Sabtu, 19 September 2009

Warung Cak Mis [1]

Nama Makanannya Aneh-aneh

Warung nasi yang satu ini memiliki keunikan tersendiri. Cak Mis, nama pemiliknya, menyebut setiap makanan yang dijualnya dengan sebutan khas Suroboyoan. Mulai sebutan jorok sampai yang menggelitik ada disini. Namun, justru karena sebutan unik inilah warungnya jadi populer. Seperti apakah itu?


’’Ayo totalan Mis’’, teriak salah satu pelanggan.

’’Yok opo ceritane iki cak? Sembakone telu Rp 9.000 disurung Krisdayanti lima ya Rp 3.000, mbok nom loro Rp 2.600, STW (baca : estewe) siji Rp 1.300, cucak rawane siji Rp 1.100, bantale telu Rp 3.000. Sik Rp 20.000 kok mas,’’ teriak Cak Mis sambil kidungan. Tangan kanannya sibuk memencet kalkulator mengikuti perkataan pelanggannya. Belum sempat ia menyerahkan uang kembalian, sebuah suara telah menyahut.

’’He Mis, cepetan! Endi kolam renange?’’ seru seorang pria sambil berkacak pinggang.

’’Yo yo, sik ta lah. Sepure durung budhal iki! Sampeyan nyerupute opo cak?’’ sahutnya.

Begitulah sebutan yang dipakai di warung Misnan (40), atau yang akrab dipanggil Cak Mis ini. Krisdayanti yang dimaksud bukanlah artis ibukota istri Anang Hermansyah melainkan sate usus yang dijual oleh Cak Mis. Sedangkan kolam renang adalah tempat cuci tangan. Begitu pula dengan mbok nom dan STW yang umumnya dipakai untuk menyebut istri muda dan suami setengah tuwa. Tapi disini, digunakan untuk menyebut sinom dan es teh.

Warung nyeleneh milik Misnan ini berada di jalan Bintoro, Surabaya. Tepatnya di seberang Kantor Sekretariat Komisi Tinju Indonesia Jatim. Misnan hanyalah penerus Kaslan, Pakde-nya yang telah berjualan sejak tahun 1965. ’’Saya baru meneruskan usaha ini setelah dia meninggal sekitar tahun 1980-an,’’ aku Misnan.

Awalnya, mereka berjualan tepat di depan Kantor Sekretariat Komisi Tinju Indonesia Jatim. Berhubung dianggap menghalangi pagar mereka, Misnan pun lantas berpindah ke seberang jalan tak jauh dari sana. ’’Sebelum ada nama-nama aneh itu warung saya ya sepi seperti warung biasa,’’ ungkap Misnan.

Namun, sejak sembilan tahun lalu makanannya memiliki sebutan unik, maka setapak demi setapak, dagangan yang ia jual pun mulai laris manis dan beraneka ragam. ’’Dulu hanya sembako dan tiga makanan kecil saja. Tapi, sekarang sudah lebih dari sepuluh jenis makanan yang saya jual,’’ sambung pria yang tinggal di Dinoyo Sekolahan I/30 ini.

Titipan

Uniknya, hampir seluruh jenis makanan yang dijualnya itu bukanlan bikinan Misnan. Ayah dua anak ini hanya bertindak sebagai distributor saja. Ia menerima titipan makanan buatan para tetangganya. Sehingga, kalaupun tak laku barang dagangannya itu bisa dikembalikan pada si empunya tanpa harus membayar.

’’Ya cuma STW, kopi diam (kopi manis), kopi hot (kopi panas), teh angak ho (teh hangat) dan jaitun (kopi jahe) ini saja yang buatan kami. Selebihnya titipan orang,’’ aku pria kelahiran 1 Juli 1966 di Kampung Payungan, Dusun Medang, Kecamatan Glaga, Lamongan ini.

Meski demikian, jangan heran jika datang ke tempat tersebut saat warung dibuka pukul 15.30 hingga 03.00 WIB ini kue dan makanan itu ditumpuk sampai setinggi hampir satu meter. Untuk setiap jenis makanan tersebut Misnan mengaku memesannya dalam jumlah 580 sampai 600 buah setiap harinya. Tak heran, omzet yang diperolehnya pun mencapai Rp 6 juta per hari. Dari jumlah tersebut, ia bisa membawa pulang keuntungan rata-rata Rp 500 ribu setiap malam.

’’Tapi ini kan barang orang semua,’’ sahut Misnan lirih.
Soal pegawai, Misnan mengaku pernah memiliki karyawan. Namun, mereka tak betah dengan jam kerja yang diberlakukannya apalgi jika sudah beranjak tengah malam hingga dini hari. ’’Jadi sekarang ini ya cuma saya sama Cak Mis saja. Kalau sore kadang masih dibantu para tukang becak sama mbah Marijan,’’ sahut Sumiyati (28), istri Cak Mis.

Pelanggannya pun berasal dari berbagai kalangan. Mulai kelas bawah hingga kelas atas yang datang naik mobil bersama keluarganya. Jika dinilai dari tingkat pendidikannya pun ada semua. Mulai mahasiswa, aktifis, guru, sampai direksi sebuah perusahaan di bilangan Mayjend Sungkono. Tak pelak, kadang mereka terlihat serius berdikusi tentang peristiwa hangat yang sedang terjadi.

Bagi Misnan, pelanggan adalah raja. Makanya, ia memberikan kepercayaan yang sangat tinggi pada setiap pelanggannya. Lantaran saking ramainya. Ia tak pernah sempat memerhatikan satu per satu makanan yang diambil pelanggannya. Saat harus membayar, biasanya sang pelanggan tinggal menyebutkan apa saja yang telah dimakannya tadi. Karena itu, ia mengaku sering rugi lantaran uang yang diperolehnya ternyata tak sama dengan uang yang harus disetorkannya pada pemilik barang dagangannya itu. bahkan, hingga 2005 lalu ia masih kerap mengalamai kerugian. Hal ini pula yang membuat usahanya tersendat. Syukurlah sejak tahun ini hal tersebut tak terulang lagi.

’’Kalau itu saya pasrahkan saja pada Yang Diatas. Tidak semua seperti itu kan. Yang penting bisa membuat pelanggan puas,’’ ucap ayah Annisa Lutfiana Zahra (7) dan Faridur Nuraini (4) ini. [Nuy Harbis]

Jenis Usaha: warung
Sistem penjualan: konsinyasi
Omzet: Rp 5-6 juta per hari
Penghasilan Bersih: ± Rp 500 ribu per hari

0 komentar: