Jumat, 25 September 2009

Tapioka Mendongkrak Harga Singkong

Ketela pohon merupakan komuditas pertanian yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Trenggalek terutama warga pedesaan. Disamping sebagai bahan makanan pokok, untuk menambah nilai jual, ketela pohon dapat diolah menjadi bermacam jenis makanan (jajanan) semisal kripik, gethuk, alen-alen, dan sebagainya. Selain itu, ketela pohon dapat diolah atau diproses menjadi tepung tapioca sebagai bahan dasar berbagai macam kue.

Salah satu pengsaha yang melakukan proses pembuatan tepung tapioka adalah Aminah (49) warga Dusun Oro-Oro Ombo Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan, Kabupatan Trenggalek. Di Desa Pogalan ada sekitar 20 orang yang memiliki usaha pembuatan tepung tapioka. Aminah, bahkan memulai bisnisnya di pem buatan tepiung tapioka ini sejak 1975.

’’Usaha pembuatan tepung tapioka (sari ketela) ini sudah sejak lama saya jalani yaitu sekitar tahun 1975. Awalnya saya masih menggunakan parut biasa. Setelah ketela dikupas kulitnya lantas diparut. Hasil parutan tersebut diperas dengan menambahkan air secukupnya. Air perasan itu dibiarkan selama 1 sampai 2 jam maka tepungnya akan mengendap terpisah dari airnya. Selanjutnya, antara tepung dan air dipisahkan dan tepung diambil untuk dijemur sampai kering. Hasil penjualan tepung kala itu ya cukup untuk menambah kebutuhan dapur,’’ tuturnya mengenang.

Kini usaha pembuatan tepung tapioka yang dilakukan Aminah prosesnya sudah menggunakan mesin yang kemampuan produksinya cukup besar. Penggunaan alat-alat mekanik ini dilakukan secara bertahap.

’’Penggunaan parut biasa saya lakukan dari tahun 1975 hingga 1980, sampai suatu saat ada pembeli tepung saya yang bernama Koh Jing (dari Jawa Tengah) yang memnyarankan untuk menggunakan parutan mekanik, bahkan Koh Jing sendiri yang mencarikan dan merakit parutan tersebut,’’ ujarnya.

’’Sejak menggunakan parut mekanik yang digerakkan memakai roda sepeda produksi tepung yang saya hasilkan mengalami peningkatan yang cukup pesat, yang biasanya sehari paling banter 15 Kg sejak itu bisa mencapai 25-30 kg tepung,’’ lanjut Aminah.

Aminah sendiri selalu mengikuti perkembangan mengenai seluk-beluk tepung tapioka khususnya yang berkaitan dengan proses produksinya hingga sekarang semua peralatan produksinya sudah menggunakan mesin yang dibeli secara bertahap dengan menghabiskan biaya Rp 25 Juta.

Saat ini produksi tepung tapioka yang dihasilkan mencapai 10 Ton setiap bulannya. Untuk menghasikan tepung tersebut Aminah dibantu oleh 12 orang karyawan, yang masing masing karyawan memiliki tugas sendiri-sendiri. Ada yang kebagian mengupas ketela, nggiling(mengoperasikan mesin parut) serta menjemur tepung.

Kapasitas produksinya sendiri menurut Aminah tergantung dari banyak sedikitnya stok ketela.”Kalau pas banyak kiriman ketela sehari bisa giling 3 sampai 4 ton ketela, tapi bila sepi paling-paling 1 ton,’’ ujarnya.

Hujan Jadi kendala
’’Kendala utama produk ini adalah bila saat musim penghujan tiba. Yaitu mengalami kesulitan dalam pengeringganya. Yang biasanya bisa kering dalam 2 atau 3 hari bisa sampai 1 minggu, sehinngga mengakibatkan turunnya Produksi,’’ ujar Aminah.

Setiap 1 Ton ketela paling tidak bisa didapatkan 2 kuintal tepung tapioka. Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakunya Para pengusaha tepung termasuk Aminah dipasok oleh pedagang ketela dari berbagai wilayah antara lain dari Kecamatan Dongko, Pule Watulimo, Prigi, Bendungan dan Daerah Pogalan sendiri.

Harga ketela saat ini Rp 400, setiap kilonya bila pasokan lancar atau musim panen raya sebulan bisa nemcapai 50 ton ketela, dengan hasil tidak kurang dari 10 ton tepung tapioka.

Pemasaran tepung tapioka produksi Pogalan ini telah merambah berbagai daerah, yaitu Blitar, Tulungagung, Kediri. Bahkan, Aminah punya pelanggan dari Bekasi dan Jakarta yang setiap 3 bulan sekali minta dikirimi 5 ton tepung.

Saat ditanya perihal laba setiap bulannya Aminah enggan untuk menjelaskan. Namun, bila kalkulasinya ketika saat ini harga tepung tapioka Rp 2.500/kg maka hasil penjualan dari 10 ton tepung akan diperoleh Rp 25 juta, lantas dikurangi pembelian ketela sebanyak 50 ton kali Rp 400 = Rp 20 juta maka hasilnya ada Rp 5 juta . Kemudian dari hasil penjualan gamblong (ampas ketela) Rp 1 juta, total Rp 6 juta.

Dari hasil Rp 6 juta tersebut setelah dikurangi upah karyawan dan biaya operasional, menurut Aminah, masih ada sisa Rp 3,5 juta. Dapat diambil kesimpulan bila laba bersihnya paling tidak Rp 2,5 juta/bulan.

Tidak mengherankan bila melihat hasil yang cukup besar tersebut Aminah bisa membiayai kuliah kedua anak perempuannya, dan memberi modal usaha sejenis pada anak laki-lakinya. [PUR]

2 komentar:

Pupuk Daun AJIFOL mengatakan...

pak harga Kw.I dan Kw.II brp?.saya minta sample.atau hub
0313904247,trimakasih

Pupuk Daun AJIFOL mengatakan...

pak saya minta sample kw 1 kw2 .berserta harga sekakarang pak