This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 27 April 2008

Mengganti Kebut-kebutan dengan Kunjungan ke Panti Anak Yatim

Iki meh wayahe Lulusan bocah-bocah sekolah. Biasane, yang udah lulus lalu merayakannya dengan naik motor kebut-kebutan, saling mengotori baju dengan coretan-coretan yang takkaruan, dengan cat, dengan spidol, dan bahkan tahun lalu ada yang merayakan kelulusan itu dengan cium-ciuman habis-habisan.


Ini memang pemandangan yang sudah mentradisi di Indonesia kita. tetapi, dengan ini saya menawarkan kepada teman-teman yang kini sedang berada di luar negri, khususon yang ada di HK, yang mnerasa memiliki anggotakeluarga: anak, adik, keponakan, dan lain-lain, mohon diajak mengumpulkan baju-baju seragam mereka, untuk tidak dikotori dengan coretan cat dan spidol, untuk diserahkan kepada yang lebih memerlukannya. Disumbangkan kepada fakir bukanklah lebih hebat daripada dicorat-coret tak karuan begitu? Juga, betapa akan semakin indahnya jika kegiatan kebut-kebutan itu diganti dengan kunjungan ke Panti Asuhan, ke asrama anak-anak yatim, dan sebagainya.

Jika para orangtua dan bahkan para guru yang ada di Indonesia sudah tak begitu mereka gubris nasihat-nasihatnya berkaitan dengan "ritual kelulusan" ini, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kawan-kawan kita di HK punya cukup "kekuasaan" untuk memaksa mereka melakukan kebaikan-kebaikan itu. Mau tak? Di situ soalnya. Oh, mau, ya? Salam!

Sabtu, 19 April 2008

Wara-wara

ana sing pengin nggelar pelatihan nggunakake internet kanggo para kulawarga (adik utawa emak, utawa bapak, utawa suami, utawa istri, utawa kakang, utawa mbakyu)-ne bmi-hk kang asal saka Prigi/Watulimo, Trenggalek


Kira-kira saangkatan iki bisa nampung wong 20 - 25. Mengko sarampunge pelatihan digelar chatting bareng nganggo layar tancap ing Prigi. neng hk sabisa-bisa ya sing padha chatting ngumpul ing sawijing papan. diatur ben gayeng kaya onton bareng ngana kae mbokmenawa apik ya?

Trus yen ana sing pengin kirim foto saka hk, mengko ing indonesia disiapake printer, trus fotone bisa diprint kanggo kulawarga ing indonesia.

Sing tertarik lan pengin melok bisa ndhaptar mung kanthi kirim SMS nyang nomoe iki +6281 837 4138. syukur sisan ditulis ID YM kanthi genep (email), contone: kenang_lanang@yahoo.com

Tulung, ya, info iki digethoktularake nyang kanca-kanca liyane, mligine sing asal Prigi.


Suwun


Bonarine
saka kene

Jumat, 18 April 2008

Spesialis Penipu Partai Dibekuk

Punya Puluhan Kartu Anggota Berbagai Parpol

PROBOLINGGO - Ada saja cara orang mencari uang. Bermodal puluhan kartu anggota berbagai partai politik yang dipalsukan, Abdullah Alwi Shahab, 62, menipu sana-sini. Tapi, petualangan pria asal Taliwang Sumbawa Barat NTB itu akhirnya berakhir kemarin. Ia dibekuk ketika beraksi di Pemkot Probolinggo.



Petugas Satpol PP Pemkot Probolinggo membekuk Alwi Shahab ketika Alwi Shahab berniat menemui Wali Kota Buchori. Dari tangan Alwi Shahab petugas mengamankan 5 KTP palsu dan puluhan kartu anggota berbagai partai.

Kedok Aksi Alwi terbongkar secara tak sengaja. "Saya melihatnya sedang berada di ruang tunggu kantor wali kota. Kepada ajudan dia menunjukkan kartu tanda anggota PDIP," ujar Syaifuddin, seorang pengurus DPC PKB Kota Probolinggo kepada Radar Bromo kemarin.

Syaifuddin yang siang itu juga berniat bertemu wali kota mengendus ada yang tak beres dengan Alwi Shahab. Menurutnya, Kamis (17/4) Alwi Shahab datang ke kantor DPC PKB kota. "Dia mengaku anggota PKB, berkeluh kesah tidak punya uang saku untuk pulang. Saat itu saya beri Rp 50 ribu. Ternyata sekarang (kemarin, Red) mau ke wali kota dan mengaku anggota PDIP. Ini kan tidak bener," katanya.

Tahu ada yang tak beres Syaifuddin langsung memberi tahu ajudan. Ia meminta ajudan tak mengizinkan Alwi Shahab menghadap wali kota. Tak hanya itu Syaifuddin juga melaporkan hal itu pada Satpol PP.

Sadar kedoknya terungkap, Alwi Shahab berniat melarikan diri. Namun, sebelum ia berhasil kabur, Syaifuddin dan petugas Satpol PP lebih dulu berhasil meringkusnya. Setelah ditahan sebentar di kantor Satpol PP Alwi Shahab digelandang ke Mapolresta Probolinggo.

Di hadapan polisi ia mengaku baru sekali melakukan penipuan di Probolinggo. "Sebelumnya saya tidak pernah. Baru sekali saja, langsung tertangkap. Saya melakukan ini karena usaha jual minyak dan madu saya macet," ujar Alwi saat diperiksa kemarin.

Polisi tak memercayai begitu saja keterangan Alwi. Ini lantaran polisi menemukan puluhan kartu anggota partai. Mulai dari Golkar, PKS, PKB, PDIP, Demokrat, PNBK, PKPB, PBB dan sebagainya. Dengan modal kartu palsu itu Alwi mendatangi kantor-kantor partai untuk meminta uang. "Saya salah pak. Uangnya untuk makan," ujarnya memberi alasan.

Untuk menghindari pemeriksaan polisi Alwi menyebut sejumlah nama pejabat yang disebutnya sebagai famili. "Mantan Sekda Taliwang adalah ipar saya. Bolehkan saya meneleponnya," minta Alwi kepada polisi.

"Tidak penting. Ngapain telepon mereka. Wong kenalanmu banyak orang besar. Ini kartu-kartumu ditandatangani oleh Jusuf Kalla, Yusril Ihza Mahendra, Gus Dur dan tokoh terkenal lainnya. Kamu mau menelepon mereka semua," polisi balik bertanya. Tapi, spesialis penipu partai itu diam saja.

Sementara, Radar Bromo juga sempat mendapat informasi bahwa Partai Demokrat Kota Probolinggo juga sempat jadi korban Alwi Shahab. "Kemarin dia datang ke kami minta sumbangan dengan menunjukkan kartu anggota Partai Demokrat. Ya kami kasih Rp 50 ribu sebagai bentuk solidaritas," ujar Dedi, salah seorang kader Partai Demokrat kota. (nyo)

Radar Bromo Sabtu, 19 Apr 2008

Selasa, 15 April 2008

Beredar, Bahan Kue Ilegal

Pelaku Bikin Masa Kedaluwarsa Sendiri

SURABAYA - Saat ini, membeli bahan baku untuk kue dan roti harus lebih jeli. Sebab, banyak produk ilegal yang diduga telah beredar di pasaran. Salah satu produk tak berizin itu diungkap Idik V Satreskrim Polwiltabes Surabaya kemarin (14/4).



Polisi juga menggerebek gudang produksi bahan kue merek Eagle di Pongangang, Manyar, Gresik. Dalam penggerebakan tersebut, tim Satreskrim menyita ribuan kemasan berbagai jenis produk bahan kue. Di antaranya, SP ovalet, meses, pewarna kue, benzoat, morison, pemutih, dan gula halus. "Produk-produk itu sudah diedarkan dalam tiga tahun terakhir, yakni sejak 2005," kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Syahardiantono.

Bos produk kue sekaligus pemilik gudang itu sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Idik V pimpinan AKP Yohanes Rudin. Dia adalah Muntolip, 40, warga Manyarejo, Manyar, Gresik. "Kami menjerat tersangka dengan pasal 55 huruf G dan I juncto pasal 26 huruf A dan C UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dia juga dijerat pasal perlindungan konsumen dan perindustrian," tegasnya.

Produksi bahan kue merek Eagle itu dilakukan dengan cara sederhana. Muntolip membeli bahan-bahan dari beberapa pasar di Surabaya. "Tersangka membeli dalam hitungan kilo. Kemudian, barang-barang itu dikemas," jelas Syahardiantono.

Setelah dikemas, barang dari pasar tersebut diberi label bermerek Eagle. "Terkesan produk tersebut begitu bagus. Setelah itu, tersangka memasarkannya dengan sasaran home industry kue dan roti di wilayah Surabaya, Sidoarjo, serta Gresik," ungkap mantan Kasatpidek (Pidana Ekonomi) Polda Jatim tersebut.

Sekilas, produk bermerek Eagle itu tampak seperti barang legal. Sebab, selain tercantum nomor produksinya, terdapat masa kedaluwarsa barang. "Kedaluwarsanya ditulis sendiri oleh tersangka, sehingga sebenarnya produk-produk itu berbahaya. Efeknya bisa serius kalau sampai barang benar-benar expired," ujarnya.

Nomor produksi dan sebagainya adalah fiktif. Sebab, ketika dicek, produk dagang dengan merek Eagle tidak terdaftar di Direktorat Merek Depkum HAM. "Produk itu juga tidak mengantongi izin dari Depkes dan Balai POM," kata Syahardiantono.

Meski cara memproduksinya cukup simpel, keuntungan yang diperoleh Muntolip cukup menjanjikan. "Keuntungan tersangka bisa mencapai 15 persen dari total biaya produksi," jelas alumnus Akpol 1991 tersebut.

Contohnya, produk SP ovalet yang biasa digunakan untuk pengembang kue. Muntolip membeli bahan itu dari pasar seharga Rp 23 ribu per kilogram. Kemudian, tersangka membagi bahan tersebut dalam tiga kemasan. "Tiap kemasan seharga Rp 9 ribu. Untuk tiga kemasan, tersangka menjualnya seharga Rp 27 ribu. Artinya, dari harga kulak Rp 23 ribu, dia mendapatkan untung Rp 4 ribu," ungkapnya.

Dalam kasus tersebut, polisi tidak menahan Muntolip. Alasannya, tersangka cukup kooperatif selama penyidikan. "Kami sudah menyegel gudang tersangka. Beberapa sampel barang kami bawa ke mapolwil dan diperiksakan ke BPOM dan Dinkes," jelas Syahardiantono. (fid/fat)

Jawa Pos Selasa, 15 Apr 2008

Sabtu, 05 April 2008

Malu Dalam Bisnis di Dunia Timur

Bob Widyahartono MA *)

Jakarta (ANTARA News) - Dalam etika pergaulan senantiasa terbukti bahwa hanya dalam harmoni yang baik, dalam skala masyarakat kecil keluarga maupun publik dan bisnis, maka rasa saling mempercayai dapat tumbuh secara langgeng.



Hal itu sangat esensial, apalagi dalam keterbatasan lingkungan hidup dan upaya interaksi, serta inter-relasi dalam harmoni, respek terhadap sesama, dan tetap menghayati budaya rasa malu (shame culture) kalau sampai bertindak tanpa berperikemanusiaan. Misalnya, apa seseorang masih memiliki budaya rasa malu saat berbuta hati nurani dengan memberi karena terpaksa atau bahkan menerima uang pelicin yang termasuk tindak korupsi?

Sekalipun tidak ekspilisit, semua pihak yang ingin membangun saling percaya dalam era keterbukaan masyarakat berskala kecil sampai internasional pun semakin sulit dan rumit. Hal yang seringkali menonjol adalah saling mencurigai (mutual distrust), antar-pelaku bisnis, antar-pelaku dengan birokrasi dan antar-masyarakat pasar dengan bisnis, walau dipolesi senyum simpul.

Bila menelaah ke sejumlah dasar kehidupan manusia, maka langkah utamanya adalah mereformasi diri, tanpa banyak gebyar-gebyar atau publisitas polesan . Mungkinkah dari perilaku saling mencurigai membangun rangkaian saling mempercayai (from a series of distrust to a network of trust) juga dalam antar-relasi dan interaksi sisi persediaan supply side dan sisi permintaan demand side ekonomi?

Banyak orang/pihak di negeri ini agaknya harus mau menyadari bahwa perilaku yang salah (misconducts) dari kalangan para politisi dan birokrat, seperti terungkapnya serangkaian skandal dalam perusahaan yang menggejala tidak hanya di negara maju bukanlah yang patut ditiru.

Dalam era yang banyak didengung-dengungkan sebagai era globalisasi dengan arah gejala mendunia, maka yang paling jelas adalah bahwa globalisasi tidak berarti uniformitas menurut tafsiran pencetusnya istilah tersebut, yakni kalangan elit Amerika Serikat (AS). Dalam tradisi teori mereka, maka istilah kebajikan, moralitas, sistem nilai dan etika, dari individu memberi makna yang terpisah (seperate meanings), dan budaya malu tidak ada dalam kamus Barat.

Hal itu berbeda dengan pemahaman Asia Timur, Jepang, China, Korea dan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), termasuk Indonesia, yang selama berabad-abad mengetengahkan bahwa budaya malu sudah mendasar budayanya. Jelas terlihat bahwa di AS umumnya tidak ada budaya dasar malu layaknya di Asia.

Dalam keadaan ketidakteraturan dan atau ketakutan tersembunyi (hidden fear), maka isunya adalah apakah individualisme yang sehat dapat tumbuh berkelanjutan? Sekalipun terungkap bahwa pemahaman yang sehat sebagai tanggapan, tetapi hanya beberapa anggota masyarakat yang memahami dan menjadikan kenyataan dalam perilaku kesehariannya. Oleh karena, istilah individualisme menurut interpretasi Barat ala AS berbeda makna dengan masyarakat di Timur atau Benua Asia.

Masyarakat Barat, khususnya AS, menafsirkan individualisme dalam aslinya sebagai suatu keseimbangan antara hak hak dasar invidual akan kebebasan (liberty), persamaan (equality) dan tanggung jawab publik. Jadi, bagi mereka akar dasar gotong royong juga dalam interaksi dan antar-relasi ekonomi supply side dan demand side tidak dikenal, karena dalam tafsiran individualisme Barat yang baku adalah liberalisme, dan kini menjadi neo-liberalisme politik/ekonomi.

Merasionalkan egoisme Barat mereka tafsirkan sebagai "untuk saya dulu untungnya dan manfaatnya, anda nanti-nanti saja, atau anda biar menderita saja". Apakah hal tersebut, yang juga menggejala di negeri ini, dapat biarkan dalam masyarakat kota hingga menjalar ke pinggiran kota (sub-urbans) dan desa?

Jika menelusuri sikap hidup (way of life) dan falsafah hidup masyarakat China dan Jepang, maka ada falsafah kuno Konfusianisme yang berasal dari China yang termasuk banyak diserap para pendidik besar Jepang, seperti Baigan Ishido yang hidup dalam eranya Edo (1600-1867). Ishido memperjelas konsep "rinri" yang jiwanya dari China kuno. Konfusianisme di Jepang dijunjung tinggi sebagai panduan yang menjiwai identitas dan tanggung jawab tidak hanya dalam keseharian keluarga, tetapi juga dalam keseharian bisnis. Ishida menunjuk tegas pada petuah "seorang pengusaha sejati harus memperoleh laba untuk dirinya dan untuk orang lain". Jadi, bagi mereka bukan egoistik dasarnya.

Petuahnya dijunjung tinggi dan diwujudkan sebagai panduan perilaku bisnis sampai sekarang meskipun tidak eksplisit. Hal yang terhitung dalam "rinri" adalah pemahaman Jepang tentang respek dan rasa malu. Respek berarti tahu diri dan menghargai orang lain tidak hanya dalam keseharian keluarga, tapi dalam interaksi bisnis antara pengusaha dan masyarakat pasar. Pada gilirannya, mereka yang tidak memiliki rasa malu dianggap memiliki kualitas sebagai manusia yang minimal sekali (minimum quality of a human being).

Keberingasan dan kekejaman dalam hidup sebagai banyak dipraktekkan Barat sangat berlawanan dengan sikap hidup dasar (way of life) China dan Jepang. Permusuhan dan kekejaman dalam berbisnis merupakan kesalahan fatal. Konfusius mengungkapkan secara halus: "kesalahan mendasar kita adalah mempunyai kesalahan dan tidak sudi memperbaikinya" (the real fault is to have faults and not to amend it).

Dalam lokasi pasar yang makin meluas, maka tenggang rasa pada orang lain merupakan salah satu kunci berbisnis yang lebih bermutu. Namun, realita dunia yang makin terbuka menggugat diri setiap individu, terutama yang hidup di kawawan kota dan pinggiran kota. Bagaimana pun, semuanya membangun prospek individualisme yang menjunjung tinggi harmoni dan etika dalam era globalisasi dan inovasi yang serba cepat. Jelas tidak ada tanggapan atau jawaban yang "instan" sifatnya.

Dengan kata lain, salah satu hal yang perlu diingat bahwa budaya kebarat-baratan makin banyak dilandasi mistrust, curiga dan mau menang sendiri. Selain itu, para pemimpin bisnis dan publik harus berani membangun kembali sikap pandang saling mempercayai sebagai peranan dan tanggung jawab/kewajiban sosial. Melalui sikap pandang itulah, maka masyarakat yang dilayani merasa dipercayai dan sebagai timbal baliknya mempercayai mutu pemimpin yang jauh dari segala manuver tidak etis. (*)

*) Bob Widyahartono, MA (bobwidya@cbn.net.id) adalah Pengamat Ekonomi dan Bisnis Asia; Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE Untar).

ANTARA [04/04/08 19:17]