Minggu, 20 September 2009

Bisnis Permak Jeans [1]

Gaji Karyawannya RP 2 juta per Bulan


Siapa yang tak kenal Doctor Jean’s? Permak Jeans yang berada di samping POM Bensin jalan Kertajaya, Surabaya ini memang perintis usaha yang kini menjamur ini. Sejak didirikan tahun 2000 silam, pemiliknya telah jatuh bangun untuk mempertahankan usahanya. Terakhir, usaha yang menghasilkan omzet rata-rata Rp 25 juta per bulan itu digusur Pemerintah Kota Surabaya. Bagaimana kisahnya?

Berawal dari nuraninya yang terusik, Dhany’s Hormansyah (45) pun banting stir memilih usaha lain. Padahal, pada 1999 ia bekerja pada sebuah pabrik jeans di Cihampelas, Bandung sebagai kepala produksi.

’’Tapi, karena saya disuruh ‘nembak’ barang-barang bermerek, maka saya keluar. Karena itu melanggar hak paten mereka,’’ ujar Dhany, panggilan akrabnya.

Sebelumnya, ia juga sempat berjualan sayur di Surabaya dan Jakarta selama enam bulan sebelum akhirnya memilih untuk membuka usaha permak jeans. Hanya bermodalkan dua mesin jahit yang dimilikinya plus uang Rp 150 ribu yang ia peroleh dari meminjam pada tukang kredit ia memulai usahanya. Lokasi yang ia pilih sebagai tempat mangkal pun berada tepat di pojok POM bensin jalan Kertajaya.

’’Karena saya dulu tinggal di Juwingan, gang dekat POM bensin itu. Jadi saya pikir, daripada jauh-jauh malah repot,’’sambung pria asal Kalimantan Selatan ini.

Doctor Jeans
Nama Doctor Jean’s sendiri terinspirasi dari teman sekolahnya saat bertemu di Jakarta sekitar Juni 2000. ’’Setelah sempat bicara tentang profesi temannya yang seorang dokter, teman saya itu kemudian bilang, kalau begitu kita sama-sama tukang jahit. Cuma saya tukang jahit manusia,’’ kelakarnya seraya tertawa.

Sejak itu, ia mulai tertarik memakai nama Doctor jeans. Meskipun, ia sempat ragu memasang nama itu sebagai trade mark. Rupanya, nama itulah yang akhirnya mempopulerkan usaha permak jeansnya yang kala itu memang belum pernah ada di kota Surabaya. Malah, banyak orang yang ingin mengikuti jejaknya dengan membuka usaha yang sama. Di sepanjang jalan Pucang hingga Ngagel Jaya Selatan pun kini tercatat ada 20 usaha sejenis.

Kehilangan Pelanggan
Meski demikian, ia tak ambil pusing. Ordernya terus mengalir deras. Dengan dibantu delapan orang karyawannya, omzet Dhany mencapai Rp 30 juta – 35 juta setiap bulan. Bahkan, saking banyaknya pelanggan, pada 2002 ia kerap menolak mereka. Ia tak menyadari bahwa, usahanya itu amat bergantung pada pelanggan. Tak heran, satu per satu pelanggannya mulai beralih ke tempat lain yang juga menawarkan jasa permak jeans.

’’Saya akui itu memang salah saya sendiri. Karena saking banyaknya pelanggan, saya sampai terlena. Padahal, kita besar karena konsumen,’’ akunya lirih.

Pada Juni 2003 omzet Dhany mengalami penurunan hingga 30 persen lantaran pelanggannya menurun drastis. Padahal, biasanya ia menerima 100 sampai 150 pelanggan setiap hari.

’’Disitulah saya mulai sadar dan mulai memberikan pelayanan sebaik mungkin agar mereka puas,’’ ungkapnya pada Majalah Peduli. Alhasil, ia lantas memperbaiki kualitas pelayanan dan menata manajemen keuangan usahanya yang masih berantakan.

Manajemen Keuangan
Guna memperbaiki pelayanan dan menata manajemen keuangannya, banyak buku yang Dhany pelajari. Mulai tren mode jeans dan seluk beluknya, buku-buku ekonomi, sampai teknologi mesin jahit terbaru.

Ia juga terus berupaya untuk mengganti mesinnya untuk perbaikan kualitas. Berbagai mesin canggih seperti mesin jahit dengan benang lima atau mesin untuk menjahit bahan kaos pun dia beli seharga Rp 20 juta –50 juta per mesin.

’’Saya berusaha untuk menurunkan level peralatan pabrik ini ke pedagang kaki lima supaya bisa semakin memuaskan pelanggan dan karyawan,’’ lanjutnya.

Ia bahkan berani membeli tanah seharga Rp 700 juta untuk memperluas usahanya. Sayang, ia tak jadi melakukannya lantaran terganjal tata ruang kota yang lokasinya masuk daftar pelebaran jalan. Padahal sebelumnya, lokasi awal usahanya di POM bensin Kertajaya telah digusur oleh petugas Pamong Pramaja kelurahan Gubeng Agusutus lalu.

’’Saya sudah kapok kena gusur. Gara-gara digusur kemarin empat orang karyawan saya lari dan tidak kembali. Dia pikir karena digusur maka rejekinya juga akan lari. Tapi untunglah rejekinya tidak ikut lari,’’ sahutnya.

Karena nama usahanya makin populer, ia pernah ditawari sebuah perusahaan garmen. ’’Tapi saya tidak mau karena dua alasan. Pertama ada kekhawatiran nanti kalau perusahaan mereka besar mereka bisa menendang saya karena merasa tidak dibutuhkan. Selain itu, kalau perusahaan macam itu kan tidak bisa menyentuh semua kalangan karena biayanya mahal,’’ lanjutnya panjang lebar.

Kini, selama hampir enam tahun pendiriannya, Dhanys memiliki tiga rumah di bilangan Pucang dan sebuah mobil. Ia juga memiliki sebuah cabang di Barata Jaya XVII Blok C No 14 hasil frenchaise dengan sistem setoran Rp 50 ribu per hari. Sedangkan modalnya berupa dua buah mesin jahit dan perlengkapan jahit senilai Rp 20 juta serta gedung senilai Rp 15 juta ditanggung oleh Dhany.

Sebuah cabangnya yang berada di Pucang Anom Timur 28 A kini menjadi pusat usahanya. Nantinya, Dhany sudah membayangkan pusat usahanya itu akan pindah di depan rumah kediamannya kini di kawasan Pucang. Malah, ia masih berniat untuk membuka sebuah cabang lagi di seputar Pucang.

’’Images Doctor Jean’s sudah melekat di kawasan ini. Jadi, saya salah kalau meninggalkan Pucang.’’ [NUY HARBIS]

1 komentar:

Aziz Fahmi Hidayat mengatakan...

Mas,
saya mau tanya kontak doctor jeans dong... Saya fahmi, reporter majalah info franchise indonesia. saya ingin meliput doctor jeans di rubrik Ide bisnis... Mohon bantuannya ya mas..
Terima kasih atas kerjasamanya, mudah-mudahan kita bisa terus kerjasama..
Salam kenal,

Fahmi
93 124 174 (esia)