis ''Puri'' di Pacitan

Modal Hanya 2 Lembar Mori, Kini Karyawan 40 Orang Puji Hariati dan Hemi Suyatmono, bukan saja pasangan suami-istri yang serasi. Melainkan, warga Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, itu juga merupakan sepasang tim kerja yang kompak. Keduanya berhasil mengembangkan usaha kerajinan batik tulis yang diberi nama Kerajian Batik Tulis ''Puri''. Di Usaha Kerajinan Batik Tulis ''Puri'' tersebut, Puji Hariati menangani bagian produksi, sedangkan Hemi Suyatmono menangani bagian pemasaran. Dalam praktik memang tidak split ofbenar karena Hemi juga membantu pada urusan produksi dan Puji juga membantu pada urusan pemasaran produk. Namun, pembagian tugasnya jelas: Puji bertanggungjawab pada bagian produksi dan Hemi bertanggungjawab pada bagian pemasaran. Hasil dari kerjasama yang baik itu, Usaha Kerajinan Batik Tulis ''Puri'' berkembang pesat. Setiap hari bisa berproduksi, pemasarannya pun relatif lancar. Bahkan, usaha rumahan tersebut kini telah mampu mempekerjakan sebanyak 40 orang karyawan. Pemasarannya pun tak hanya dilakukan di butiknya di rumah, tetapi dilakukan juga melalui jaringan. Berkat kerjasama dengan para relasi di berbagai daerah, pemasaran produk pun tak hanya seputar Pulau Jawa, tetapi sudah melebar ke luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sumatera. Padahal, di awal usahanya dulu, oleh ibu kandung Puji Hariati, keduanya hanya diberi modal berupa dua lembar kain mori sebagai bahan untuk mulai mbatik. ''Usaha ini usaha keturunan. Mbah buyutmemang suka mbatikdan itu ditiru oleh ibu saya. Ibu saya meneruskan usaha mbah buyutitu sejak kelas 6 SD. Waktu itu karena ibu saya ditinggal mati kedua orangtuanya. Usaha ini sudah berjalan sejak 60 tahun yang lalu. Dari mbah buyutturun ke ibu. Terus saya kansetiap harinya tahu orang mbatik. Jadi, tanpa belajar secara khusus pun, ya saya sudah bisa. Waktu saya memulai usaha, saya hanya diberi modal kain mori dua lembar oleh ibu,'' terang Puji. Dari dua lembar kain mori itu kini telah berkembang menjadi berlembar-lembar. Hasilnya tidak hanya dapat untuk menghidupi keluarga sendiri, tetapi juga mampu memberikan penghasilan kepada sekitar 40 orang yang menjadi karyawannya. Puji mengatakan, karyawan sekitar 40 orang itu terbagi dua: karyawan tetap dan karyawan borongan. Karyawan tetapnya berjumlah 10 orang, sisanya karyawan borongan. Karyawan tetap bekerja di rumah produksi milik Puji dan Hemi. Pekerjaan mereka adalah memroses kain yang sudah dibatik, memberi warna kain batik. Karyawan borongan, yang berjumlah lebih dari 30 orang, pekerjaannya adalah mbatik. Mereka bekerja di rumah masing-masing. Kain mereka bawa pulang untuk dibatik. Kalau batiknya selesai, dibawa ke rumah produksi lagi untuk diberi warna. ''Karyawan tetap digaji harian. Kerjanya pukul 08.00-4.30. Gajinya Rp 25.000/orang/hari. Kalau yang mbatik(karyawan borongan, Red), ya kita lihat batikannya. Gajinya Rp 20.000-Rp 25.000/potong. Bahkan, ada yang Rp 15.000/potong kalau batikannya belum bagus. Mereka mbatikdi rumah masing-masing karena ibu-ibu itu kerjanya (mbatik, Red) sehabis ngurusi rumahtangga. Siangnya baru mbatik,'' ungkap Puji. Produk Produk yang dihasilkan dan dipasarkan oleh Puji Hariati dan Hemi Suyatmono bukan baju batik, melainkan kain batik. Satu produk berupa satu potong kain yang telah dibatik dengan ukuran 2 meter. Produk-produk kain batiknya ada yang berbahan kain mori primis, kain mori prima, ada pula yang berbahan kain sutera. ''Kain didatangkan dari Solo karena di Jatim tidak ada. Kain kalau beli, gulungan besar. Kain sutera belinya Rp 1,5 juta/gulung Segulung kain sutera itu nanti jadinya kain batik sekitar 15 potong,'' ungkap Puji. Tiap hari, kata Puji, berproduksi, tetapi jumlah produknya sulit dikatakan jumlahnya berapa tiap harinya. Sebab, jumlah produk bergantung pada pesanan dan juga motif yang diminta oleh pemesan. Pemesannya ini, selain calon pemakai langsung, juga banyak dari kalangan pedagang yang memesan untuk dijual kembali. ''Kalau motifnya mudah, satu orang pembatik bisa menyelesaikan satu potong batikan hanya dalam satu hari. Tapi kalau motifnya itu motif sulit, biasanya nggakcukup nyanting (mbatik, Red) satu hari. Bisa satu minggu baru selesai,'' kata Puji. Puji mengemukakan, ongkos produksi untuk sepotong kain batik bervariasi Rp 20.000 hingga Rp 40.000/potong. Nanti, harga jual yang ia tetapkan juga bervariasi, yakni Rp 60.000 hingga Rp 250.000/potong. ''Harga tergantung bahan, tingkat kesulitan pengerjaan, dan lama pengerjaan. Harga Rp 60.000/potong itu harga terendah, yakni dari bahan mori prima,'' terang Puji. Paling ramai pembeli? Hemi Suyatmono mengatakan, pembeli paling ramai saat mau Hariraya Idul Fitri, mau Hariraya Idul Adha, dan saat pegawai akan mengadakan suatu acara. [KUS/PUR] Proses Membatik 1. Beli kain (gulungan). 2. Kain gulungan dipotong-potong. Setiap potong berukuran 2 meter. 3. Kain yang sudah dipotong berukuran 2 meter itu, kemudian dipola. 4. Siapkan malam dan cantingnya. Malam dilarutkan dengan cara dipanasi dengan api kompor kecil berbahan bakar spritus. 5. Kain yang sudah dipola, lantas dibatik. Dengan canting, malam yang sudah cair dituliskan pada kain, Menuliskannya mengikuti pola yang sudah ada pada kain. 6. Meramu obat untuk warna. 7. Menempatkan obat ramuan untuk pewarna pada bak-bak. 8. Kain yang sudah dibatik, kemudian diberi warna sesuai dengan keinginan menggunakan obat ramuan di bak-bak tersebut. Ketika diobati, bagian kain yang kena malam akan berwarna putih. [KUS/PUR]

Jumat, 25 Mei 2012

Oky Mia Octaviany Terus Berkreasi dalam Peniti

Ketika Kegagalan Menjadi Pelajaran Tak mudah patah semangat dan terus berusaha mengembangkan usaha baru agaknya menjadi resep jitu yang dipaparkan Oky jika seseorang itu ingin maju dalam berwirausaha. Ibu dua anak ini tak takut kebangkrurtannya dalam mendirikan usaha di bidang makanan yang sudah digelutinya selama 3 tahun dulu itu akan kembali menimpanya lagi. Ia justru berpendapat kegagalannya dulu adalah cambuk yang melecut dirinya untuk terus berusaha sesuai bidang yang sukainya. ’’Ternyata basic untuk beriwirausaha itu awalnya adalah rasa suka. Saya dulu gagal usaha di bidang makanan karena pada dasarnya saya sendiri nggak suka masak. Jadinya waktu usaha itu sedang berjalan saya lebih suka menyerahkan urusan itu pada anak buah saya. Pokoknya maunya beresnya aja,’’ papar Oky. Alhasil sekalipun sudah mencoba berinovasi menu makanan segala macam tak urung usahanya ini akhirnya bangkrut juga. Bisa dimaklumi karena keterlibatannya pada jenis usaha ini akhirnya jadi tidak terlalu maksimal. Semua ia serahkan pada anak buahnya sehingga pengontrolan yang datang darinya selaku pemilik usaha jadi lemah. Tak bisa dihindari akhirnya usaha ini pun gulung tikar. ’’Waktu saya mendirikan usaha ini saya patungan sama teman saya. Ketika usaha kami bangkrut dia kapok untuk usaha lagi. Maklum, kami sama-sama ditegur suami kami masing-masing. Karena untuk usaha itu kami menggunakan uang dapur makanya saat usahanya bangkrut suami jadi ikut menegur,’’ kenang Oky seraya tersenyum mengingat kegagalannya waktu itu. Bahkan, teman Oky itu sampai kapok untuk berwirausaha lagi karena kegagalan tersebut. Untungnya tidak demikian dengan Oky. Ibu dari Chavy Hanantoseno dan Rhavly Destareza ini akhirnya kembali mencoba berwirausaha lagi. Tapi, kali ini ia mencoba jenis usaha yang ia sukai agar lebih mudah untuk terlibat lebih jauh dalam jenis usahanya itu. Berbekal pendidikan terakhirnya di IKIP Tata Busana Surabaya, akhirnya mantan karyawan sebuah bank ini mencoba berkreasi di bidang asesories. Dan untuk usaha yang baru ini Oky mencoba untuk semaksimal mungkin tidak menggunakan uang dapur agar tidak mendapat teguran dari suaminya lagi apabila usahanya ini gagal lagi. Kali ini ia menggunakan uang tabungannya sebagai modal awal sebesar 500 ribu. Dengan uang itu akhirnya ia belanja batu-batuan untuk membuat bros, kalung, gelang, cincin dan anting-anting. Setelah melalui serangkaian uji coba membuat bros dan sejumlah asesoris lainnya yang unik dan cantik akhirnya usahanya itu mulai menampakkan hasil. Oky awalnya menggunakan barang-barang kreasinya itu di sejumlah acara yang dihadirinya, dari acara-acara tersebut itulah rekan-rekannya yang melihat asesories yang dikenakan Oky tersebut jadi berminat untuk membelinya. ’’Dengan berjualan memakai cara ini saya jadi dapat uang 900 ribu dari modal awal 500 ribu tadi. Uang itu akhirnya saya belikan bahan batu-batuan lagi. Saya buat asesories lagi,’’ jelas Oky. Tapi kali ini cara berjualannya sedikit menggunakan strategi. Ia tak sekedar jualan dari mulut ke mulut saja, tapi ia mulai berani mengikuti arena bazar sekalipun bazar yang dia ikuti baru sekitar bazar di sekolahan anaknya. Kebetulan di sekolahan anaknya itu senantiasa diadakan bazar setiap akhir pekannya. Ajang ini terang saja tak disia-siakan Oky untuk berdagang. ’’Untungnya lumayan. Sambil nungguin anak saya pulang sekolah saya ikutan menggelar dagangan. Setiap kali jualan bisa dapat uang sekitar 1 jutaan,’’ katanya dengan sumringah. Melihat begitu besarnya potensi di bidang usaha ini akhirnya Oky serius menggeluti usahanya ini. Ia pun mulai memberi nama prduknya itu dengan nama Peniti. Ia pun mulai membukukan hasil kreasinya itu. Kini dua buah buku berjudul Cantik Dengan Rangkaian Manik dan Batu serta Cantik dan Gaya Dengan Bros sudah dirampungkannya dan bisa dibeli khalayak apabila tertarik untuk menguak lebih jauh seputar usaha di bidang asesories ini. Kesuksesan Oky dalam bidang asesories ini sebenarnya sudah pernah di profil oleh Peduli pada edisi 6 sekitar tahun 2006 silam. Wajah istri dari Banyon Anantoseno ini mentereng menjadi cover Peduli kala itu. Keberlangsungan Kini Oky mulai mengembangkan jenis usahanya lagi. Dengan domisili tinggalnya yang ada di Surabaya mau tak mau Oky hars mencari lahan bisnis baru untuk dikembangkan namun harus disesuaikan dengan gaya hidup masyarakat Surabaya. ’’Bisnis asesories itu sifatnya musiman. Ada kalanya menjadi jenis usaha primadona namun ada kalanya sebaliknya. Itu sebabnya kita harus terus berusaha mencari celah bisnis baru agar usaha ini jangan sampai mati suri, kita kan harus terus menggaji karyawan. Makanya kelangsungannya juga harus diperhitungkan,’’ terang Oky. Bukan tanpa alasan kalau Oky sampai bisa berkata sedemikian itu. Maklum saja di Indonesia saat ini itu yang selalu tak bisa dihindari adalah sikap latah yang menjamur. Jika ada orang sukses dengan satu bidang usaha maka yang lain juga segera mengikutinya, itu sebabnya tak mengherankan kalau hampir di setiap tempat ditemui jenis usaha yang sama hanya nama mereknya saja yang berbeda. Kenyataan ini mau tak mau membuat persaingan pada satu jenis usaha akan jadi makin ketat bahkan yang tidak menguasai strategi bisnis yang bagus akan sgera guling tikar karena saking ketatnya persaingan di bidang ini. ’’Selain itu masyarakat Surabaya itu tidak sekonsumtif masyarakat Jakarta. Orang-orang di Jakarta lebih suka membelanjakan uangnya. Jadi, sekalipun ia sudah punya asesoris di rumah ia juga tak pernah bosan untuk beli asesoris lagi. Sekalipun warnanya itu sama seperti yang ada di rumah. Nah, masyarakat Surabaya nggak. Mereka lebih suka mengencangkan ikat pinggangnya. Kalau di rumah sudah ada asesoris berwarna dasar ataupun netral seperti hitam, putih, krem gitu mereka sudah tak mau beli asesoris baru lagi,’’ katanya memberi penjelasan. Kenyatan itulah yang membuatnya memutar otak lagi. Ia ingin bisnisnya terus berkembang tak sekedar di asesoris semata. Oleh karena ia punya latar belakang pendidikan di bidang tata busana plus kenyataan kalau dirinya seorang wanita yang berjilbab maka ide kreatifnya itu juga tak jauh-jauh dari dirinya itu. ’’Wanita berjilbab itu sekarang jumlahnya makin banyak. Dan mereka itu tetap aktif di banyak kegiatan sekalipun dirinya berjilbab. Dari situ saya jadi berpikir wanita berjilbab itu tentunya ingin punya pakaian yang menunjang aktivitasnya yang lumayan banyak itu. Wanita berjilbab kan juga rajin olah raga. Kadang mereka juga suka jalan-jalan sore pula. Nah, inilah lahan bisnis baru yang bisa digarap lagi,’’ paparnya. Karena baju busana muslim dari bahan kain sudah menjamur di sana sini akhirnya terpikirlah oleh Oky untuk membuat busana muslim dari bahan kaos agar lebih nyaman bila dipakai pada aktifitas yang lumayan padat. Kaos lebih mudah menyerap keringat dan membuat pemakainya tak kegerahan saat memakainya. ’’Saya lihat banyak wanita berjilbab yang kesulitan mencari baju dari bahan kaos untuk mereka kenakan. Sampai mereka menyiasatinya dengan membeli baju kaos pria yang sizenya gede dan berlengan panjang agar sesuai untuk kebutuhan mereka yang berjilbab itu. Dari situlah saya jadi kepikiran untuk membuat baju untuk mereka ini,’’ lanjutnya. Masyarakat Binaan Sekali lagi tak sia-sia usaha Oky ini. Desain baju muslim berbahan kaos desainnya itu banyak digemari orang. Tak urung banyak sejumlah distributor yang bersedia untuk memasarkan karyanya itu. Kepada Peduli Oky mengungkapkan kalau baju muslim kaosnya itu sudah bisa dijumpai dibeberapa wilayah di Indonesia. Hanya saja ia tak mau menyebutkan berapa omzet yang dihasilkannya dari penjualan busana muslim ini karena hal itu berkaitan dengan pajak. ’’Pokoknya dari hasil jualan baju muslim ini saya bisa menggaji karyawan dan usaha saya bisa terus berjalan hingga saat ini. Kalaupun ada keuntungan alhamdulillah itu adalah rezeki dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang mau berusaha,’’ imbuhnya. Dari usaha baju muslim berbahan kaos dengan label by Oky ini akhirnya jadi membuka kesempatan kerja baru lagi. Oky jadi memiliki sejumlah kelompok masyakarat binaan baru untuk urusan jahit-menjahit. Mereka bisa datang ke Oky untuk mengambil bahan yang sudah di desain dan di potong Oky untuk di jahit di rumah mereka sendiri. Dengan begitu Oky tak perlu membuang waktu lebih banyak untuk melatih karyawan baru supaya bisa mejahit. Mereka yang berminat untuk menjahit desain Oky ini cukup di tes oleh Oky saja beberapa kali, selanjutnya bisa diteruskan kerja sama itu apabila hasilnya mermang memuaskan. Di akhir wawancaranya Oky mengingatkan agar setiap orang tidak mudah putus asa apabila usaha yang digelutinya itu sekali waktu terlihat sedikut terlihat rugi. Sebab kerugian ataupun kegagalan itu kadang tidak akan berlangsung lama jika yang punya usaha itu giat untuk berusaha mencari jalan keluar agar kerugiantidak terus-terusan melanda. ’’Saya sering tukar pikiran dengan suami saya. Kadang saya suka sedih juga kalau melihat stok pakaian saya sekali waktu terlihat masih menumpuk di show room saya. Tapi dari situ suami saya jadi ngasih maskkan, mungkin saja stok pakaian itu masih menumpuk karena saya kurang gencar dalam mempromosikannya makanya banyak yang nggak tahu kalau saya sedang punya desain baju baru. Makanya saya dianjurkan untuk pasang iklan ataupun ikut sejumlah bazar lagi. Dan setelah saya ikuti sarannya, alhamdulilah stok pakaian tadi jadi berkurang jumlahnya,’’ ujaranya seraya tersenyum bahagia. [nik]

Mahar Membawa Berkah

Sebelum menggeluti bisnis mahar dan hantaran pernikahan wanita berkacamata ini adalah seorang karyawan desain grafis pada sebuah usaha percetakan. Ia juga tak punya latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jenis usahanya yang diberi nama Rizkia Creation ini. Ia sendiri seorang sarjana ekonomi. Kalaupun akhirnya ia bisa sukses dua tahun terakhir dengan menggeluti usahanya sendiri ini mungkin itu merupkan berkah dari Sang Pencipta untuknya.
Uus, demikian panggilan akrab Uswatun Hasanah, dulunya mempelajari seni kreasi ini justru dari kertas sobekan yang ia lihat tanpa sengaja. ’’Suatu hari saya melihat kertas sobekan yang sedang memuat tentang cara membuat hantaran dengan bentuk angsa. Karena tertarik kertas itu akhirnya tidak jadi saya buang dan terus saya amati cara-caranya. Setelah itu saya coba-coba sendiri di rumah,’’ kisahnya. Penasaran Karena penasaran ingin mencoba hasil uji cobanya yang baru lalu itu, akhirnya saat saudara dan teman-temannya hendak menikah, wanita ini menawarkan jasanya untuk membuatkan hantaran yang akan dibawa ke pernikahan mereka itu untuk ia bentuk. Mungkin karena sedang giat-giatnya dalam berkreasi akhirnya, otak kreatif wanita satu ini tak hanya menelurkan paket hantaran dalam bentuk angsa saja, ia malah bisa membuat panda, lumba-lumba, capung, bunga dan sejumah bentuk lainnya. Jelas saja, saudara dan teman-temannya jadi merasa diuntungkan dengan hal ini. Pasalnya Uus tak meminta bayaran untuk hasil kreasinya itu. Saat itu yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana menuangkan imajinasinya tadi dalam bentuk yang nyata sekaligus latihan ketrampilan saja. Belum terpikir olehnya untuk membisniskan kreasinya yang satu ini. Alhasil, saudara dan teman-teman Uus tadi menyebarkan kebaikan hati Uus ini kemana-mana. Lambat laun yang datang padanya untuk minta tolong dibuatkan hantaran bukan lagi saudara dan teman baiknya saja. Malah yang mendatanginya itu teman kerjanya saudaranya ataupun saudara dari teman baiknya itu. Bangkit Melihat hal ini, mau tak mau naluri bisnis Uus mulai bangkit. Pasalnya pesanan mulai banyak dan ia tak bisa mengerjakan sendiri lagi. Ia harus meminta tolong saudaranya untuk membantunya bila pesanan itu sampai melebihi batas kemampuasnnya plus waktu yang diberikan customer padanya terlalu mendesak. Itu berarti keahliannya yang satu ini mulai tak boleh diremehkan. Mulailah ia membisniskan usahanya itu. ’’Sekitar delapan tahunan saya menjadikan usaha membuat hantaran peningset itu sebagai usaha sambilan saya sebagai desain grafis saat itu,’’ terang wanita berperawakan ceking ini. Namun rezeki wanita yang satu ini makin berkembang pada akhirnya. Sekali lagi faktor kebetulan yang terbilang unik menghampirinya. Gara-gara mengantarkan temannya yang sedang menikah dengan membawa mahar berbentuk kipas akhirnya otak kreatifnya berkerja sedikit lebih ekstra tanpa disadarinya. ’’Saat itu saya lihat maharnya dalam bentuk kipas, pada waktu itu yang seperti itu saja sudah menjadi sesuatu yang wah sekali. Dikagumi banyak orang. Saya jadi berpikir mustinya nggak harus bentuk kipas saja yang layak untuk dikagumi. Karena masih bisa dikembangkan dalam bentuk lainnya lagi,’’ katanya setengah berargumen. Gara-gara Wartawan Dan memang begitulah adanya. Tak sekedar argumen tapi bukti nyata pun lahir dari cara berpikirnya yang tanpa sengaja tadi. Setelah melihat mahar kipas tadi Uus kembali berpikir untuk membuat sesuatu yang berbeda lagi, tapi kali ini obyeknya adalah mahar. Lagi-lagi wanita yang satu ini menawarkan diri pada saudara dan teman baiknya kalau mau menikah hendaknya mahar perkawinannya bisa dibuatkan saja olehnya. Gayung bersambut. Saudara dan temannya kembali memanfaatkan kebaikannya ini. Tak hanya kipas yang tercipta dari tangan Uus. Sejumlah bentuk burung, aneka bunga, masjid, rumah gadang, lafad Allah dan Muhammad, kapal, pesawat, sepeda, tank, helikopter, sejumah logo intnasi seperti kepolisian, kejaksaan, angkatan laut, angkatan udara, angkatan darat, bentuk Kabah lahir dari tangan terampilnya itu. Uus pun mengabadikan karyanya itu dalam foto. Suatu kali seorang wartawan Jawa Pos melihat karya unik Uus ini, sang wartawan langsung meminta waktu padanya untuk wawancara. ’’Setelah wawancara dengan wartawan itu, dan artikelnya di muat di koran, dua minggu kemudian saya langsung berhenti kerja dari perkerjaan saya sebagai desain grafis itu. Soalnya saya langsung kebanjiran order mahar pernikahan. Karena jumlahnya yang sedemikian banyak itu akhirnya saya tak bisa menyepelekan pekerjaan ini,’’ papar Uus. Sebab selain jumlah orderan banyak, bentuk yang dipesan untuk mahar itu juga bervariatif. Customer yang datang minta bentuk yang beraneka ragam yang mau tak mau membuat Uus harus meluangkan banyak waktu untuk menyelesaikan pesanan tersebut. Dan sejak dimuat beritanya oleh wartawan tersebut Uus pun kini sedikit terbantu dalam jumlah pengadaan uang mahar yang dibutuhkannya itu. Kini ia tak perlu susah payah antri di bank untuk mencari uang-uang yang dibutuhkannya itu. ’’Waktu diwawancara itu, wartawan tanya apa kesulitan saya untuk membuat mahar ini. Saya bilang kesulitannya mencari uangnya. Karena untuk membuat mahar ini kita butuh uang pecahan karena disesuaikan dengan tanggal pernikahan customer. Selain itu juga dibutuhkan uang baru yang masih licin, nggak bisa pakai uang lecek. Jadi kita harus ke bank untuk menukarkannya. Sayangnya uang dari bank juga nggak semuanya baru, ada beberapa yang lecek. Kalau untuk mendapatkan yang benar-benar baru kita harus tuker di BI. Dan itu harus antri. Saya pernah antri 5 jam untuk itu. Makanya saya sampai repot nyari alasan buat izin ke bos saya waktu itu,’’ aku Uus. Perluas Target Pasar Sejak dimuat wartawan, jadi banyak orang yang mengenali Uus. Kini ia tak perlu kerepotan untuk mencari kemana mencari uang pecahan guna memenuhi kebutuhan hasil kreasinya itu. Sebab para kolektor uang tempo dulu kini justru yang memburunya. Mereka berdatangan ke tempat usaha Uus untuk memberitahu sekaligus menawarkan penyediaan uang kuno bagi keperluan Uus itu. Kini usaha ini sudah berjalan dua tahun. Dari mengikuti sejumlah bazar plus informasi dari mulut ke mulut, Uus mengaku tak pernah sepi order. Sekalipun musim nikah di Indonesia lebih banyak di bulan haji tapi itu bukan berarti di luar bulan haji wanita ini jadi tak punya uang dan kerjaan. Sebab naluri bisnisnya pun terus berjalan. Kini targetnya tak hanya orang yang hendak menikah saja, orang-orang yang sedang merayakan ulang tahun pernikahan pun bisa jadi lahan bisnis baru. ’’Kan banyak juga orang yang merayakan sewindu perkawinan mereka, atau ulang tahun perak dan lain sebagainya yang bisa saya tawari untuk dibuatkan kenang-kenangan mahar pernikahan. Sebab banyak juga dari orang yang sudah menikah itu dulunya waktu mereka menikah maharnya sudah kepakai untuk belanja. Makanya kenangan mahar itu jadi nggak ada. Dan sekarang saya tawari untuk dibuatkan mahar baru sebagai kenangan waktu mereka menikah dulu, ternyata banyak yang berminat kok,’’ sambung Uus. Tak hanya itu saja. Ia pun mencari pangsa masyarakat baru lagi.Yang ditujunya adalah masyarakat dari etnis China. ’’Mereka kan suka ngasih angpao gitu kalau lagi merayakan Imlek ataupun apa gitu, ke mereka ini saya tawarkan kalau memberi angpoa dalam amplop sudah sering terjadi bagaimana kalau bentuknya diubah. Bukan dimasukkan dalam amplop tapi dibentuk dalam bentuk bunga-bunga yang bertangkai gitu. Bisa mawar, bisa tulip atau apalah yang jelas bentuknya dimacem-macemin. Dan alhamdulillah laku kok,’’ imbuhnya. Tak berhenti sampai d sini saja, kini Uus pun merambah pangsa baru lagi, ia menawarkan jasanya ini kepada para kolektor uang masa lalu. Jika selama ini mata uang tempo dulu hanya disimpan dalam kotak saja maka Uus menawarkan jasanya untuk mendesain uang tadi dalam bingkai pigura sesuai kemauan customer. Sehingga uang kuno itu bisa dinikmati sebagai karya indah yang bisa dikagumi bagi siapa saja yang melihatnya. Modal Dalam menjalankan usahanya ini Uus mengaku modal yang dibutuhkan adalah kesabaran dan keuletan darinya untuk menelurkan sebuah karya sesuai harapan si empunya hajat. Baginya kesulitan adalah tantangan yang harus ditaklukan. Saat Peduli mengamati sejumlah karyanya terlihat detil-detil sulit yang harus dilewati wanita ini untuk menyelasaikan karyanya tersebut. Namun hal itu tidak lantas mematahkan semangatnya. Sejumlah karyanya yang rumit seperti lafad syahadat maupun ayat Kursi yang harus dibuat dari kerajinan melipat uang ini akhirnya selesai juga dan nampak indah dipandang mata. Meski bukan perkara mudah untuk menghasilkan yang seperti itu sebab bahannya adalah uang yang tak boleh digunting serta warnanya pun sudah itu-itu saja. Saat Peduli bertanya apakah yang membuatnya mau berwirausaha sendiri daripada jadi karyawan seperti dulu padahal resiko itu selalu ada pada pengusaha, dengan tenang Uus memberikan jawaban. ’’Kalau kita berwirausaha, kita bisa jadi bos diri sendiri. Kita bisa ngatur waktu kita sendiri. Ini berbeda dengan kita kerja ngikut orang. Jam kerjanya teratur dan hasilnya pun kadang tidak seberapa, nah kalau kita berwirausaha semuanya jadi bergantung pada usaha kita sendiri itu. Kalau ingin lebih maju lagi ya kita harus bekerja sedikit lebih ekstra, hasilnya juga ektra,’’ jawabnya. Lantas bagaimana soal modal usaha dan resiko yang rata-rata menjadi momok bagi para calon wirausahawan baru itu? ’’Orang menikah itu Insya Allah akan selalu ada sepanjang hayat. Jadi kebutuhan akan mahar itu pasti ada. Karena mahar itu salah satu syarat pernikahan. Jadi peluangnya juga panjang. Sementara penyedia jasa dibidang ini nggak banyak. Maknya nggak perlu takut karena rezeki itu Allah yang mengatur. Soal modal itu juga nggak terlalu menggelisahkan karena sekarang banyak bank yang menawarkan meminjamkan uang. Soal risiko, alhamdulillah sejauh ini itu hanya soal temperamental dari custmoer aja. Ada orang yang sedikit frontal dalam menyampaikan pendapat. Tapi alhamdulilah semua bisa saya atasi dengan kesabaran kok,’’ katanya seraya tersenyum. [nik]

Legen: Dulu Dibuang Kini Jadi Uang

Legen, rasanya mirip air kelapa. Namun air legen yang baru saja diambil dari pohonnya segarnya melebihi air kelapa. Inilah yang membuat air legen dicari orang. Di sepanjang jalan raya Tuban-Lamongan, di sepanjang jalan banyak dijajakan air legen dalam botol. Namun Sri Aminah beda. Ia menjajakan legen yang masih fresh langsung diambil dari pohonnya. Pembeli yang ingin menikmatinya, harus sedikit bersabar untuk mendapatkannya karena memang harus menunggu pengambil legen mengambil legen dari pohonnya.
’’Saya memang tidak mau menjual legen yang sudah dimasukkan botol karena nggak segar lagi. Selain itu legen yang sudah lama disimpan bisa jadi tuak dan memabukkan. Makanya saya jual yang fresh saja,“ ujar wanita asal Tuban ini. Menurutnya, dahulu air legen dianggap tidak memiliki nilai jual. Bahkan sering dibuang-buang. Apalagi untuk mendapatkan legen cukup mudah karena di belakang rumahnya banyak tumbuh pohon siwalan yang menghasilkan buah siwalan dan air legen. Kemudian air legen mulai dijajakan ke dalam botol-botol plastik. Cara inipun menurut Sri dianggap tidak efektif karena air legen jadi cepat berubah menjadi tuak. ’’Botol plastik kan panas jadi makin mempercepat perubahan dari legen menjadi tuak,” jelasnya. Maka sejak setahun lalu, Sri Aminah bersama suaminya memutuskan menjual air legen fresh from the oven alias langsung dari pohonnya. Suami Sri, Abdulloh, bertugas mengambil air legen sementara pembeli bisa menunggu digubuk bamboo sambil menikmati rujak manis. Setelah legen berhasil diambil dari pohonnya kemudian dimasukkan ke dalam bumbung bambu, pembeli bisa menuangkan ke dalam gelas sesuka hati dengan hitungan per gelas Rp 5.000 ribu. Cara ini ternyata mampu membuat pembeli berdatangan. “Dalam sehari antara 10-20 pengunjung mampir kemari,” ujarnya. Rujak manis buatan Sri, gula jawanya dibuat dari air legen yang dimasak. Sementara buah siwalannya oleh Sri dibuat menjadi es teler siwalan. Caranya, siwalan dipotong kecil-kecil kemudian disajikan bersama nangka, gula jawa dan santan. Rasanya sesegar es teler buatan restoran. Selain itu menurut Sri sistem jualan ini lebih praktis karena tidak perlu membuang air legen yang tak laku. (dewi)

Rabu, 23 Mei 2012

20-an Tahun Jual Pecel

Warung pecel yang dikelola oleh suami-istri Pak Gumun dan Bu Sumiati di rumahnya di Kelurahan/Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar ini sangat eksis. Buktinya, sudah lebih dari 20 tahun kakek-nenek itu jual pecel, sampai sekarang bisa tetap bertahan. Berarti pula, pecel cukup mampu memberikan penghidupan bagi pedagangnya. Kalau tidak, warung pecel Pak Gumun dan Bu Sumiati pasti sudah gulung tikar sejak lama. Ketika Peduli berkunjung ke warung itu, Bu Sumiati sedang sibuk melayani para pembeli, sementara Pak Gumun sibuk di dapur mempersiapkan bahan-bahan pecel. Kalau di depan, tempenya habis, Pak Gumun segera menggoreng lagi dan membawanya ke depan. Kalau nasinya sudah menipis, Pak Gumun segera menanak nasi. Demikian pula dengan bahan-bahan pecel lainnya.

Peduli pun segera menemui Pak Gumun di dapur. Sebagai pedagang pecel yang sudah cukup lama menjalankan usahanya, lelaki bersahaja ini sangat paham perkembangan usaha pecel, terutama di daerahnya. ''Saya ini jualan pecel sejak pecel harganya masih Rp 50, Rp 100, sampai mahal seperti sekarang ini,'' ungkap Pak Gumun dalam bahasa Jawa.

Semakin mahalnya harga pecel tersebut, menurut Pak Gumun, merupakan akibat langsung dari semakin naiknya bahan-bahan pembuat pecel. Dulu, kata dia, uang Rp 20.000 sudah dapat bahan-bahan komplit dari beras satu sak (ukuran sak terigu) hingga minyaknya. Sekarang, belanja bahan dengan uang sebesar Rp 200.000, itu hanya cukup untuk dua hari.

Di warung tersebut, pecel sekarang dijual dengan harga bervariasi. ''Ada yang Rp 2.500, ada yang R 3.000. Tinggal mintanya,'' kata Pak Gumun yang mengaku setiap harinya warung pecelnya menghabiskan beras 7-8 kg. Sedangkan sayuran, setiap hari habis sekitar 15 ikat.

Warung pecel Pak Gumun dan Bu Sumiati buka setiap hari muai pukul 6.30 hingga pukul 09.00 atau 10.00. Jika Anda makan pecel di warung Pak Gumun dan Bu Sumiati ini, Anda akan diberi hidangan pecel menggunakan piring. Pecel baru dibungkus jika Anda berniat menyantapnya di rumah. Sepirig pecel akan membuat Anda cukup kenyang, sebab porsi nasinya banyak. Sayurannya juga banyak. Itu masih ditambah rempeyek, tempe goreng, dan ikan air tawar goreng.

Order

Warung pecel Pak Gumun dan Bu Sumiati tidak saja mampu menaklukkan waktu, tetapi juga cukup laris meskipun Pak Gumun mengaku tidak pernah melakukan promosi secara khusus. Pelanggan warungnya datang dari berbagai kalangan. Terlebih, ruang untuk santap yang disiapkan cukup luas sehingga mampu menampung banyak pengunjung.

Pak Gumun mengatakan, pengunjung warungnya paling ramai pada hari Minggu. Kalau Minggu, warungnya ramai dengan orang-orang China para karyawan sebuah bank di Blitar yang datang untuk sarapan bersama keluarga atau koleganya.

Selain itu, warung tersebut sering menerima order dari para guru di sekolah dan para pegawai Kecamatan Nglegok. Setiap mendapat order dari sana, kata Pak Gumun, pasti dalam jumlah banyak. Ditanya tentang omzet dan keuntungan, Pak Gumun tertawa, lalu mengatakan, ’’Wah, mboten saget, Mas. Mboten saget. Pokoke kenging dipangan, Mas.’’

Sementara itu, Pak Gumun mengaku tidak punya resep khusus yang membuat pecelnya disukai pelanggan. Satu-satunya resep yang diterapkan Pak Gumun adalah manut sing tuku atau mengikuti permintaan yang membeli.

''Sing dodol iki ya kudu manut sing tuku, Mas. Nek ora manut karo sing tuku, engko sing dodol ora entuk dhuwit,'' kata Pak Gumun tertawa. Yang dimaksud dengan manut sing tuku itu antara lain mencakup soal harga. Pelanggan maunya yang harga berapa, Rp 2.500, Rp 3.000, atau berapa. Oleh karena itu, harga pecel di warung tersebut bervariasi. Nah, Pak Gumun mengikuti kemauan pelanggan dengan cara menyesuaikan porsinya dengan harga yag dimaui pelanggan. Dengan demikian, sebagai pedagang, Pak Gumun tetap bisa mengambil keuntungan dari tiap porsi pecel yan dibeli oleh para pelanggannya. [KUSWINARTO]

Jenis usaha: Makanan
Spesifikasi: Pecel
Pengusaha: Pak Gumun dan Bu Sumiati
Alamat: Kelurahan/Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar
Lama usaha: Lebih dari 20 tahun
Kiat sukses: Penjual mengikuti kemauan pelanggan.

Mendadak Kaya Gara-gara Digital Printing

Hobinya di bidang desain dan percetakan, mengantarkan Agus Prijanto menjadi orang kaya baru. Meski baru memulai merintis usahanya 1995, kini omzet usahanya mencapai miliaran rupiah. Sejatinya Agus tak pernah membayangkan usahanya akan sesukses ini. Apalagi kala itu usaha desain dan percetakan masih dianggap sebagai usaha sampingan yang tidak menghasilkan. Namun seiring perkembangan teknologi, desain dan percetakan menjadi salah satu faktor penting dalam rutinitas dunia usaha dan perkantoran.

’’Dulu yang datang ke tempat saya hanya orang-orang yang ingin mencetak undangan kawinan dan kartu nama saja. Namun saat ini segala promosi kegiatan usaha membutuhkan desain dan percetakan,’’ terangnya.

Sarjana Universitas Brawijaya jurusan perikanan ini mengungkapkan, dulu keahlian ini dia peroleh dari sekadar hobi. Karena bingung lulus kuliah belum mendapatkan pekerjaan, ia kemudian coba-coba mengembangkan usaha percetakan ini.

Namun nasib berkata lain, ia justru berjodoh dengan usaha ini. Menurut Agus, Bisnis digital printing adalah salah satu bisnis memiliki prospek sangat cerah dan stabil meski BBM naik. Apa pasal? Meski persaingan sudah ketat dan bukan menyangkut kebutuhan pokok namun bisnis ini ditengarai akan tetap menggeliat karena pada umumnya perusahaan swasta maupun perkantoran yang ada, memerlukan bahan-bahan percetakan setiap harinya. Apalagi menjelang hajatan pesta demokrasi pemilu 2009, bisnis ini bisa dipastikan akan menunjukkan keperkasaannya alias meledak omzetnya akibat banjir order.

Menariknya lagi, bisnis digital printing terbukti memiliki operasional cost yang terbilang rendah dengan margin hingga 300%, sehingga omset yang bisa diraih cukup lumayan. Mau tahu? Bisa mencapai Rp 100 juta sebulan atau lebih.

’’Semua itu tidak terlepas dari line bisnis yang bisa beragam dan variatif. Mulai dari digital printing, garment, percetakan, kartu nama, undangan, kop surat dan masih banyak lagi yang lain,’’ terangnya.

Namun, kesuksesan Agus yang memberi nama usahanya Smart2Print ini justru terletak pada pengembangan usahanya di berbagai kota dengan sistem waralaba (franchise).

’’Kebutuhan masyarakat yang makin tinggi untuk produk cetakan yang berkualitas, bervariatif dan murah tentunya serta masih banyaknya perusahaan percetakan yang menggunakan alat-alat konvensional dan dengan teknologi yang sangat sederhana terutama di daerah,’’ terang Agus yang menjabat Dirut PT Smart Karya Utama, perusahaan yang mengelola Smart2Print menerangkan alasannya mengembangkan pola kemitraan dalam system waralaba di bisnis percetakan.

Boleh dibilang, waralaba percetakan yang ditawarkan Agus ini satu-satunya di Indonesia. Selain itu penawaran kerjasama dengan system yang mudah inilah yang membuat bisnis Agus berkembang hingga 40 cabang dengan omset miliaran rupiah hanya dalam jangka dua tahun.

Deposit Kemitraan

Kemitraan Smart2Print dikembangkan dengan konsep deposit kemitraan. Dengan hanya mendepositkan uang senilai Rp. 175 juta, maka mitra akan dipinjami mesin-mesin printing dan material senilai kurang lebih Rp. 250 juta, beserta operatornya sekalian.

Kontrak kerjasama selama 5 tahun, setelah itu deposit akan dikembalikan 100%. Benar-benar konsep usaha yang paling bagus dan aman saat ini, yang lebih dari sekedar franchise.

Menurut Agus, konsep tersebut adalah yang pertama di Indonesia dan di dunia. ’’Ini konsep yang pertama di Indonesia dan dunia,’’ ujarnya.

Lewat konsep ini kata Agus, investasi dianggap sebagai deposit dan dikembalikan 100% setelah kontrak kerjasama berakhir. Sistem kerjasamanya profit sharing dengan prosentase pembagian 50%:50% dari keuntungan bersih setelah dikurangi zakat 2,5%.

’’Dengan konsep ini bisnis menjadi lebih prospektif bagi mitra karena dana investasi lebih aman,’’ katanya.

Dijelaskan Agus, Smart2Print dibanding bisnis sejenis lain terbukti sangat unggul. Keungulannya antara lain pertama dengan konsep one stop stop printing produknya sangat lengkap luas target marketnya karena mampu mengerjakan semua order yang termasuk bidang percetakan:cetak digital printing (banner, baliho, sticker dll), cetak kertas (buku brosur, majalah, poster, kalender dll), garment (kaos, topi, jaket, tas dll) serta souvenir ( payung, mug, gantungan kunci, bolpen, pin, stempel dll).

Keunggulan kedua, Smart2Print tidak henti melakukan product development dan inovasi. Lalu ketiga, produknya berkualitas dan dibutuhkan masyarakat di segala usia dan segala bidang dan Keempat, sebagai bisnis kemitraan Smart2Print selalu memberikan real time support kepada mitra dengan sistem yang telah online dan yang kelima adalah harga jual produknya yang sangat kompetitif, bahkan lebih murah dari perusahaan lain. ’’Dengan keunggulan tersebut Smart2Print siap menghasilkan uang,’’ tandasnya.

Deposit atau jaminannya sendiri dimulai dari Rp 100 juta untuk kota kecil, Rp 150 juta untuk kota menengah dan Rp 175 juta untuk kota besar. Menariknya, masing-masing nilai deposit tersebut sudah termasuk masa kontrak 5 tahun dan tidak dipungut franchise fee maupun royalty fee.

Mitra selanjutnya juga akan mendapat supporting untuk bisa dengan lancar menjalankan bisnis digital printing. Bantuan yang diberikan mulai dari support material, SDM hingga promosi. Sedangkan untuk training akan diberikan di kantor pusat dan ditempat melalui pendampingan.

Yang jelas menurut Agus, Smart2Print membuka seluas-luasnya kesempatan bagi calon mitra untuk bermitra dengan Smart2Print. Syaratnya mitra cukup memiliki deposit, tempat yang strategis bisa ruko atau toko di pinggir jalan, dan memiliki gambaran pasar dan wawasan yang cukup di bidang percetakan. Kesempatan terbatas hanya untuk satu mitra dalam satu wilayah/kota. [dewi]



Persyaratan Franchise

1. Luas Bangunan : 80 m2, bisa 2 bagian
2. Luas Tanah : 100 m2
3. Deskripsi Lokasi : Ruko atau toko
4. Kondisi Lokasi : Strategis, dipinggir jalan raya, ada tempat parkir
5. Fasilitas-fasilitas Operasional yang harus dipenuhi : Listrik min 2200 watt, Tlp, fax, Internet, Pdam/ air bersih
6. Komposisi SDM : 4 orang Operator mesin dan umum, 1 org admin, 1 org cs, 2 org marketing
7. Franchise Fee : Tidak ada
8. Royalty Fee : Bagi hasil 50 : 50
9. Deposit : Rp 100 juta, 150 juta, dan 175 juta (Deposit dikembalikan 100% setelah kontrak selesai)
10. Fee Lainnya : 25 juta untuk biaya persiapan ( interior, atk, marketing kit, seragam, neonbox, sample product, dll)
11. BEP : 3 – 12 bulan
12. Lama Kontrak kerjasama Franchise : 5 thn
13. Omzet : Rp 50 juta – 200 jt
14. Bukti : Proven
15. Total Investasi : 200 juta

Yunita Wijaya, SE: Melukisi Gelas

Jangan diremehkan bila kita punya hobi. Bila kita tekuni secara serius, bukan tak mungkin dari hobi kita bisa mendapat penghasilan. Yunita Wijaya, SE misalnya. Sejak kecil ia memang gemar melukis. Bahkan saat kecil ia telah memenangkan beragam penghargaan. Justru dengan hobi inilah, setelah lulus kuliah Yunita tak cepat-cepat mencari pekerjaan.

’’Setelah lulus kuliah, saya selalu berpikir. Buat apa saya kerja ikut orang kalau saya bisa mengembangkan usaha sendiri. Dan saya yakin saya bisa. Apalagi dengan usaha sendiri omzetnya jauh lebih besar ketimbang kerja ikut orang,’’ terangnya.

Ia pun mulai berpikir usaha apa yang cocok ia kembangkan. Hingga pada awal tahun 2007, tanpa sengaja Yunita mencoba melukis dengan materi gelas. Gelas yang semula berwarna bening, ia gambar dengan beragam warna dan gambar lucu.

’’Ternyata setelah dilihat teman saya katanya gelas saya lucu. Mereka bahkan banyak yang membeli dan memesan untuk acara kawinan,’’ terangnya.

Sejak saat itu, Yunita menjadi dikenal sebagai pembuat souvenir khusus glass panting (lukisan kaca). Yunita memanfaatkan materi kaca seperti toples, gelas, piring, vas bunga, asbak, lampu temple dsb yang ia lukis satu persatu sehingga menghasilkan souvenir-suvenir dengan nilai seni yang tinggi. Meski begitu, Yunita malah tak mematok harga mahal. Padahal untuk pengerjaannya, ia melukis satu persatu souvenir-suvenir tersebut. ’’Makanya saya hanya terima pesanan souvenir maksimal 2 bulan sebelum acara karena pengerjaan souvenir ini lama,’’ terangnya.

Harga yang ditawarkan mulai Rp 10 ribu untuk lukisan gelas hingga Rp 450 ribu untuk lukisan toples kerupuk. Hanya bermodalkan Rp 3 juta, omzet Yunita kini mencapai 10 juta per bulan. Bahkan saat musim kawinan dan Lebaran, omzetnya bisa mencapai Rp 40 juta. Ia yakin dengan kegigihan seseorang, sebuah hobi bisa mendatangkan pendapatan yang cukup besar bila ditekuni dengan seirus. [DEWI]


Jenis usaha: kerajinan glass panting (lukisan kaca)
Modal awal: Rp 3 juta
Keuntungan : Rp 10-40 juta/bulan
Kiat sukses: gigih dan terus optimis

Yoyok Effendi Memilih Jualan Nyambik

Untung Besar karena Langka

Membayangkan ketemu biawak (bahasa Jawanya nyambik, Red) mungkin kita sudah lari terbirit-birit. Apalagi bila harus membayangkan bergumul dengan biawak setiap hari.

Namun justru inilah yang menjadi peluang bagi Yoyok Effendi. Di tangannya, biawak yang tak berharga dan menakutkan justru dicari orang. ’’Daging biawak mahal. Satu ekor biawak belum dibersihkan kulitnya antara Rp 50-150 ribu. Tapi kalau sudah dibersihkan kulitnya bisa samapi Rp 200 ribuan,’’ ungkap Yoyok Effendi, penjual biawak yang telah berjualan biawak di kawasan Jambangan sejak tahun 2000.

Awalnya Yoyok tak paham bila ternyata daging biawak dicari orang. ’’Saat itu saya hanya jualan kepiting. Tiba-tiba ada orang datang dan mencari daging biawak. Karena tidak ada, dia memberi uang saya dan disuruh mencarikan biawak. Setelah dapat saya dikasih uang lagi. Dari sana baru saya paham bila ternyata daging biawak sangat berharga,’’ terangnya.

Sejak saat itu, setiap sebulan sekali Yoyok menyempatkan diri berburu biawak. Biasanya ia mencari wilayah pedesaan untuk mendapatkan biawak. ’’Kalau di Surabaya nyari biawak sudah susah. Jadi saya ke daerah Mojokerto, Jombang, Nganjuk dan sekitarnya untuk mencari biawak,’’ ungkapnya.

Ia membutuhkan waktu 5-7 hari untuk berburu biawak. Setiap perburuan Yoyok mampu mendapatkan 2-3 biawak. Sehingga saat pulang ia biasa memabawa 10-15 ekor biawak hidup.

Sesampai di rumah ia mulai mengandangkan biawak-biawak tersebut dan menunggu pembeli. Bila belum laku, biawak-biawak itupun diberinya makan ikan mujair setiap harinya. ’’Tapi biasanya nggak sampai sebulan biawaknya sudah laku semua,’’ terangnya.

Mengapa biawak sangat diminati? Menurutnya biawak punya khasiat menyembuhkan beragam penyakit kulit, asma dan dapat membangkitkan vitalitas pria. Cara mengonsumsinya daging biawak bisa digoreng atau dimasak dengan aneka ragam bumbu seperti dipanggang, dibuat rawon hingga di bumbu rujak.

Uniknya meski ia berjualan biawak, hingga kini Yoyok belum pernah merasakan daging biawak. ’’Katanya rasanya agak amis tapi gurih. Tapi saya nggak doyan dan nggak pernah nyoba,’’ ungkapnya.

Dari hasil penjualan biawak tersebut, keuntungan kotor yang didapat Yoyok antara Rp 500 ribu hingga satu juta per bulan. Tak disangka khan? Ternyata biawak mampu menorehkan untung besar. [DEWI]

Jenis usaha: penjual biawak
Modal awal: Rp 100 ribu
Keuntungan : Rp 500 ribu – 1 juta / bulan
Kiat sukses: telaten dan kerja keras