Jumat, 25 September 2009

Membuat Kurungan sebagai Pekerjaan Sambilan

Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, memang sejak lama terkenal sebagai pusat produksi barang-barang kerajinan berbahan dasar bambu. Dusun Nglaban, Desa Karanganyar, misanya, sejak lama dikenal sebagai penghasil sangkar atau kurungan burung dan ayam. Padahal, barang-barang kerajinan itu dihasilkan hanya dengan semangat sinambi kalane nganggur alias sebagai pengisi waktu senggang ketika sepi pekerjaan bertani.

Salah seorang perajin sangkar itu adalah Parwi (39). Sebenarnya pekerjaan utama Parwi adalah bertani. Namun, kala senggang dan bila datang musim kemarau, ia lebih menyibukkan diri dengan membuat sangkar atau kurungan.

Dalam satu minggunya ia biasanya dapat menyelesaikan 10 buah sangkar burung atau 7 buah sangkar ayam.

Bambu sebagai bahan bakunya didapat dengan menebang di kebun sendiri. Namun, kadang juga membeli dengan harga Rp 3000/batang. Satu batang bisa dijadikan 5 sampai 7 buah sangkar burung, atau 3 buah sangkar ayam.

Parwi juga berperan sebagai penampung hasil produksi tetangganya, yang kemudian ia jual lagi ke pedagang sangkar di Tulungagung dan Trenggalek. Sepekan sekali ia kirim hasil produksi sangkar sebanyak 30 sampai 50 buah.

Harga sangkarnya sendiri untuk yang biasa Rp 10.000; sedang yang halus Rp 15.000, untuk sangkar ayam mulai dari Rp 15.000 sampai Rp 25.000, tergantung dari kualitasnya.

Dulu, Parwi pernah bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan kayu di Banjarmasin,Kalimantan selama 14 tahun. Pada tahun 2000 perusahaan itu melakukan PHK massal, Parwi termasuk yang ter-PHK.

’’Setelah kena PHK, dan mau cari kerja lagi sulit, terpaksa pulang kampung dan kembali bertani nyambi buat sangkar. Mengenai hasil, yan sing penting dapur tetap ngebul,’’ tuturnya.

Dari hasil produksinya dan laba dari sangkar yang dibeli dari tetangga-tetangganya menurut Parwi setiap bulannya ia bisa memberi tambahan belanja pada istrinya Rp 500.000. Bahkan, bisa lebih pada bulan-bulan ramai pembeli yaitu Juni sampai Agustus.

Pemasaran sangkar produk ngalban ini sebenarnya telah merambah berbagai wilayah namun itu dilakukan oleh pedagang pengepul yang berada di Tulung Agung sedangkan produsen tampaknya hanya memproduksi dan menjual hasil produknya ke para pengepul.

Kendala utama produk ini adalah proses produksinya. ’’Saya sendiri selalu berfikir bagaimana caranya meraut bambu supaya bisa benar-benar halus, dan tidak dilakukan secara manual, sehingga kwalitasnya bisa bersaing, pembuatannya bisa lebih cepat dan harga bisa terkatrol,’’ terangnya. [PURWO]

0 komentar: