This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 24 November 2013

”Semoga Pemerintah segera (lebih) Melek”


Di kalangan BMI-HK begitu banyak grup/komunitas/organisasi, baik yang berbasis online (lebih banyak melakukan interaksi melalui telepon dan/atau internet) maupun offline (lebih banyak berinteraksi dalam pertemuan langsung). Tentu ini kabar yang baik. Komunitas/organisasi adalah sejenis wadah tempat para anggotanya berinteraksi, menggalang solidaritas, saling asah dan saling asuh dalam suasana kekeluargaan yang penuh cinta-kasih. Sementara itu, di tanah air juga ada banyak komunitas yang beranggotakan buruh/mantan buruh, dengan pembidangan yang beraneka-macam. Ada yang mengkhususkan bidang advokasi, ada yang memusatkan perhatian dan kegiatan-kegiatannya pada pemberdayaan ekonomi, seni, kerajinan, pertanian termasuk di dalamnya perikanan dan peternakan, dan lain-lain.

Oleh kerena itu, seharusnya tidak muncul dari mantan perantau yang setelah berbilang bulan menetap kembali di kampung halaman keluhan bahwa mereka kesepian. Tetapi, faktanya keluhan demikian sering terdengar. Sosok yang jika hari libur bergerak nyaris bak gangsing saking banyaknya kegiatan diikuti sewaktu di HK, baik yang berorientasi sosial, rekreasi, maupun berorientasi keuntungan finansial, mendadak merasa bagaikan kepompong di kampung halaman sendiri. Syukur jika segera mendapatkan sayap dan semakin tinggi mobilitas dan jangkauannya. Jika berangsur membeku? Itulah gawatnya.

Pengalaman berorganisasi/berkomunitas di perantauan akan menjadi lebih bermakna jika kemudian dikembangkan di kampung halaman. Bisa tetap berkomunitas dengan sesama mantan pekerja migran, bisa pula merekrut teman-teman di kampung yang memiliki ketertarikan/minat pada bidang yang sama. Kata-kata yang dapat dipedomani dalam hal ini adalah: ”Sesuatu yang susah atau bahkan nyaris mustahil diraih sendirian akan dengan mudah diraih bersama-sama.”


Perihal Komunitas

Tadi sudah disebut betapa banyak grup/komunitas/organisasi yang ada dikalangan BMI-HK. Tidak perlu disebut namanya karena akan tidak adil hanya menyebut satu-dua. Bahkan, di dalam satu bidang, sebutlah bidang seni-kerajinan misalnya, ada beberapa grup Facebook-nya. Demikian pula di bidang seni-pentas, bahkan, kalau dipersempit lagi bidangnya, misalnya menjadi seni-tari, kita masih akan menemukan ’banyak’ grup/komunitas.

Sejauh saling terjadi interaksi positif antarkomunitas, tentu semakin banyak jumlah grup itu semakin baik. Namun, akan semakin baik lagi jika dibentuk forum atau semacam wadah besar yang menaungi semua grup yang sama bidang garap atau wilayahnya.

Masing-masing grup tentu dibentuk dengan latar-belakang, visi, serta misi masing-masing. Namun, jika bidang garapnya sama, misalnya sama-sama di wilayah seni tari, atau seni kerajinan, pasti ada bagian yang dapat digunakan sebagai pilar untuk mempertemukan mereka. Dan bertumpu pada pilar itulah gerakan bersama bisa semakin bertenaga, suara bersama bisa semakin keras, dan doa bersama semakin besar peluang untuk terkabulkan.

Sebuah komunitas terbentuk/dibentuk untuk satu atau beberapa tujuan. Kemungkinannya antara lain: mempererat persaudaraan antarindividu/perorangan yang memiliki ketertarikan/minat/profesi di bidang yang sama, membangun solidaritas, dan memperluas jejaring komunikasi. Semakin besar sebuah komunitas/organisasi, semakin banyak anggotanya, semakin besar pula kekuatannya, posisi tawarnya.

Dalam konteks ini, andai saja ada kemauan untuk mempersatukan grup/komunitas yang tampaknya kini masih terlepas satu saama lain itu artinya adalah: sebuah kekuatan berlipat potensial didapat dari penyatuan itu. Kekuatan itu akan makin nyata jika sudah terbangun sistem yang bagus, ada komunitas/organisasi resmi yang kokoh (memiliki akta notaris), kemudian ada interaksi/komunikasi secara institusional lintas-komunitas yang memungkinkan dijalinnya kerja sama yang baik, termasuk dengan lembaga-lembaga di pemerintahan.

Komunitas dan Pemerintah

Kegiatan BMI yang masih di luar negri atau yang sudah kembali ke kampung halaman dan merintis usaha/bisnis sendiri patut mendapatkan apresiasi lebih. Sudah banyak contoh yang terbukti mampu membalik keadaan dari sebagai pencari kerja menjadi pemberi kerja. Dengan demikian, yang bersangkutan tidak hanya mengentaskan dirinyaa, melainkan juga mengentaskan banyak orang di sekitarnya. Komunitas-komunitas itu, baik yang bergerak di bidang literasi, melek baca, dan bahkan menulis, maupun yang bergerak di bidang produksi (makanan, kerajinan, busana, dll.) pasti sangatlah besar andilnya dalam mendukung gerakan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah. Tanpa menguranagi rasa hormat pada upaya-upaya pemerintah, malahan sering terlihat apa yang dilakukan oleh BMI sendiri lebih bermakna daripada program top-down versi pemerintah.

Dalam konteks seperti itu sesungguhnya pemerintah mesti melihat dan merangkul kegiatan positif para BMI terutama yang terwadahi dalam aneka komunitas itu. Komunitas-komunitas di kalangan BMI itu sungguh berjasa dalam hal pemberdayaan searah dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah.

Interaksi lintas organisasi termasuk dengan lembaga pemerintah dapat dibangun dengan lebih baik oleh komunitas-komunitas terdaftar secara ’resmi’ (berakta notaris). Komunitas-komunitas yang sudah terdaftar secara resmi juga memiliki peluang untuk mengaakses berbagai macam bantuan dalam bentuk jasa, barang, maupun uang segar dari pemerintah.

Berbicara tentang Indonesia tentu tidaklah lengkap sebelum menyebut keberadaan BMI (pemerintah menyebutnya sebagai: TKI Luar Negri) yang pada semester pertama 2013 ini telah mengirim remiten ke tanahair sebesar Rp36,89 triliyun! Jangan dikira sumbangan mereka hanya berbentuk uang segar. Selain itu, mereka juga mengurangi beban berat di pundak pemerintaha berupa kewajiban menyediakan lapangan kerja di dalam negri. Oleh karenanya, pemerintah bisa dipandang sebagai ’durhaka’ terhadap sang pemilik sejati kekuasaan alias rakyatnya jika tidak bersikap apresiatif dan mendukung segenap upaya positif yang dilakukan para BMI.

Lebih ’durhaka’ lagi jika setelah tak mau memandang dengan serius upaya-upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh para BMI itu lalu pemerintah lebih suka membelanjakan uang negara untuk proyek-proyek pencitraan, termasuk berbelanja iklan (melalui media cetak maupun elektronik, melalui pemasangan baliho, selebaran, termasuk temu sosialisasi, dan lain-lain), dan untuk mengimpor TKA (tenaga kerja asing) dengan gaji yang tinggi untuk pekerjaan-pekerjaan yang sesungguhnya dapat dilakukan oleh anak bangsa sendiri. Lebih lucu lagi, mengimpor dan menggaji tinggi orang asing untuk bermain(-main) sepakbola di Indonesia!


Peranan Komunitas

Warga Negara itu memiliki tabungan yang dibayarkan antara lain melalui pajak, dan asset berupa kekayaan alam yang dikelola oleh pemerintah untuk (seharusnya) kesejahteraan bersama. Pemerintah memanfaatkan dana itu berdasarkan APBN/APBD yang dibuat setiap tahun. Selain proyek/program yang dibuat oleh pemerintah, masyarakat juga memiliki hak untuk memanfaatkan dana negara itu untuk kegiatan-kegiatan kolektif maupun perorangan yang kontributif terhadap program-program pemerintah di berbagai bidang. Di sinilah terbuka peluang sangat lebar bagi komunitas/organisasi masyarakat (yang berakta notaris) untuk ikut memanfaatkan dana ”tabungan bersama” itu melalui mekanisme yang sudah diatur: mengajukan proposal melalui dinas terkait.

Bukan hanya dana segar (cash money) yang berhak diminta masyarakat dari pemerintah, melainkan juga bantuan berupa barang (misal: mesin/alat produksi, bibit tanaman/hewan ternak, buku, dll.), materi pelatihan, dan lain-lain.

Masyarakat juga memiliki semacam ”tabungan bersama” di dalam perusahaan-perusahaan besar, badan usaha milik swasta maupun pemerintah. Mereka biasanya menyalurkan/membayarkan/mengembalikan ”tabungan bersama” itu ke masyarakat melalui apa yang dikenal dengan CSR (corporate social responsibility). Semakin besar KOMUNITAS (semakin banyak jumlah anggotanya), semakin rapi tata-kelolanya, semakin eksis (padat dan berkualitas agenda kegiatannya) semakin besar pula kekuatannya untuk menarik serta ikut mengelola ”tabungan bersama” itu.” [Bonari Nabonenar]

Banjir Bandang yang Membawa Berkah

Abdul Rosyid, Produsen Alat Dapur
Di balik kesulitan itu sebenarnya ada kemudahan. Setelah usahanya ludes terbawa banjir bandang 2006 silam, kini usaha bapak 2 anak ini justru makin berkibar.
Banjir bandang yang melanda Jember di tahun 2006 silam itu memporakporandakan beberapa kecamatan. Tak hanya korban nyawa dan harta benda saja, Jember yang dikenal sebagai sentranya industri perabotan dapur itu, ketika banjir melanda membuat para korbannya kehilangan mata pencahariannya pula.

”Sebelum banjir home industry semacam saya ini ada 58 perajin. Gara-gara kebanjiran jadi vakum semua. Habis semua waktu itu. Banjir terjadi karena hutan gundul. Rumah-rumah banyak yang terkena longsoran. Rumah yang saya tempati selamat dari longsoran, hanya berjarak 500 meter saja dari longsoran tapi tempat produksi saya yang kena. Jadi rumah saya saat itu dipakai mengungsi orang-orang yang kehilangan rumahnya tadi. Ada 29 orang yang tinggal di rumah saya. Mereka tinggal selama 21 hari. Karena mereka pengungsi ya otomatis saya yang menanggung kehidupan mereka selama 21 hari itu,” jelas Abdul Rosyid berkisah.

Karena industri perabotan dapur ini merupakan salah satu andalan dari kabupaten Jember maka pemerintah setempat berupaya keras untuk membangun kembali usaha ini pasca banjir saat itu. Jumlah perajin yang semula sebanyak 58 itu, hanya tersisa 3 perajin saja.

”Kami mulai dari 0 lagi. Kan para perajin sudah pada kabur entah kemana. Karena barang-barang mereka banyak yang hilang. Yang tersisa cuma 3 orang aja. Waktu itu saya bermodalkan uang 400 ribu mulai membuka usaha ini lagi. Itu sampai modalnya kita mintakan ke sales gitu, saya bilang lagi butuh modal nanti barangnya dikirim kalau situasi sudah kondusif dan jembatan telah dibangun. Uang 400 ribu itu untuk beli bahan aja. Kadang saya kayak pengepul, kalau saya butuh barang, barang punya teman saya pinjam dulu, nanti kalau sudah laku saya bayar,” imbuhnya.

Berkah Banjir

Dinas Koperasi dan UMKM Jember kala itu langsung turun tangan membantu mempromosikan binaannya ini agar sentra perabotan dapur ini bisa bangkit kembali seperti sebelum banjir bandang terjadi. Sebagai langkah awalnya, Rosyid kerapkali diikutkan pameran di berbagai tempat, hingga dari ajang itu, suami dari Fenti Kusuma ini banyak mendapatkan pesanan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.

”Saya merintis usaha ini sejak tahun 1994. Tapi, ya begitu itu, jatuh bangun. Susah sekali untuk gol, maksud saya nggak bisa berkembang. Semua usaha sendiri karena perhatian dari pemerintah nggak ada. Setelah kebanjiran itu jadi dikenal sama dinas koperasi. Kami dibantu pemasarannya. Dulu kami pemasarannya istilahnya jemput bola, door to door gitu sebelum banjir. Datang ke kantor-kantor PKK begitu untuk menawarkan produk. Tapi, setelah banjir kami dapat pembinaan, dan hampir seluruh Indonesia sudah saya ikuti pamerannya, jadi permintaan pun berdatangan dari berbagai daerah itu,”ungkapnya.

Kini omzet usaha ayah dari Wafa Prasetia dan Ibnu Affa ini dalam sebulan bisa mencapai 200 juta. Tak hanya itu, pemilik dari UD Sejahtera tersebut mengaku kalau bisnis ini sepi dari persaingan.

”Nggak ada cara untuk mengatasi persaingan. Yang ada kita malah kekurangan barang. Masalah persaingan itu nggak ada. Yang nggak ada kita itu malah kekurangan tenaga kerjanya. Ini semua manual. Nggak ada mesin khusus untuk membuatnya. Tenaga kerjanya juga bukan anak STM. Semuanya bisa dibilang otodidak. Misalnya saya ingin buat oven, ya saya ngajari tenaga kerja saya caranya membuat oven itu. Dari nol puthul malah ngajari mereka ini,” lanjutnya.

Sementara itu untuk bahan baku aluminumnya, ia mengaku mendapatkannya di Surabaya. Pria kelahiran Jember 16 Januari 1975 ini mengaku untuk ide desain bentuk dari produk-produknya itu selain berasal dari imajinasinya, juga banyak ia dapatkan dari permintaan konsumennya.
”Kalau soal desain barang kadang dari imajinasi saya sendiri, kadang juga dari pembeli. Kan pembeli itu suka juga minta dibuatkan barang yang bentuknya begini begitu. Ya coba kita buatkan sesuai permintaannya itu,” katanya.

Ditembak

Ia pun mengaku tak mempermasalahkan kalau desain produk miliknya itu pada akhirnya banyak ’ditembak’, alias ditiru produsen lain. Menurutnya keuntungan tidak ia dapatkan dari penjualan desain-desain baru produknya itu.

”Memangnya desain itu banyak ditiru orang. Nggak jadi masalah. Kita menangnya dari penjualan. Kita kejar omzet. Artinya kita sudah untung dari pembelian bahan baku. Kalau mereka beli secara eceran bahan bakunya, saya sudah beli partai. Meski harga jual barangnya sama tapi labanya tetap menang kita karena sudah beli secara partai tadi,” tambahnya.[niken anggraini]

Kamis, 31 Oktober 2013

Pasar Burung Online


Dalam beberapa bulan ini Peduli mengikuti geliat pasar (aktivitas penawaran-jual-beli) burung online, melalui beberapa grup Facebook yang dibuat secara khusus untuk area Malang Raya dan Surabaya. Khusus untuk area Malang Raya saja, secara sekilas bisa diperkirakan bahwa omzet jual-beli burung yang ditawarkan melalui media online ini bisa mencapai ratusan juta rupiah dalam sebulan. Di dalam media online ini penjual menawarkan dagangannya (burung) dengan menyertakan foto, kadang juga video, dan keterangan lengkap: usia, jenis kelamin, harga penawaran, lokasi, nomor telepon yang bisa dihubungi, dll. Para peminatnya lalu mengajukan tawaran melalui kolom komentar, kadang juga menanyakan informasi yang belum disampaikan. Ketika ada kecocokan harga, lalu disepakati untuk makukan transaksi dengan cara transfer agar kemudian barang dikirim melalui perusahaan jasa pengiriman, atau COD (cash on delivery) yakni pembayaran dilakukan dalam pertemuan penjual dengan pembeli di tempat yang disepakati, dan yang lebih sering tampaknya adalah yang dikenal dengan singkatan PCB (pantau, cocok, bayar). PCB berarti calon pembeli mengunjungi kandang penangkaran pihak penjual, mengamati burung yang hendak dibeli, dan jika terjadi kecocokan baru dilakukan pembayaran/transaksi.

Pasar burung online ini serta-merta membuka persepsi kita akan keluasan pasar, dan menyadarkan kita bahwa walaupun tidak termasuk kebutuhan pokok, burung merupakan komoditas yang sangat menjanjikan. Di pasar burung ini bukan hanya para penangkar dan penghobi (yang memelihara burung hanya untuk menikmati suara/kicaunya) melainkan juga terlibat para distributor/pengepul, dan blantik kecil yang membeli burung dari para tetangganya atau relasi yang sudah lama dibangun, atau juga dari para penjual online dalam jumlah hanya beberapa ekor, kemudian segera menjualnya ketika sedikit keuntungan diperoleh.

Para penyedia jasa pengiriman makhluk hidup (baca: hewan peliharaan) pun terlibat di pasar online ini sebagai pihak pengantar komoditas (dari penjual ke pembeli yang tidak melakukan pertemuan langsung karena terhalang jarak yang jauh).

Bagi para penangkar, terbukanya pasar online ini sungguh merupakan kabar baik. Mereka yang biasanya gagap ketika harus berhadapan langsung dengan pihak lain untuk menawarkan barang dagangan, kini tak perlu lagi grogi, sebab –bahkan—kita bisa membuat akun dengan nama lain untuk berperan sebagai penjual. Dengan catatan, nomor telepon dan alamat kita harus asli ketika dibutuhkan, dan kejujuran, seperti halnya di tempat lain, adalah taruhan utama di pasar online ini.

”Niatingsun (baca: saya berniat) dan sudah memulai beternak burung sekarang, karena saya tahu bahwa saya akan dapat menjual hasil penangkaran saya nanti dengan sangat mudah,” ujar seorang kawan. Ada pula lho, penangkar burung kenari di kawasan Malang Raya yang dapat suntikan modal tambahan dari istrinya yang bekerja Hong Kong. Nah!*

Sabtu, 28 September 2013

Fokus dalam Berusaha

Kualitas hasil sebuah tindakan yang kita lakukan antara lain ditentukan oleh seberapa kita fokus dalam melakukan atau mengupayakannya. Fokus itu artinya pusat, titik pusat yang dibidik, dituju, disasar. Fokus dalam bertindak atau berusaha artinya kita menyurahkan segenap perhatian dan segala sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang sudah kita tetapkan. Banyak orang memaknai ”fokus dalam berusaha” sebagai hanya melakukan satu tindakan, satu jenis usaha, untuk mengindari konsentrasi terbagi dan tujuan menjadi semakin sulit tercapai. Itu bisa benar, bisa pula salah! Ketika kita sudah dapat menilainya sebagai bisa benar atau bisa salah, pertimbangan-pertimbangannya bukan semata-mata makna kata secara harfiah. Mari kita lakukan uji awal dengan pertanyaan sederhana sambil mengupulkan rekaman pengetahuan kita mengenai fakta-fakta pendukung di sekeliling. Siapakah yang lebih atau paling berpotensi mencapai kesuksesan dalam usaha toko, mereka yang tokonya menjual hanya satu jenis barang atau yang menjual bermacam-macam barang? Yang hanya memiliki usaha toko atau memiliki jenis usaha lain, misalnya jasa transportasi, atau usaha produksi barang? Semua memiliki potensi yang sama untuk mencapai sukses bukan?

Begitu pun di dalam pertanian, kita mengenal pola tanam tumpangsari, beraneka jenis tanaman ditanam di lahan yang sama pada waktu yang relatif bersamaan. Jika benar pemilihan jenis-jenis tanamannya, pola tumpangsari itu sudah terbukti mendatangkan lebih banyak hasil/keuntungan. Seperti usaha toko yang dikerjakan seiring usaha produksi barang dan jasa angkutan tadi, itu juga potensial mendatangkan lebih banyak keuntungan sekaligus menjamin kelancaran seluruh usaha itu. Hasil produksi bisa segera didistribusikan dengan angkutan/transportasi yang selalu siap. Ada pula toko sendiri yang menjadi tempat penjualan langsung. Variasi jenis usaha ayang demikian tidak berpotensi mengurangi konsentrasi, malahan menjanjikan keuntungan lebih.

Persoalan modal mungkin muncul jika sekian jenis usaha dirintis bersamaan. Tetapi, bagi pemula yang bermodal tipis, perencanaan bisa dibuat bertahap.

Yang sering membuyarkan konsentrasi sesungguhnya bukanlah variasi jenis usaha yang tumbuh secara alamiah dari dalam, sesuai kebutuhan, tuntutan permintaan (pasar/client), dan ketersediaan modal. Yang benar-benar bisa menjadi ancaman konsentrasi dan membuat pelaku usaha tidak fokus biasanya adalah faktor eksternal (luar) berupa ketergiuran melihat pelaku usaha lain mengeruk keuntungan dengan cepat dalam bisnisnya yang tidak ada hubungannya dengan bisnis yang sudah dirintis. Apalagi, pepatah bilang, ”Baju yang cocok dikenakan seseorang belum tentu cocok ketika orang lain yang mengenakannya.”[p]

Jumat, 26 Juli 2013

peluang bisnis di penangkaran burung

Kini burung telah menjadi hewan kesayangan baik di desa-desa maupun di kota-kota. Memelihara burung bukan lagi hanya jadi klangenan (baca: kesukaan) para pensiunan untuk mengisi waktu luang sambil menikmati hari tua, melainkan juga jadi semacam gaya hidup. Keberadaan burung sebagai hewan piaraan juga memebuka banyak peluang usaha penyedia pakan (pabrikan maupun industry rumahan), pembudidayaan hewan pakan semisal jangkrik, ulat, dan lain-lain, pembuatan sangkar, dan tak ketinggalan pula peluang usaha jasa pengiriman hewan piaraan.

Jika dahulu, mula-mula para penghobi burung hanya/lebih banyak mengandalkan burung tangkapan dari alam liar, kini hampir semua jenis burung berhasil dibudidayakan, ditangkarkan, bahkan di kota-kota besar. Malang, misalnya, sejak lama dikenal sebagai kota penghasil burung kenari. Para pengepul/distributor kenari di Solo, Yogyakarta, bahkan Jakarta, banyak yang kulakan burung kenari ke Malang. Tetapi, lambat-laun peta penangkaran kenari pun berubah. Walau Malang masih dikenal sebagai penghasil burung kenari, kota-kota lain seperti Solo, Yogyakarta, dan bahkan Jakarta pun mulai menampakkan geliatnya di bisnis penangkaran burung mungil bersuara dering melengking ini.

Burung kenari banyak sekali jenisnya. Harganya pun berfariasi, dari kelas Rp100 ribu/ekor hingga jutaan rupiah. Coba, jika setahun bisa empat kali berproduksi (menetaskan telurnya) dengan 3 – 5 anak setiap kali produksi, berapa keuntungan dapat dikeruk? Ingat, pakan burung kenari adalah biji-bijian dan sayuran yang tidak mahal harganya. Dengan badan semungil itu, dapat dipastikan burung ini tidak mahal di pakan-nya.

Ada lagi burung gould amadin (baca: halaman 12 – 17) yang seperti halnya kenari, sama-sama mungil posturnya. Dan yang hinggga kini tak pernah sepi peminat adalah si paruh bengkok: lovebird.

Perkembangan media jejaring sosial seperti Facebook juga mendorong perkembangan penangkaran dan pemasaran berbagai jenis burung (sebenarnya juga termasuk banyak jenis hewan piaraan lainnya). Hampir setiap kota/kabupaten memiliki grup penggemar, penangkar, dan jual-beli-nya. Maka, jika kita memiliki kelemahan di bidang pemasaran produk, tinggal buka saja akun Facebook, unggah dan tawarkan burung hasil penangkaran kita yang hendak kita jual melalui grup jual-beli-nya, dan peminat akan datang ke tempat yang disepakati untuk bertransaksi. Jika kita sudah punya nama, para pembeli dari berbagai kota akan menaruh kepercayaan dan melakukan pembelian jarak jauh. Mereka mentransfer sejumlah uang, lalu burung kita kirim melalui layanan jasa pengiriman binatang/hewan piaraan.

Sungguh, memulai bisnis di penangkaran burung tidak memerlukan biaya besar. Syarat utama yang tidak bisa ditawar-tawar adalah: dapat dengan senang hati melakukannya, memiliki jiwa pengasih terhadap hewan yang dipelihara/ditangkarkan. Masihkah anda tidak juga tertarik? Atau sudah memulai, bahkan sudah menikmati keberhasilan? Selamat! Dan kepada para muslimin/muslimat pembaca majalah ini: Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir-batin.[bn]

Minggu, 19 Mei 2013

Sentuhan yang Melipatgandakan Nilai


Tak selamanya kerutan di bahan kain membuat kain itu jadi tak sedap dipandang mata lagi. Dengan sedikit kreativitas seni, aksi kerutan itu malah bisa mempercantik sebuah penampilan. Alhasil nilai jual barang pun jadi meningkat dengan adanya sentuhan aksi kerut-kerutan ini.

Perhatikan aneka benda buatan istri dari bapak Suparno ini. Tas, bantal, rok dan taplak meja jadi terlihat menarik dengan aksen kerutan atau yang kita kenal dengan nama smok itu. Pada era tahun 60-an smok begitu populer. Kerutan yang timbul akibat teknik jahit ini sekarang mulai dikembangkan lagi untuk produk-produk peralatan rumah tangga seperti tutup galon, taplak lemari es, kerudung televisi, bed cover, tas wanita dan masih banyak lagi.

Dijumpai Peduli di salah satu cara pelatihan, ibu 4 anak ini terlihat begitu bersemangat memberi motivasi kepada para peserta pelatihan untuk mengusai teknik jahit yang satu ini.

”Membuat smok ini memerlukan kesabaran dan keterampilan khusus jadi kalau sudah jadi barang harga jualnya bisa mahal. Karena ini merupakan benda seni yang punya keunikan sendiri. Jadi punya pasar menengah ke atas,” ujar perempuan kelahiran Jombang 16 Mei 1952 ini.

Tak hanya smok yang dihasilkan oleh ibu dari Eko Adi Kurniawan, Djoko Kuswanto, Wahyu Teguh Ariyanto dan Yudha Prastyo Utomo ini. Melalui CV-nya Nena-Namo, perempuan 5 orang cucu ini menghasilkan aneka produk kerajinan lainnya.

”Produk saya lainnya berupa kain blacu yang saya lukis. Saya bawa ke pameran. Lukis kain ini medianya macem-macem, bisa di tas, bukan kerudung aja karena sekarang ini baju dan jilbab yang dilukis sudah banyak, jadi saya ngambil lahan yang lainnya. Saya melukis di media produk souvenir, kotak kaca, kotak tisu, tudung saji, sarung bantal atau mukena,” ungkap peraih Juara III Wirausahawan Perempuan Jatim 2011 Dinkop Provinsi Jatim ini menjelaskan.

Kiat

Bila kebanyakan orang mengikuti tren dalam menciptakan suatu produk maka tidak demikian dengan Juara III UKM Award Jatim 2012 Semen Gresik ini. Agar produknya tidak pasaran ia sengaja membuat sesuatu yang berbeda dan berusaha mempertahankan keberbedaan itu agar konsumen mencarinya karena perbedaan itu.

Di rumahnya yang berada di Jalan Kedung Sari no 21 C Surabaya itu ia terus berinovasi. Salah satunya dengan memanfaatkan karung goni yang biasa dipakai untuk tempat beras dan gula pasir itu menjadi barang bercitarasa seni.

”Karung goni itu saya jadikan tas jinjing, tas laptop ataupun box-box kecil untuk peralatan rias itu. Produk saya paling murah harga Rp5 ribu untuk sarung ponsel, dan paling mahal Rp1 juta untuk bed cover dari kain katun yang saya lukis satu set dari bantal, guling, hingga seprainya. Saya nggak ikutan tren karena saya mau menciptakan gaya sendiri. Soalnya tren kan musim-musiman, jadi saya ingin punya ciri khas yang berbeda dari yang ada di pasaran. Makanya saya pertahanankan itu,” imbuhnya.

Terampil berkreasi seni ini konon berawal dari niatan nominator Pengentasan Kemiskinan Dinas Kota Surabaya tahun 2010 ini yang ingin membantu perekonomian keluarganya. Sebagai istri dari seorang marinir dengan 4 orang anak tentunya ia ingin agar semua kebutuhan keluarga bisa terpenuhi tanpa sepenuhnya bergantung dari gaji suaminya.

”Saya ini awalnya ibu rumah tangga biasa. Suami ABRI sering tugas kemana-mana. Gaji kan pas-pasan, dari situ saya berinisiatif untuk bisa memenuhi kebutuhan anak-anak. Bagaimana anak-anak jangan sampai minta buku dan kebutuhan sekolahnya nunggu gajian dari bapaknya dulu. Saya ingin untuk segala kebutuhan sekolah mereka, saya selalu ada dananya. Saya memang bisa menjahit sejak dulu. Tapi nggak pernah membuka jahitan. Saya ngambil yang konveksi. Lama-lama bosan karena gajinya kecil. Akhirnya ngambil yang dari butik yang 1 bajunya bisa sampai 15 ribu-20 ribu. Jadi dalam semingu bisa dapat banyak pemasukan,” katanya berkisah.

Dari keahliannya menjahit itulah ia akhirnya ditahun 1998 silam diangkat sebagai Ketua Pokja 2 PKK di kelurahan tempat tinggalnya. Selaku ketua kelompok yang membawahi 20 orang ia merasa punya tanggung jawab moral untuk mengembangkan diri agar lebih banyak lagi ibu-ibu rumah tangga yang bisa berpenghasilan sendiri meski tetap berada di rumah. Dari kegigihannya melatih ibu-ibu itu serta ketekunannya mengembangkan keahliannya itulah yang lama-lama membuatnya di kenal oleh orang dari dinas-dinas terkait.

”Karena tetap eksis itulah saya dikenal sama dinas. Waktu itu saya dapat stimulan dari dinas, saya diajak ikut pameran ke sana-kemari sambil terus membuat inovasi terus dalam produk-produk saya. Tahun 2003 menantu saya yang dosen di UPN itu mengajak saya untuk membuat produk dari kain blacu yang di lukis. Hasil itu yang membuat saya akhirnya lebih di kenal orang lagi,” tuturnya menutup perbincangan.[niken anggraini]

Komunitas Pekerja Migran di Hong Kong

Belajar Gratis di Shiny Creative


BMI Hong Kong sepertinya tidak pernah lelah untuk terus berkarya dan berinovasi sesuai bidangnya masing-masing. Ini sudah terbukti dengan banyaknya organisasi atau komunitas. Saat ini muncul lagi sebuah komunitas yang di prakarsai oleh beberapa BMI yang tergabung di kelas jarak jauh Universitas Ciputra, atau yang lebih dikenal dengan sebutan UCDE (Universitas Ciputra Distance Education). Mereka memberi nama grup-nya Shiny Creative.


Saat ini Shiny Creative mempunyai anggota tetap sekitar 25 orang, dan mereka bebas berkegiatan apa saja, tidak terikat dengan jadwal group. Kebebasan itulah yang membuat mereka terlihat kompak dan santai. ”Kami tidak mengikat dalam hal keanggotaan, juga dalam hal berkegiatan. Karena dengan memberi mereka kebebasan, bisa membuat mereka leluasa dalam berkarya dan menuangkan ide-ide baru," ujar Ketua Shiny Creative, Anik Hernawati.

Selain belajar ketrampilan dan komputer, di Shiny Creative kita juga bisa belajar tentang perawatan kulit wajah (facial), atau mencoba ber-facial agar kulit muka terlihat segar dan alami.

Karena lokasi ngumpul mereka yang tidak tetap,kadang di Causewaybay, kadang di Saiwanho maka kalau ada group lain yang ingin belajar bersama, mereka bersedia diundang.

”Kami siap di undang untuk belajar bersama bagi teman-teman yang tinggalnya agak jauh dari Causeway Bay, mari kita gunakan waktu sebaik-baiknya untuk mencari tambahan ilmu," ajak Anik Hernawati.

Shiny Creative juga terbuka untuk BMI yang ingin belajar membuat akun di Facebook, nge-Blog, YouTube dan juga belajar untuk membuat/mendesain Olshop (toko online). Untuk belajar komputer ini mereka juga tidak memungut biaya alias gratis.

”Kami hanya ingin membagikan ilmu yang sudah kami dapat selama ini, dengan cara belajar bersama, berdiskusi bila ada yang belum diketahui," ujar Anik Hernawati.

Yang bertanggung jawab untuk kelas kerajinan di Shiny Creative ialah Artini, yang mengajarkan kerajinan tas anyam dari bahan tali kor. Artini juga bersedia membagi ilmunya dalam hal jahit-menjahit, bila ada yang berminat belajar menjahit. Untuk belajar tas anyam Artini tidak mematok harga. Bagi yang sudah punya bahan tali kor, bisa membawanya dan menemui Artini untuk belajar. Dan untuk yang belum punya bahan dan tidak tahu tempat membelinya, mka Artini pun siap untuk membantu membelikanya.

"Di sini saya murni ingin berbagi, sehingga saya tidak memungut biaya untuk teman-teman yang ingin belajar, yang berminat silakan datang dan saya siap berbagi ilmu," tutur Artini yang mulai mengajar ketrampilan tas anyam pada Mei 2012 ini.

Group ini di dirikan oleh 4 BMI yaitu Adhyma Rahardjo, Sinta, Artini, dan Anik Hernawati, November 2012 . Semula mereka hanya berkumpul untuk mengerjakan tugas jarak jauh tersebut, kemudian berinisiatif untuk menambah kegiatan seperti membuat kerajinan, dan juga membagikan ilmunya ke teman-teman yang lain.

”Karena setelah mengerjakan tugas kelas, kami masih punya banyak waktu luang ketika libur, dan kami ingin mengisinya dengan belajar ketrampilan, juga menerima bila ada teman-teman yang bertanya mengenai tugas di kelas jarak jauh UCDE, atau bertanya seputar menggunakan komputer," jelas Anik Hernawati, ketua Shiny Creative. [aqu]


MAU BERGABUNG?

Untuk belajar dan menambah pengetahuan memang tidak bisa di batasi tempat dan status, biarpun kita hanya pekerja migran di sektor rumah tangga, tidak ada salahnya bila kita memiliki ilmu setara dengan mereka yang mengenyam pendidikan lebih tinggi.

Bagi yang ingin bergabung dengan Shiny Creative bisa mengontak:
-Anik Hernawati, Telepon: 98576732, Facebook: Nick Manggo.
-Artinim Telepon: 63811407. Facebook: Ani Ninek.
Atau silakan gabung di group Facebook: Shiny Creative.

Sabtu, 02 Februari 2013

Sop Ikan Batam Nagoya di Surabaya

Indonesia yang merupakan negara maritim memang kaya akan ikan. Surabaya juga merupakan tempat yang menjanjikan untuk bisnis kuliner berbahan ikan. Ikan tidaklah sulit dicari di sini. Selain bisa diolah dengan bumbu penyet, ikan juga bisa dimasak dengan bumbu berkuah.




Masakan Jawa Timur memang identik dengan pedas dan asin. Sehingga bila ada masakan dengan citarasa seperti itu, maka bisa dipastikan jika orang Jawa Timur akan menyerbunya lantaran sesuai dengan lidah mereka.

Sop Ikan Batam Nagoya yang merupakan makanan khas dari Batam itu ketika merambah Surabaya juga diserbu warga Surabaya. Pengunjung resto ini tak hanya dari Surabaya saja, beberapa diantaranya malah ada yang datang dari Sidoarjo, Malang dan Gresik pula. Terkadang ada pula pengunjung yang datang dari Sulawesi ke tempat itu bila mereka sedang ada urusan di Surabaya. Pertimbangan dipilihnya Surabaya sebagai tempat pengembangan dari resto ini juga didasarkan karena Surabaya merupakan kota kedua terbesar setelah Jakarta, dimana perputaran roda ekonomi berjalan dengan cepat sehingga daya beli masyarakat juga ikut bergerak cepat pula.

Jadi dengan fakta yang sedemikian ini maka tinggal kreatif-kreatifnya seseorang saja dalam menciptakan menu yang digemari masyarakat. Jika selama ini ikan kebanyakan dimasak dengan penyetan sambal atau menjadi bahan untuk pembuatan kerupuk ataupun abon maka kali ini resto tersebut mencoba menyajikannya dalam bentuk berkuah sebagai alternatif pilihannya.

”Surabaya itu identik dengan makanan yang pedas, makanya kami juga menyediakan varian menu yang mendekati selera orang Jatim di resto Sop Ikan Batam ini. Selain Sop Ikan Batam, sebagai alternatif menu lainnya kami juga menyediakan Sop Kepala Kakap dan Gulai Ikan Kakap yang bercitarasa mendekati masakan Jatim,”ujar Anwar Hidayat selaku operational manager dari Sop Ikan Batam Nagoya kepada Peduli.

Kendati merupakan usaha waralaba, namun penggunaan ikan di resto ini tidak langsung didatangkan dari Batam lagi. Semuanya menggunakan ikan-ikan yang ada di Surabaya. Hanya bumbu saja yang secara khusus masih didatangkan dari Batam. Ini sengaja dilakukan untuk menjaga kesegaran dari ikan yang menjadi bahan baku dari masakan ini. Meski berbahan ikan namun masakan yang ada di resto ini tidak menimbulkan rasa amis. Dengan bumbu yang sengaja dirahasiakan saat ditanya Peduli tapi yang jelas bau amis yang ada di ikan tidak terasa dalam masakan di resto ini. Pengunjung yang datang pun terbilang lumayan banyak. Dalam sehari resto yang kini ada di Tunjungan Plaza Mall I lantai 5 ini bisa menjual 80-90 porsi Sop Kepala Ikan yang berbahan dari ikan tengiri itu. Soal harga jual juga terbilang ramah di kantong warga Surabaya. Sop Ikan Batam dijual dengan harga 20 ribu, Sop Kepala Kakap 25ribu, Gulai Kepala Kakap 45 ribu, Tomyam 25 ribu, dan Nasi Goreng Sea Food dijual dengan harga 18 ribu.

Untuk menjaga kualitas mutu bahan dan rasa, di resto ini masakan baru di masak ketika pengunjung datang memesan makanan. Sebelum disajikan ke pengunjung bagian quality control akan mencicipi dulu masakan tersebut sudah sesuai belum dengan stadarisasi rasa yang sudah diberikan oleh pemilik waralaba ini atau belum. Bila rasa masakan dirasakan kurang dari standar maka bagian quality control akan meminta memasak ulang menu yang di pesan tersebut.

Saat ditanya oleh Peduli bagaimana kiatnya untuk menyisati harga jual makanan agar pelanggan tak kabur ketika terjadi kenaikan harga bahan baku masakan yang terkadang fluktuatif tergantung pada keadaan, pria asal Bogor berumur 36 tahun ini mengatakan kalau nilai kenaikan bahan baku tidak berkelanjutan maka kenaikan harga jual tidak perlu dilakukan.

”Paling kalau harga BBM naik aja yang mau nggak mau terpaksa harga jual menu ikut naik. Buat kami kalau selama ada profit, itu harga jual nggak perlu naik. Kecuali kalau sudah chaos gitulah baru ambil action harga jual menu baru naik. Karena kami bahan bakunya ikan semua jadi di sini nggak mungkin memberlakukan subsidi silang. Jadi naik satu ya naik semua. Tapi kalau kenaikan harga bahan baku yang sifatnya cuma sementara aja dan tidak berkelanjutan ya kami nggak menaikan harga. Misalnya pas lebaran yang lalu, harga ikan tengiri yang biasanya 1 kg cuma 36 ribu tiba-tiba naik menjadi 50 ribu, karena kenaikan ini cuma sementara dan kami masih ada keuntungan jadi kami tidak menaikah harga jual. Karena kenaikannya cuma sementara aja. Habis itu harga ikan kembali normal lagi,”katanya membeberkan kiatnya.[niken anggraini]

Pekerjaan dan Hobi Jalan Terus

Menjadi pekerja sekaligus menjadi pelaku usaha UMKM ternyata bisa dilakoni oleh perempuan yang satu ini. Disamping masih aktif menjadi juru warta disebuah tabloid yang terbit di Surabaya, istri dari Achmad Setyoadi ini juga getol menjadi wirausahawan kecil-kecilan menyeriusi usaha yang berawal dari hobinya sejak dulu.

Tak selamanya menjadi pekerja dan pebisnis tak bisa dilakoni secara bersamaan. Hal ini dibuktikan perempuan kelahiran Surabaya, 2 Februari 1982 silam ini. Usai berkosentrasi menulis berita, ia bisa saja segera beralih berkosentrasi membuat bros cantik untuk mempermanis penampilan seorang muslimah.




Dimata Rere Nia Achmad, jarum, benang dan kain perca bisa mencuri perhatiannya ketika ia penat dengan pekerjaannya. Meski bukan penjahit, tapi wanita yang pernah menulis buku Kisah Klasik Penyandang Disabilitas yang digagas oleh Peduli Difabel ini juga mahir mengubah guntingan-guntingan kain perca yang ada menjadi bentuk bros yang cantik.

”Menurut saya ini kegiatan yang sederhana. Mendesain bros, dijahit sana-sini, bisa jadi semacam pelarian lelah saya ketika bosan dengan pekerjaan,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Rere ini kepada Peduli.

Ketika disinggung mengapa ia masih melakoni kegiatan mencari uang meski sudah memiliki penghasilan tetap tiap bulan, perempuan berzodiak Aquarius ini mengaku ingin mendapatkan tambahan penghasilan disamping mendapatkan penghasilan dari pekerjaan rutinnya sebagai kuli tinta saat ini.

”Saya pengen punya penghasilan tambahan tapi tidak menganggu pekerjaan rutin saya. Kan bisa jadi usaha untuk bekal hari tua,” imbuhnya.




Ide memulai usaha pembuat bros ini dimulai pada 19 September 2012 silam. Waktu itu ia ingin membuka bisnis online tanpa modal awal. Dia pun membangun butik virtual yang kala itu dikhususkan untuk menjual busana muslimah dan anak-anak melalui alamat blog di http://raniasuit.blogspot.com. Butik online itu diberi nama Rania yang memiliki arti cantik. Selain itu Rania juga merupakan kependekan dari namanya sendiri Radian R. Nia. Di butik ini, ia hanya menjadi perantara penjualan dari pemilik merek busana itu. Jika ada penjualan dari butiknya barulah ia mendapatkan keuntungannya.

Sayangnya perempuan yang juga terlibat dalam penulisan buku Entrepreneur Story hasil kompetisi menulis di Es Teler 77 ini tidak memiliki keahlian dalam berniaga dan menawarkan barang-barang dagangannya. Beruntunglah ia punya sahabat yang membantunya. Dari sahabatnya yang bernama Agustina itulah Rere mengaku banyak belajar berbinis. Mulailah ia menjadi reseller dari salah satu merek busana muslimah.

”Urusan penyediaan dan pengiriman barang dibantu oleh Mbak Tina (panggilan Agustina). Saya melayani customer yang order dan promo,” lanjut anak kedua dari tiga bersaudara.

Rupanya, blog Butik Online Rania mendapat respon positif. Butik ini banyak dikunjungi orang. Agar lebih bervariatif lagi barang-barang di butik onlinenya itu Rere pun menambah barang dagangannya dengan menjual bros-bros hasil karya teman-temannya. Lamban laun, Rere terpikir untuk memajang bros handmade-nya sendiri. Berbekal dari seringnya ia melihat cara membuat bros dari buku-buku dan berekperimen membuat bros sendiri maka munculah pemikiran untuk menjual bros buatannya itu. Dengan modal Rp 50.000 ia mulai kulakan bahan aneka kain untuk bahan membuat bros. Beruntung Rere memiliki ibu yang rajin mengumpulkan kain sisa dari menjahitkan baju. Ia juga memiliki seorang budhe yang bekerja sebagai penjahit, sehingga sisa kain perca bisa dihibahkan padanya. Dengan begitu biaya bahan untuk membuat bros lumayan tersedia.
”Jujur waktu itu saya nggak pede sama sekali menjual bros-bros buatan saya. Saya bukan orang yang expert membuat bros. Tapi justru teman saya membantu meyakinkan,”jelasnya.

Perempuan yang mengaku doyan makan bakso dan mie ayam ini tidak menyangka kalau bros-bros buatannya yang berbagai model itu akhirnya mendapat sambutan yang bagus dari khalayak. Dari waktu ke waktu grafik penjualan brosnya semakin naik. Agar pelanggan tak kecewa Rere pun berusaha memprioritaskan kualitas bros handmade-nya ketimbang kuantitas barang produksi. Bros-bros ini diberi label Rania sama dengan nama butiknya.

Selain berjualan secara online pemilik kulit sawo matang ini juga giat membawa bros-bros buatannya saat ia pengajian. Dari berjualan di pengajian ini juga rasa percaya diri Rere makin berkembang. Respon positif dari pembeli makin meyakinkannya kalau bros buatannya sangat diminati pasar. Ia pun gencar mengikuti sejumlah bazar yang ada di dalam dan luar kota. Bahkan hingga keluar pulau. Butik online dan bros handmade Rania juga menjadi sponsor acara. Aneka bros-bros cantik dari bahan kain kaos, katun, sifon dan flanel dipadu dengan kancing bikinannya ini dijual di mall, pusat perbelanjaan, toko souvenir dan busana yang ada di Surabaya dan Sidoarjo.

”Sebagai pemula didunia bisnis, ini adalah langkah kecil yang menyenangkan. Semua tidak lepas dari doa orang-orang baik di sekeliling saya, dan yang utama izin suami dan ridha Allah SWT,” ungkapnya.

Ketika ditanya soal harga jual, wanita yang belum dikaruniai keturunan ini menyebutkan harganya ramah dikantong. Murah tapi tidak murahan, begitu dia menegaskan. Pembelian grosir atau minimal 12 buah, harga terendah Rp 3000 perbuah.

”Saya sengaja melayani grosir karena ada beberapa pembeli yang ingin menjual kembali bros-bros Rania. Klik saja di facebook Rania Suit Suit atau blog-nya,” kata Rere setengah berpromosi.[niken anggraini/foto dok:pribadi]