Kamis, 17 September 2009

Pengin Belajar Memasak ke Swiss

Sigit Afiyanto setelah Jadi Koki di 3 Negara

’’Saya masih memendam keinginan untuk pergi ke Swiss, belajar jadi koki di sana. Kalo ada chanel ke sana, saya pasti berangkat.’’


Itulah yang dikatakan oleh Sigit Afiyanto, dalam bincang-bincangnya dengan Peduli di tempat kerjanya sekarang yaitu di Garden Cafe, Rumah Sakit Yasmin, Banyuwangi, Jatim.

Pria kelahiran 21 April 1983 asal Lumajang dan masih lajang ini adalah mantan TKI Singapura (akhir 2004), Thailand (pertengahan 2005) dan Malaysia (akhir 2005). Dia bekerja sebagai jurumasak alias koki. Bukan sembarang koki loh, sebab pangkatnya sudah chief alias kepala, kepala koki.

Pada mulanya ia bekerja ke luar negeri melalui PJTKI yang mencari koki melalui sekolahnya di SMK jurusan Tataboga. Ketika sudah di luar negri ia juga tidak langsung jadi koki. Selama sekitar dua bulan ia harus bekerja sebagai tukang cuci piring dan tukang buang sampah, di restoran Singapura. Setelah memasuki bulan ketiga baru mendapat kesempatan mengikuti tes untuk memasak masakan Indonesia. Ini yang kemudian mengantarkannya menjadi koki. Tetapi, karena di restoran tersebut dia bekerja selama 12 jam sehari tanpa istirahat dan hanya dapat libur sebulan sekali, Sigit lalu memutuskan pulang ke Indonesia.

Tak berapa lama kemudian dia berangkat ke luar negeri lagi. Kali ini ke Thailand dan langsung jadi koki. Setelah bekerja selama 3 bulan, dia memutuskan untuk pulang dan berangkat lagi ke restoran di Malaysia, Kuala Lumpur. Juga selama 3 bulan. Kemudian bekerja di hotel Sahid Surabaya selama 3 bulan. Lalu di hotel Melati Surabaya selama 2 tahun dan di Catering Ratna Boga Surabaya selama 6 bulan. Dia di sana bertanggung jawab dari servis, koki, hingga belanja.

’’Di Luar negeri kok kamu suka dengan "tiga bulan " sih?’’

’’Saya bekerja di sana untuk belajar, setelah saya mendapatkan apa yang saya cari, saya pulang.’’ katanya.

Sigit Afiyanto bekerja sebagai tulang punggung keluarganya. Dia mempunyai adik yang tinggal bersama ayah dan ibunya di Lumajang. Sigit sejak kecil sangat rajin membantu ibunya berjualan kue, sementara ayahnya sebagai satpam sampai sekarang.

’’Dulu saya sekeluarga serba kekurangan, pernah saya disuruh ibu menggadaikan sebuah radio butut ketika saya masih kecil,’’ ujarnya mengenang masa-masa sulit.

Sigit baru 2 minggu bergabung di Garden Cafe melalui kenalannya yang seorang konsultan di tempat dia bekerja di Surabaya dulu. Dia merasa senang bekerja di sana dan mudah sekali beradaptasi. Sehingga baru 2 minggu bekerja dia sudah kenal banyak orang, dari atasan sampai tukang parkir.

Oh, ya, Sigit mengaku punya banyak kenalan TKI di Hong Kong. Di antaranya, yang disebut Sigit, aktivis Eny Yuniar.

’’Apa rencana atau keinginan Anda?’’

’’Saya ingin menjadi bisnis owner di bidang restoran. Saya suka sekali membaca buku-buku bisnis,’’ jawabnya. [EKI]

0 komentar: