Sabtu, 19 September 2009

Warung Cak Mis [2]


Sajikan pula Lumpur Lapindo

Munculnya nama-nama unik untuk barang dagangannya, menurut pengakuan Misnan, berasal dari pelanggannya. Sebutan unik menu Cak Mis sebenarnya baru ada sekitar 1997 lalu.

’’Tadinya ya disebut biasa saja. Tapi karena mereka sering menyebut nama itu, misalnya ceker ayam jadi cakar maut ya akhirnya kita sepakati nama itu yang dipakai. Kalau saya terserah palanggan saja mau nyebut apa,’’ terang Cak Mis.

Mulai tahu Golkar (tahu kuning), mbulet (sate usus besar), jajan mlarat (ote-ote), kepala pusing (kepala ayam), guling (resoles), spring bed (pastel) sampai larangane Gus Dur (dhidhih) ada di sana. Harganya pun bervariasi, mulai Rp 600 hingga Rp 1.500 per satuannya. Misalnya saja dadar jagung yang lebih populer disebut pakan dara. Atau kue sus yang disebut susi. Atau kuping ndableg untuk sate cingur, jajan males untuk lemper, zebra untuk dadar gulung. Belum lagi mbok nom (sinom) yang juga dijual galonan (yang dikemas dalam botol air mineral 1,5 liter).

’’Pakane dara kan jagung to mbak. Kalau kue sus kan biar manis dipangil susi. Sedangkan lemper itu kan pakai kemul terus to,’’ ujarnya seraya tersenyum.

Kasus Lumpur Lapindo yang belakangan marak pun tak luput menjadi bahan nama unik. Kedunya memang sama-sama panas jika dimakan sore hari. Namun, kalau Lumpur lapindo dagangan Misnan bisa dimakan karena terbuat dari tepung hungkue dan rasanya enak. ’’Kalau itu yang kasih nama Cak Mis sendiri. Solanya waktu pertama jual Lumpur itu muncul kasus umpur PT Lapindo Brantas,’’ sambung Sumiyati.

Yang dimaksud sembako adalah nasi dengan lauk keringan atau tahu bumbu bali, daging atau telor yang dibungkus daun pisang. Sembako ini dijual Rp 3 ribu per bungkusnya. Lain lagi dengan larangane Gus Dur. Untuk pemberian nama ini, salah satu langganannya yang berasal dari NU pernah memrotes pemberian nama ini. ’’Ya saya jawab saja, lho memangnya Gus Dur mau makan ini? Tidak kan!’’ jawab Misnan enteng yang disambut ger-geran oleh pengunjung lain.

Yang paling parah mungkin ati celeng. Rieke yang tinggal di Darmo sampai bertanya pada Sumiyati, istri Cak Mis, yang terlihat sibuk menata barang dagangannya sore itu. ’’Disini jual ati celeng juga?’’ tanya Rieke terheran-heran. Kontan, pertanyaan itu membuat pengunjung sore itu tersenyum.

’’Ati celeng itu maksudnya ati rempela goreng yang ditusuk pakai tusuk sate,’’ terang Sumiyati kepada Rieke. Mendengar hal itu, Rieke hanya bisa geleng-geleng kepala dan tertawa.

Apa yang dialami Rieke ini biasa terjadi pada pelanggan yang baru pertama mengunjungi warung Misnan.

Seperti yang dilakukan Yuli, warga Manukan yang datang bersama adiknya asal Bintoro.

’’Cucak rawa itu yang mana?’’ tanyanya pada adiknya.

’’Itu lho, sate telur puyuh. Bentuknya kan mirip cucak rawa ta? Makane disebut cucak rawa. Nah, kalau cecek elek ini sate cecek. Bentuke kan agak hitam jelek gini to,’’ jawab sang adik sambil menunjuk sate yang ada di piringnya.

Yuli adalah pelanggan yang mengaku penasaran merasakan warung nyleneh Cak Mis ini. ’’Saya sering lewat sini kalau ke rumah adik. Dan, tempat ini selalu ramai. Mereka sering bilang tempat ini lain dari yang lain, karena penasaran ya saya ke sini,’’ ungkap Yuli.

Karena keunikannya itu banyak orang yang menjadi langganan tetap sejak pertama warung itu dikelola Misnan. Sebut saja Bambang DP yang mengaku menjadi pelanggan setia sejak 1987. Pria yang datang bersama istri dan dua anaknya ini mengaku setiap bulannya selalu menyempatkan diri makan di tempat itu. Padahal, rumah mereka berada di kawasan Kalijudan, Kenjeran.

’’Kalau nggak kesini sebulan saja rasanya kangen,’’ aku Putri, 15, putri Bambang.

’’Iya. Ini saja sudah satu minggu ini ingin kesini tapi selalu nggak jadi. Kebetulan tadi ayahnya ada di rumah makanya kami kesini,’’ sahut Ana, sang istri dan Fajar Fathoni putra bungsunya, berbarengan.

Tak heran, Sejak dibuka pukul 15.30 WIB, warung Cak Mis selalu dijubeli pengunjung. Terutama bila jam pulang kantor tiba. Pria bertubuh kecil itu tenggelam diantara pelangganya yang tak kunjung surut. Alhasil, tak sampai dua jam, persediaan setiap jenis barang dagangannya yang berjumlah 600 bungkus itu langsung tak tersisa.

’’Alhamdulillah belakangan ini selalu habis semua,’’ pungkasnya.[Nuy Harbis]

0 komentar: