Minggu, 20 September 2009

Bisnis Permak Jeans [2]

Manjakan Karyawan dan Pelanggan

Usaha permak jeans yang sukses dikelola Dhany rupanya berasal dari tehnik manajemen yang dipilihnya. Sebab, tehnik manajemen tradisional yang digunakan terutama dalam sistem penggajiannya sebagai dasar untuk mengelola usaha permak jeans itu sangat menguntungkan karyawannya dan memuaskan pelanggan.

’’Saya anggap karyawan bukan sebagai bawahan tetapi sebagai mitra kerja,’’ ungkap Dhany.

Dengan pembagian penghasilan 40 persen untuk karaywan, 40 persen untuk Dhany dan sisanya sebagai biaya operasi. Cara ini rupanya disukai oleh karyawannya. Ia selalu berusaha agar karyawannya juga merasa memiliki usaha tersebut sehingga terpacu untuk bekerja lebih giat. Sehingga 10 karyawannya kini bisa memperoleh penghasilan rata-rata Rp 2 juta setiap bulan. Angka ini tentu jauh diatas UMR kota Surabaya. cukup menggiurkan bukan?

Dhany juga memanjakan karyawannya dengan membeli mesin jahit dengan teknologi canggih yang biasa digunakan oleh pabrik garmen. Puluhan juta yang ia keluarkan untuk membeli mesin itupun ia lakoni untuk meringankan kerja karyawannya sekaligus memuaskan pelanggan. Baginya, manajemen waktu sangatlah penting.

’’Maksudnya, kami harus bisa melayani pelanggan tepat waktu. Jadi, permak apapun yang diminta pelanggan harus segera dilakukan dan tidak boleh ditunda supaya bisa langsung selesai dan dibawa pulang pada hari itu,’’ sambung ayah dua anak ini.

Pentingnya kepuasan pelanggan ini juga yang membuat Dhany tak pernah menaikkan ongkos jasanya selama hampir enam tahun pendiriannya. Untuk memotong celana jeans atau celana biasa biayanya Rp 5 ribu. Sedangkan untuk permak pinggang celana jeans dikenai Rp 12.500. Paling mahal, jika melakukan rombak total jaket atau jeans dikenai Rp 25 ribu.

Yang menarik, selama perjalanan karirnya itu banyak pula pesanan yang tidak diambil oleh pemiliknya. Mungkin lantaran biaya permak total yang menghabiskan dana Rp 25 ribu tergolong mahal jika dibanding beli jeans obralan seharga Rp 50 ribu. sehingga, banyak orang memilih untuk tidak mengambil celana yang dipermaknya itu. Padahal, sistem penggajian karyawanya bergantung pada hasil pendapatan setiap harinya. Sehingga, bila ada yang tak dibayar, maka karyawan yang bersangkutan tak bisa mendapat upah atas pekerjaannya itu. Makanya, setiap kali order ia meminta persekot 50 persen dari biaya.

’’Ada berkarung-karung jeans di gudang saya yang belum diambil. Tapi, saya tidak berani mengambil karena itu bukan milik saya. Takut kalau suatu saat mereka datang sambil membawa bon ternyata barangnya sudah tidak ada,’’ ipungkasnya. [NUY HARBIS]

0 komentar: