Meningkatkan Nilai Jual dengan Sentuhan Seni
Sentra produksi gerabah di Desa Purwoasri Kec Kebonagung, Kabupaten Pacitan, kini jauh lebih maju daripada beberapa tahun lalu. Sentuhan seni itu membuat nilai jualnya meningkat, lebih memiliki daya saing, walau peminat di bidang usaha ini masih tergolong kurang.
Desa Purwosari, persisnya berada di km 8 arah selatan Kota Pacitan menuju Pantai Wawaran. Desa ini memang sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan gerabahnya. Tidak kurang dari 30 orang perajin, setiap harimemroduksi gerabah, terutama jenis peralatan dapur dan pot bunga. Namun sejak tahun 2000 Bupati --lewat Dinas Perindustrian Kabupaten Pacitan—untuk meningkatkan daya saing dan nilai jual kerajinan ini mengajak beberapa perajin untuk studi banding ke Jogjakarta [Kasongan] sebagai sentra produk gerabah.
Surati [35] yang ikut serta dalam studi banding tersebut mengaku bahwa kegiatan itu cukup membantu untuk mengembangkan ketrampilannya. Apalagi, selepas studi banding, para perajin juga mendapatkan bantuan peralatan serta 2 unit mesin giling tanah dan masih mendapatkan bimbingan dari tenaga yang langsung didatangkan dari Jogjakarta. Sejak saat itu daerah Purwoasri mendapat sebutan sebagai daerah penghasil gerabah seni.
Hal ini tidak lepas dari produk yang dihasilkan penuh dengan sentuhan seni. Produk gerabahnya yang dominan adalah guci, pot, dengan berbagai bentuk dan motif.
Proses pembuatannya sebetulnya tidak jauh berbeda dengan gerabah biasa. Mula-mula tanah digiling dua kali dengan mesin. Tanah yang telah digiling itu lalu dibentuk gerabah sesuai dengan yang dikehendaki. Ada yang dibentuk guci, pot, maupun jambangan.
Yang membedakan dengan gerabah biasa adalah bentuknya yang telah disesuaikan dengan tren pasar yang berkembang. Dan lagi pada badan gerabah tersebut diberi pernik hiasan berbagai motif. Lalu dikeringkan di bawah terik maatahari selama 2 – 4 jam. Setelah itu diletakkan di ruangan sampai kering. Ini untukmenghindari keretakan pada proses pembakaran. Setelah kering, dilakukan proses pembakaran selama 4 jam.
Sentuhan Akhir
Produk gerabah tradisional, biasanya langsung dijual setelah dibakar. Nah, gerabah modern, yang dibuat dengan sentuhan seni, tidak demikian halnya. Setelah dibakar masih harus melalui proses finishing alias tahap akhir atau penyempurnaan. Sentuhan akhir inilah yang sangat menentukan nilai jual gerabah.
Tahap penyempurnaan yang dimaksudkan adalah proses pewarnaan dengan mengunakan cat yang memerlukan ketrampilan khusus. Setelah selesai pewarnaan gerabah siap untuk dijual.
Sayangnya, saat ini dari 30 orang perajin hanya 4 orang yang aktif menekuni gerabah seni. Salah satunya dalah Surati. ’’Saya setiap tiga hari bisa menghasilkan rata-rata 10 guci/pot, 10 set [dudukan dan pot/3 hari]. Harga jual guci Rp 10 – Rp 15 ribu/guci kondisi mentah [siap bakar. Sedangkan pot Rp 3.500 – Rp 5.000/set,’’ ujarnya.
Sebenarnya bila dibandingkan dengan gerabah biasa hasilnya jauh berbeda. Dulu saat masih menekuni gerabah biasa satu bulan mendapat tiga ratus ribu sudah bagus. Tapi sejak menekuni gerabah seni minimal 1 bulan saya dapat lima ratus sampai tujuh ratus ribu rupiah,’’ tuturnya.
Memang untuk menerjuni bidang ini perlu jiwa seni dan ketelatenan serta harus kreatif.
Pengepul
Sementara Rumini sebagai pengepul sekaligus menangani finishing melakukan tugas mulai proses pembakaran, pewarnaan, dan penjualan. ’’Setelah selesai proses finishing setiap guci bisa saya jual Rp 50.000/biji ukuran besar. Pot Rp 15 – Rp 20 ribu/set. Namun setelah dipotong dengan biaya pembakaran, pembelian cat, rata-rata setiap bulan bisa mendapatkan Rp 700.000 – Rp 1 juta bersih,’’ tuturnya.
Pasar utama produk ini adalah Jogjakarta, dan sebagian dijual di wilayah sendiri, Ponorogo, dan Madiun. Mengenai pemasaran tidak mengalami kendala, bahkan saat ini kami kewalahan melayani pesanan. Kendalanya terletak pada kurangnya tenaga yang mau dan mampu memroduksi gerabah seni serta mahalnya harga cat. Lebih lanjut Rumini menuturkan, dari pendapatannya memroduksi gerabah seni ternyata sangat membantu keuangan keluarganya. [PURWO SANTOSA]
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar