Minggu, 03 Februari 2008

Alternatif Pakan Ternak Ikan

Maggot Pengganti Pelet


Maggot ternyata mampu menggantikan pelet sebagai pakan ternak alternatif untuk ikan. Selain kandungan gizinya tinggi, larva serangga itu juga ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan pengawet dalam pembiakannya. Berikut temuan penelitian selengkapnya. Selain mengetahui seluk-beluk bibit ikan yang bagus, beternak ikan juga harus memahami kondisi fisik air kolam pemeliharaan. Lalu, kejelian dalam memilih pakan juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan budi daya ikan.



Pakan berfungsi sebagai sumber energi dan materi kehidupan dalam budi daya ikan. Karena itu, pakan mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.

Selama ini hampir sebagian besar peternak ikan masih mengandalkan pelet sebagai pakan ikan. Selain mudah didapat dan awet, proses pembuatannya relatif mudah. Karena itu, peternak bisa memproduksinya sendiri.

Sayang, pelet berbahan pengawet dan mengakibatkan rusaknya lingkungan perairan. Pelet yang tidak termakan oleh ikan pun akan meninggalkan sisa. Ini menjadikan air keruh dan kotor.

Untuk itu, diperlukan alternatif pakan ikan alami. Salah satunya adalah maggot. Inilah yang mendorong Hartoyo dan Purnama Sukardi, peneliti dari Pusat Ahli Teknologi dan Kemitraan (Pattra) Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, meneliti makanan alternatif untuk ikan peliharaan. Peneliti ingin mencari pakan ikan alami yang ramah lingkungan.

Memproduksi pakan ikan alami memang bukan hal mudah. Tapi, hal itu bukanlah pekerjaan sulit. Persoalannya terletak pada sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi masyarakat pedesaan secara umum. Selain itu, diperlukan keahlian khusus dalam pengoperasiannya.

Pakan sebagai makanan ikan yang baik harus mengandung nilai gizi tinggi dan seimbang. Gizi utama dalam pakan ikan setidaknya mengandung unsur protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air.

Meski begitu, kebutuhan nutrisi ikan berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya, jenis, ukuran, dan aktivitas ikan, dan macam pakan. Faktor lingkungan tempat ikan hidup juga berpengaruh. Misalnya, suhu air dan kadar oksigen terlarut dalam kolam.

Jumlah pakan yang dibutuhkan ikan setiap hari berhubungan erat dengan bobot dan umurnya. Namun, persentase jumlahnya semakin berkurang dengan bertambahnya ukuran dan umur ikan. Rata-rata jumlah pakan harian yang dibutuhkan seekor ikan adalah 3 persen - 5 persen dari bobot total tubuhnya.

Ikan berukuran kecil dan berumur muda membutuhkan jumlah pakan lebih banyak daripada ikan dewasa berukuran besar. Kebutuhan akan nutrisi ikan kecil juga lebih tinggi. Terlebih pada kebutuhan unsur proteinnya.

Misalnya, ikan dengan bobot 250 gram, kebutuhan pakan harian 1,7 persen - 5,8 persen dari biomassanya. Sementara ikan yang bobotnya 600 gram, kebutuhan pakan hariannya hanya 1,3 persen - 3 persen dari biomassanya.

Protein berfungsi membentuk dan memperbaiki jaringan dan organ tubuh yang rusak. Pada kondisi tertentu protein digunakan sebagai sumber energi pada proses metabolisme.

Karena itu, kadar protein pakan yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Daya tahan ikan juga menurun sehingga ikan akan mudah terserang penyakit. []


Dibiakkan Melalui Limbah Tahu

Maggot berasal dari telur lalat yang mengalami metamorfosis pada fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian berubah menjadi lalat dewasa. Larva itu hidup pada daging yang membusuk. Kadang juga menginvestasi pada luka hewan yang masih hidup. Termasuk pada manusia.

Hasil penelitian menunjukkan, maggot ternyata bisa dikembangbiakkan pada media tertentu. Salah satunya limbah tahu. Dengan menambahkan ikan asin, ampas tahu ternyata cukup efektif menjadi media pembiakan maggot. Ikan asin berfungsi sebagai penarik lalat agar bertelur pada media yang kemudian menjadi maggot.

Dalam prosesnya, penambahan ikan asin tidak boleh melebihi separo atau 50 persen dari berat ampas tahu. Pembiakan paling efektif jika ditambahkan 20 persen ikan asin dari berat ampas tahu.

Bagaimana bila ampas tahu tidak ditambah dengan ikan asin? Atau ampas tahu dicampur ikan asin yang melebihi 50 persen dari ampas tahu? Yang terjadi adalah percuma karena tidak dapat menghasilkan maggot.

Artinya, hal itu mengindikasikan bahwa lalat membutuhkan perbandingan ampas tahu dan ikan asin atau rucah dengan komposisi perbandingan tertentu secara tepat. Ikan asin atau ikan rucah berfungsi sebagai makanan maggot yang telah jadi. Keberadaannya juga diperlukan sebagai daya tarik lalat untuk bertelur pada media tersebut.

Walaupun demikian, perbandingan ampas tahu dan ikan asin tidak berpengaruh terhadap kandungan protein pada maggot.

Mengapa ampas tahu? Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan, pada tepung ampas tahu masih terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen).

Ketika ampas tahu dipilih untuk dijadikan media, diharapkan terjadi transfer energi dari ampas tahu pada maggot yang dihasilkan. Selain itu, sebagai limbah, ampas tahu mudah didapatkan dengan harga relatif terjangkau. Hal itu menjadikan teknologi pembiakan maggot merupakan teknologi yang murah dan mudah diaplikasikan.

Diharapkan ada teknologi yang lebih aplikatif dan sederhana untuk memanfaatkan limbah ampas tahu sebagai pakan ikan, sehingga masyarakat mudah melakukannya.

Selama ini para petani ikan sudah memanfaatkan limbah ampas tahu untuk pakan ikan. Namun, hal itu dilakukan secara langsung tanpa melalui proses terlebih dahulu. Padahal, ampas tahu tidak bisa diberikan kepada semua jenis ikan.

Selain itu, hal ini dapat berdampak negatif, baik pada ikan maupun lingkungan hidup. Terlebih limbah tahu cair, yaitu sisa air tahu yang tidak menggumpal sehingga mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut. Selanjutnya, terjadi perubahan secara fisika, kimia, dan hayati yang menghasilkan zat beracun. Tentu hal itu menjadi media potensial bagi tumbuhnya kuman penyakit. (yog/yans)

Jawa Pos, Rabu, 18 Juli 2007

0 komentar: