Minggu, 06 September 2009

Beternak Kambing PE (2)


Untung Besar, Risiko Besar

Berkecimpung dalam usaha peternakan kambing peranakan Ettawah (PE) merupakan hal baru bagi Yudhi. Menyadari hal itu, sarjana teknik kimia ini pun secara serius belajar mengenai seluk-beluk kambing PE. Menurut Yudhi, secara umum kambing hasil persilangan kambing jenis unggul India (Ettawa) dengan kambing kacang yang asli Indonesia ini, memiliki kondisi yang lebih ringkih dibanding jenis kambing lokal. Yudhi mengistilahkan usaha kambing PE ini memiliki risiko yang besar. Meski demikian ia mengakui, ’’Keuntungannya (dari usaha ini) juga besar.’’


Cacingan, masuk angin karena udara dingin dan lembab, serta tidak nafsu makan yang mengakibatkan kematian, merupakan penyakit yang paling sering menyerang kambing PE. Oleh karena itu, perawatan kesehatan pada ternak ini harus benar-benar diprioritaskan. Setidaknya sebulan sekali kambing-kambing tersebut harus diperiksa dan diberi vitamin untuk menjaga kesehatan mereka.

Tak hanya dalam hal perawatan kesehatan, jenis makanan kambing PE juga berbeda dengan kambing lokal yang makanan utamanya adalah rumput. Jenis kambing PE hanya menjadikan rumput sebagai makanan tambahan saja atau camilan. Sedang makanan pokoknya adalah daun-daunan. Itu sebabnya Yudhi terlebih dahulu mempersiapkan lahan seluas dua ribu meter persegi yang ditanami berbagai jenis tanaman berprotein tinggi seperi kaliandra, kalanjana, dan kleresede yang merupakan pakan utama kambing PE. Setelah tanaman ini dapat dipanen, barulah usaha peternakan dimulai.

Bersama kakaknya, sejak awal Yudhi memfokuskan usahanya pada produksi susu kambing PE. Dengan demikian Yudhi tidak perlu memilih kambing dengan kualitas terbaik atau kambing dengan ras PE tinggi yang berharga mahal. Menurutnya kambing betina kualitas standar dengan harga sekitar Rp 1,5 juta hingga dua juta sudah cukup. Asal kambing tersebut dalam kondisi siap kawin.

Kondisi kambing siap kawin ini akan mempercepat masa produksi susu. Dalam satu masa menyusui, setiap kambing dapat menghasilkan susu selama lima bulan. Jika kualitas susu telah menurun, kambing perahan ini biasanya segera dikawinkan. Meski demikian, pada saat bunting muda susu kambing tetap dapat diperah.

Yudhi menuturkan bahwa rata-rata kambing PE dapat diperah hingga tujuh atau delapan kali masa melahirkan. Namun kualitas susu terbaik biasanya didapat pada kelahiran ke tiga atau ke empat.

Karena orientasi usaha Ash Shifa pada susu, maka anakan kambing biasanya dipisahkan dari induknya. Sebagai gantinya, kambing-kambing anakan ini diberi susu sapi karena secara dagang dinilai lebih menguntungkan. ’’Harga susu sapi itu berapa, taruhlah paling mahal seliter enam ribu, susu kambing bisa dijual tiga puluh ribu per liter, kan masih untung,’’ ujar Yudhi.

Biasanya anakan pada kelahiran pertama dan kedua langsung dijual karena kualitasnya kurang bagus. Barulah anakan pada kelahiran ketiga dan seterusnya yang dipelihara. Anakan yang tidak diorientasikan untuk dipelihara langsung dipisahkan dari induknya. Dengan demikian kolostrum (susu yang dihasilkan induk pada hari-hari pertama setelah melahirkan) dapat dijual. Namun untuk anakan yang hendak dipelihara tetap mendapatkan susu dari induknya setidaknya selama satu minggu.

Meski berasal dari kelahiran ketiga dan seterusnya, jika anakan tersebut jantan biasanya juga dijual karena peternakan yang berorientasi pada hasil susu tidak membutuhkan banyak kambing jantan. Kecuali jika anakan jantan tersebut secara fisik tampak bagus maka akan dipelihara menjadi bibit pejantan. [am]

0 komentar: