Sabtu, 02 Februari 2008

Sebuah Permohonan kepada KJRI-HK

Memindahkan Proyek Agustusan ke Kawasan Banjir Lumpur

Bayangkanlah, coba, apabila pada suatu hari di sebuah terminal –yang pasti bukan Terminal Tiga-- Anda bertemu seseorang yang kemudian mengaku sebagai pejabat di Provinsi Jawa Timur, dan kemudian mengaku setiap tahun –setiap bulan Agustus—pergi ke Hong Kong. Kali ini terminal terasa jauh lebih ramai dari biasanya, jauh lebih bising, maksudnya --sehingga Anda sering tidak menangkap dengan jelas kata demi kata yang diucapkan Sang Pejabat itu. Dan Anda pun tak boleh ge-er dengan merasa bahwa seluruh kata yang mbrudhul dari mulut Anda bisa ditangkap dengan baik. Sehingga, Anda pun tak perlu tolah-toleh tanda bingung ketika mendengar bahwa Sang Pejabat itu biasanya ke Hong Kong untuk memenuhi permintaan KJRI-HK, mengirimkan artis penyanyi dan pelawak untuk menghibur para TKI-HK dalam rangka memeringati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.



Pemerintah Provinsi Jawa Timur selalu dimintai untuk mengirimkan artis penyanyi dan pelawak itu dengan dasar bahwa bagian terbesar TKI-HK berasal dari Jawa Timur. Lalu, rombongan pun kembali ke tanah air dengan perasaan lega karena telah melakukan amal kebaikan dan dari pertemuan-pertemuan dengan para TKI-HK, termasuk pertemuan di dalam gerbong kereta yang melaju ke Shen Zhen [mohon dikoreksi ejaannya], mereka menangkap kesan keceriaan para TKI-HK.

’’Saat ke Shen Zhen, di kereta kami bertemu dengan TKI-HK yang sedang menikmati liburannya dengan pergi ke Shen Zhen. Mereka hampir memenuhi gerbong,’’ kata Sang Pejabat untuk menggambarkan betapa banyak TKI-HK yang berlibur ke Shen Zhen saat itu, ’’kami sempat terlibat dalam obrolan, dan mereka merasa senang dan berterima kasih karena telah mendapatkan hiburan gratis.’’

Bayangkan saja bahwa Anda mendengar kalimat-kalimat seperti itu, tetapi tetap jagalah kesadaran bahwa Anda tidak bisa menangkap dengan sejelas-jelasnya setiap katanya. Lalu, Anda membiarkan saja kata-kata yang tidak berhasil Anda tangkap dengan jelas itu terbang bebas –dengan tidak sedikit pun berupaya untuk menangkap mereka—dan dengan demikian Anda memberi peluang kepada diri untuk menikmati kalimat-kalimat itu sebagai kalimat-kalimat sastra: yang menggetarkan rasa, menawarkan teror [meminjam istilah Putu Wijaya] mengasyikkan, yang multitapsir.

Memenuhi Permintaan

Lain ladang lain belalang, lain kepala lain pikirannya. Maka cobalah tempatkan diri Anda sebagai orang yang berpikir bahwa, misalnya, proyek menghibur TKI dengan mengirimkan artis penyanyi dan pelawak yang dibiayai dengan uang rakyat [tetapi mereka lebih suka menyebutnya sebagai Dana dari Pemerintah] itu sebagai sebuah pemborosan. Atau, dengan kata lain, tidak efektif. Pertama, karena hiburan gratis itu pasti tidak bisa dinikmati oleh seluruh TKI-HK asal Jawa Timur yang jumlahnya konon berkisar 90 – 100 ribu orang itu. Kedua, tanpa diambil oleh Pemerintah pun, proyek menghibur TKI itu sudah diambil oleh pihak swasta termasuk organisasi TKI dan event organizer. Hampir tidak ada hari Minggu tanpa kehadiran selebritis dari Indonesia, artis sinetron, penyanyi, kelompok band, pelawak, dan bahkan dai, di antara para TKI-HK.

Maka, ketika Anda menyorongkan komentar di hadapan Sang Pejabat bahwa proyek mengirimkan artis dari Indonesia ke Hong Kong oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu sebagai pemborosan, bayangkan pula, Anda akan mendapat kalimat bernada tinggi yang lebih-kurang berbunyi begini, ’’Lho, kami kan harus memenuhi permintaan KJRI-HK?’’ dan Anda menimpalinya dengan, ’’Apakah permintaan itu tidak bisa ditolak?’’ dan jawaban balik dengan nada makin tinggi-nya adalah, ’’Kan sudah dianggarkan!’’

Pikiran Anda boleh dinilai salah. Tetapi, yakinah, dan pe-de aja lagi! Karena, Sang Pejabat [yang tampaknya makin tepat jika kita beri gelar sebagai ’Oknum’ ini] layak kita kasihani karena tampaknya ia belum sempat belajar mendengarkan ’’suara rakyat’’: bahkan yang nada dan iramanya paling nyleneh sekalipun.

Maka, jika Anda tidak ingin terlibat dalam perdebatan di dalam suasana [terminal] yang makin tidak menarik ini, dan memilih menjadi orang yang pantang patah hati, cobalah pergi ke KJRI-HK, dan dengan rendah hati ajukanlah permohonan seperti ini:

’’Yang terhormat KJRI-HK, kami mohon jangan lagi meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk membiayai proyek pengiriman penyanyi, penari, dan pelawak untuk menghibur para TKI di sini, sebab kami akan merasa lebih terhibur jika dananya bisa dialihkan ke ’’Kuala Lumpur Baru’’ [baca: Porong, Sidoarjo, Jawa Timur] untuk mengurangi [betapapun kecilnya angka pengurangan itu] kesedihan saudara-saudara kami di sana. Kalaupun masih kumudu-kudu memberikan ’hiburan’ bagi kami, berilah kami pendidikan. Berilah kami tambahan semangat, tambahan wawasan dan ketrampilan untuk menghadapi hidup yang makin hari makin berbiaya tinggi ini. Kalaulah tidak mungkin dalam sekali waktu kami yang 90 ribu orang ini masuk kelas bersama-sama [misalkan yang bisa mengikuti hanya 100 orang] kami toh bisa menularkan pengetahuan yang kami dapat dari kelas itu ke kawan-kawan lainnya. Kalau kami mendengarkan lagu, misalnya, pastilah kami tidak bisa menularkan lagu itu ke kawan yang lain seindah suara aslinya, bukan? Maka, Yang Terhormat KJRI-HK, please, kabulkanlah permohonan kami ini.’’ [Ida Permatasari]

dari: Berita Indonesia

0 komentar: