Jumat, 25 September 2009

Nyantol di (Pisang) Negri Sendiri

Setelah Berburu Rezeki di Tiga Negara

Suroso(40) warga desa Keboireng Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung ini di desanya dikenal sebagai pedagang pisang. Kegiatan usaha ini dijalani baru sekitar 2 tahun berjalan. Tiap hari Suroso berkeliling kampung untuk membeli pisang dari petani, terutama di wilayah Prigi dan Munjungan, dua kecamatan di Kabupaten Trenggalek.


Begitu berhasil mengumpulkan pisang sepenuh mobil pikcup barulah Suroso menjualnya ke Kediri, kepada pelanggan tetapnya. Paling tidak dalam sepekan ia dapat mengirimkan satu pikcup pisang. Selain sebagai pemasok tetap pada pedagang di Kediri, Suroso sendiri di daerahnya juga melayani kebutuhan bagi orang yang mau punya hajatan.

Usaha Suroso lainnya adalah melayani pesanan kelapa dan kayu bakar.

Sebetulnya perjalanan Suroso sampai akhirnya menekuni bisnis ini ceritanya cukup panjang. Awalnya Suroso bersama Sutini(34) istrinya kedua-duanya merupakan pernah bekerja sebagai TKI di luar negri. Sutini sendiri sebelum menikah dengan Suroso pernah bekerja di Arab Saudi.

Setelah menikah dan memperoleh seorang anak, Tantri (10) giliran Suroso yang menjadi TKI.

’’Ayahnya berangkat menjadi TKI ke Arab Saudi saat anak saya Tantri masih berumur 2 bulan,’’ ujar Sutini. Selama menjadi TKI ia dipekerjakan sebagai sopir karena memang itu keahlian yang dimiliki. Sayang, kelihatannya nasib baik belum berpihak pada Suroso.

’’Saat itu saya pulang belum sampai selesai kontrak, ya sekitar 1 th lebih sedikit, karena pembayaran gaji yang tidak pernah beres bahkan pernah saya eker-ekeran dengan majikan,’’ kenang Suroso.
Setelah pulang , dan dirumah sekitar satu tahun ia kembali ke Arab Saudi untuk mengadu nasib.

’’Untuk yang kedua kalinya saya bekerja di wilayah Al Bahar Madinah dan untungnya saya memperoleh majikan yang cukup baik. Pekerjaan utama saya adalah antar jemput anak majikan ke sekolah. Saat itu saya kerja sampai selesai kontrak. Bahkan, mungkin kerena puas dengan pekerjaan saya, saat pulang ke tanah air majikan masih memberikan uang atau semacam bonus,’’ terangnya.

Setelah kembali ke Indonesia, di rumah sepertinya hanya singgah sebentar saja karena ia kembali menjadi TKI dengan tujuan Malaysia.

Sepulang dari Malaysia, Suroso berpikir untuk berhenti menjadi TKI. Hal itu sudah pula diutarakan kepada istrinya. Namun, mendadak ada tawaran seorang teman yang bekerja di Brunai yang mengatakan bahwa ada keluarga yang membutuhkan sopir dan seorang pembantu, syukur-syukur pasangan suami-istri.

Akhirnya, Suroso dan istrinya memutuskan untuk berangkat bersama istrinya menjadi TKI di Brunai Darussalam. Menurut penuturan Sutini, mereka memperoleh majikan yang baik.

’’Saya bekerja pada Tuan PG Awalludin yang masih termasuk kerabat Sultan Brunai. Suami saya menjadi sopir dan saya sendiri mengurusi segala sesuatu keperluan dapur mulai belanja sampai memasak. Saya bekerja pada keluarga Awalludin cukup kerasan, orangnya sebagai majikan cukup baik hanya saja disiplin sekali,’’ jelas Sutini.

Pulang Kampung
Karena terus dikangeni anak, Suroso bersama istrinya tak sampai finish kontrak di keluarga Awalludin. Pulanglah mereka ke tanah air.

Suroso dan sang istri lalu membeli beberapa petak tanah sawah dan pekarangan di kampung halaman.

’’Tanah dan rumah yang saya tempati ini juga saya beli dan bangun dari hasil kerja menjadi TKI, dan saya juga membeli dua petak sawah sebagai celengan,’’ tutur Suroso.

’’Sebagian sisa uang saya jadikan modal usaha dagang pisang, dan sebagian saya tabung untuk persiapan biaya sekolah anak,’’ imbuh Sutini menegaskan.

Untuk dagang pisang ini sebetulnya tidak membutuhkan modal yang terlalu besar, dengan uang Rp 5 juta sudah cukup untuk membeli 1 pikcup pisang dan segala biaya operasional.

Dari setiap pengiriman satu pikcup pisang, Suroso akan memperoleh hasil tidak kurang dari Rp 300.000. Bila dalam satu bulan bisa mengirim sebanyak empat kali maka setiap bulannya Suroso akan mengantongi laba sebesar Rp 1.200.000.

’’Dagang pisang ini asal kita pandai menaksir, untungnya sudah jelas. Apalagi setiap ada perubahan harga pedagang yang setiap minggunya saya kirimi pisang selalu memberitahu via telepon, jadi ketika saya membeli dari petani ataupun pedagang kecil hargannya selalu dapat saya sesuaikan,’’ tutur Suroso.

Tenteram
Tampaknya Suroso saat ini benar-benar telah fokus pada usahannya. Apalagi bila musim atau bulan baik, dimana musimnya orang-orang melakukan hajatan, maka selain setoran rutinnya, Sutini juga melayani permintaan atau pesanan pisang, kelapa, kayu bakar untuk keperluaan hajatan bagi masyarakat sekitarnya.

’’Biasanya saya melayani pesanan bagi orang yang mau punya hajat, dan pesanannya saya antar sampai dirmah pemesan. Adapun pembayarannya dilakukan setelah selesai hajatan biarpun begitu untungnya pun cukup lumayan,’’ ujar Sutini tanpa mau menyebutkan besar nominalnya. [PUR]

0 komentar: