Jumat, 25 September 2009

Sate Cempe [3]

Gampang Diolah

Saban hari kedai ’Sate Kambing Barongan’ milik Unik dan istrinya itu selalu dipenuhi pelanggan. Utamanya pada jam makan siang dan makan malam. Padahal, sang pemilik kedai yang dibukanya selama 24 jam non stop ini mengaku tak punya resep khusus. Padahal, jalinan dagingnya terasa begitu empuk dan sama sekali tak berbau amis khas daging kambing.

’’Kalau resep khusus nggak ada. Ini sama saja seperti sate biasanya,’’ aku Unik.

Bumbunya pun sama seperti bumbu sate pada umumnya. Yaitu, bumbu kecap dengan sedikit kacang tanah yang ditumbuk halus lalu diberi irisan bawang merah. Begitu pula dengan bumbu sebelum dagingnya dibakar. ’’Hanya dicelupkan di dalam air kecap saja sebelum dibakar,’’ sahutnya.

Para pelanggan yang datang pun ari berbagai daerah. Contohnya saja Joko dan Maliki asal Gresik. Mereka selalu mampir bila lewat Sepanjang. ’’Yang paling enak satenya. Karena bumbunya meresap dan dagingnya empuk,’’ aku Joko (27) yang bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Memang, tekstur daging mudanya (cempe-Red) yang empuk membuat Unik tak perlu menghabiskan waktu lama untuk mengolah masakannya. Begitu pula dengan resep gule hasil racikan sang istri.

’’Untuk menghilangkan aroma kuat daging kambing Saya pakai serai yang dimemarkan lalu digongso bersama bumbu selama satu jam,’’ ungkap anak kedua dari lima bersaudara ini.

Satu-satunya kelebihan yang selalu dipegang teguhnya adalah menyediakan makanan fresh alias bukan sisa kemarin. Pasalnya, daging kambing yang diolahnya jadi masakan adalah daging kambing muda yang baru saja di potong.dan diolah saat ada pesanan. Kambing muda yang baru dipotong pun ia pajang di depan kedai agar pelanggannya tahu bahwa daging yang mereka olah benar-benar fresh from the opened. Di depan pelanggannya pla daging kambing itu baru mereka iris sebanyak yang dipesan pelanggan.

Nah, lantaran kedainya buka selama 24 jan non stop, maka tak terhitung pula berapa kali mereka memasak panganannya. Setiap kali masak mereka membuat 6-7 panci berukuran besar. ’’Pokoknya begitu ada pesanan dagingnya baru kita iris lalu dibakar. Begitu juga dengan gulenya. Begitu mau habis kita buat yang baru lagi. Begitu seterusnya tanpa mengenal jam. Jadi, pelanggan mau datang jam berapapun untuk beli pasti Kita layani.’’

’’Daging gulenya empuk. Tapi sepertinya yang masak gule ganti-ganti, makanya rasanya juga beda-beda,’’ tutur Hari (56), pegawai Terminal Bungurasih yang hampir setiap malam mampir.

’’Kadang-kadang kasinen,’’ sahut sang istri, Sri Endang Lestari (51) yang tinggal di Menganti, Gresik ini. [NUY HARBIS]

0 komentar: