Jumat, 18 September 2009

Semanggi Kartika Mak Limah

Dulu Menggendongnya Keliling Kampung
Kini Punya 15 Cabang Pujasera Kartika


Semanggi Surabaya
Lonthong balap Wonokromo…
[dan seterusnya]
Anda ingat tembang itu? Itulah lagu tentang makanan khas Surabaya. Tetapi, yang namanya semanggi, kini tak hanya bisa kita nikmati di Surabaya, tetapi sudah menyebar sampai pula ke Malang, Jawa Timur. Berkat kegigihan Mak Limah, yang bertekat akan setia berjualan semanggi sampai mati!

Tangan keriput tak menyurutkan wanita yang berusia lebih dari setengah abad ini untuk melestarikan masakan khas Surabaya: semanggi. Mak Limah --demikian wanita ini disapa-- sudah lebih dari 30 tahun berjualan semanggi. Dan ia bertekad akan berjualan semanggi sampai mati.

Semanggi Mak Limah, kini lebih dikenal sebagai Semanggi Kartika, karena keseharian nenek berputra lima ini berjualan Semanggi di Pujasera Kartika di kawasan Diponegoro, Surabaya.

Tak gampang membuat makanan rakyat ini bisa masuk kelas menengah atas. Mak Limah harus berjuang ekstra keras terlebih dahulu.

Diawali lebih dari 30 tahun lalu ketika Ibunda Mak Limah berjualan semanggi keliling kampung. Menginjak usia tua, Ibu Mak Limah pun ’pensiun’ dan mewariskan usahanya kepada putri kesayangannya.

Bedanya dengan ibundanya, Mak Limah memutuskan untuk tidak lagi berjualan keliling, melainkan hanya berjualan di depan rumahnya di kawasan Jl. Dempo 19 Surabaya.

Sekitar 20 tahun Mak Limah berjualan di depan rumahnya. Namanya menjadi sangat dikenal karena saat ini sudah jarang orang yang berjualan makanan tradisional semanggi.

’’Dari orang kampung sampai orang bermobil beli dagangan saya,’’ terang Mak Limah yang tak ingat betul modal awal ketika berjualan semanggi kali pertama.

’’Saya lupa, mungkin sekitar Rp 500,-. Kalau zaman sekarang ya sekitar Rp 20.000,- an,’’ tuturnya sambil mengenang, ketika ditanya berapa besar modal awal bisnisnya ini.

Semanggi khas Mak Limah memang mampu menggoyang lidah pelanggannya. Kulupan daun semanggi, dicampur dengan sayur kecambah, ditambah sambal ubi, adalah ciri khas semanggi Mak Limah. Ia biasa menambahkan krupuk puli dan lauk-pauk sesuai keinginan pembeli. Lauknya ada ote-ote, tempe menjes, dadar jagung, dan tahu goreng. Mak Limah menjual semanggi tanpa lauk dengan harga Rp 6.000 per porsi. Tambah lauk berarti kena tambahan Rp 500/lauk.

Sekitar 20 tahun lalu, seorang pengusaha pujasera yang telah lama menjadi pelanggannya meminta Mak Limah berjualan di tempatnya. Karena kondisi yang sudah beranjak tua, Mak Limah menyetujui ajakan pengusaha tersebut. Jadilah kemudian Mak Limah berjualan Semanggi di Pujasera Kartika dan kemudian populer dengan nama Semanggi Kartika.

Kini Semanggi Kartika Mak Limah telah berada di 15 cabang Pujasera Kartika yang ada di kota Surabaya dan Malang.

’’Sekarang jualan saya lebih gampang, hanya berjualan sesuai pesanan saja,’’ terang wanita yang mulai berkurang pendengarannya ini.

Turun-temurun
Dibantu anak dan cucunya, dalam sehari Mak Limah mampu menjual semanggi hingga 150 bungkus. Uniknya, dia tak menaikkan harga Semanggi yang dipatoknya. ’’Takut pelanggan lari,’’ demikian alasannya.

Ketika ditanya omzet per bulan, Mak Limah kebingungan. ’’Habis saya nggak pernah ngitung. Semua saya serahkan ke anak saya. Yah mungkin sekitar Rp 5-7 juta,’’ ungkapnya lugu, tapi secara tidak langsung mengatakan bahwa bisnisnya ini terjamin kelangsungannya karena generasi penerusnya sudah benar-benar siap.

Yang menjadi masalah saat ini adalah sulitnya mendapatkan bahan baku semanggi. Tanaman semanggi biasa hidup di persawahan, sementara areal persawahan di Surabaya sudah semakin berkurang. Tak jarang Mak Limah harus memesan semanggi sampai ke Malang. Demi melestarikan makanan khas Surabaya ini, Mak Limah bertekad untuk terus berjualan semanggi sampai akhir hayatnya.

Dan, kalau hayat Mak Limah benar-benar berakhir suatu hari nanti, sang generasi penerus sudah siap menggantikannya, mengendalikan bisnis semanggi. [KD]

0 komentar: