KUE atau jajanan yang diakui sebagai khas Trenggalek (Jawa Timur) ini punya setidaknya dua nama. Ia dikenal sebagai kue manco, tetapi tampaknya lebih dikenal dengan sebutan yang, mohon maaf, berkonotasi saru, yakni pelikipu. Asal tahu saja, dalam Indonesia, pelikipu itu berarti: penis mandi debu!
Selain alen-alen dan tempe kripik, kue manco ini juga diakui sebagai salah satu jajanan khas Kota Trenggalek. Kue ini dibuat dari bahan tepung beras ketan, gula, dan wijen. Ada salah satu jenis lagi yang tidak menggunakan wijen tepi dengan menggunakan butiran-butiran ketan.
Salah seorang pembuat kue manco ialah Bu Suyono (54), mulai memegang kendali produksi kue manconya sejak tahun 1991, setelah suaminya, Pak Suyono, meninggal.
’’Usaha yang saya jalani ini merupakan usaha turunan dari embah saya. Jadi saya tinggal meneruskan saja, dan nantinya anak dan cucu saya yang meneruskannya,’’ ujarnya.
Selain anggota keluarga sendiri, saat ini Bu Suyono dibantu 3 orang karyawan. Dalam sekali masak biasanya memerlukan 15 kg tepung ketan. Saat ditanya dari 15 tepung tesebut jadinya berapa biji dan kalkulasi keuntungannya berapa, Bu Suyono tidak bias menjelaskan.
’’Saya kalau ditanya berapa setiap bulannya jumlah produksi, bahan yang diperlukan apa lagi pendapatan atau laba dari produksi manco ini tidak rasanya sulit untuk menjelaskan bahkan tidak bisa memerincinya,’’ ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ’’Membuat manco ini risikonya tinggi. Semisal waktu menggoreng ada sebagian yang tidak mengembang, dapat dipastikan lainnya pun akan rusak. Itu sering kali terjadi. Jadi, tidak saya saja, produsen lain pun bila ditanya kapasitas produksi dan pendapatan setiap bulannya pasti tidak dapat mejelaskan, jawabannya pasti seperti jawaban saya,’’ terangnya.
Pemasaran kue manco produksi Bu Suyono ini selain untuk melayani wilayah Trenggalek sendiri, juga sudah merambah ke kota lain bahkan sampai Sumatra dan Kalimantan. Biasanya pembeli datang sendiri, sedangkan untuk wilayah luar pulau pemesanan dilakukan via telepon dan pengiriman melalui paket. Teknik pembayarannya, biasanya dengan cara transfer ke rekening bank.
Kue manco ini di kemas dengan menggunakan plastik dan diberi lebel Manco Asli Trengglek. Satu bungkus berisi 10 buah dilepas dengan harga Rp 3.500. Ini harga di tingkat pedagang. Di tingkat eceran bisa mencapai Rp 5000. Untuk memenuhi permintaan pedagang tetapnya yang berada di wilayah Trenggalek seminggunya harus menyediakan 300 bungkus. Sedangkan pelanggan dari luar wilayah permintaan tidak bisa diduga.
’’Untuk pedagang luar wilayah biasanya nelpon lebih dahulu, atau pesan terlebih dahulu,’’ ujarnya.
Saat menjelang hari raya ternyata pesanan dari luar daerah sudah banyak yang masuk, ’’Alhamdulillah saat ini sudah banyak yang memesan lewat telephon , bahkan ada yang sudah mentransfer sejumlah uang untuk membayar pesanannya,’’ ujar Bu Suyono.
Ketika disinggung lagi mengenai pemasukan dari hasil penjualan kuenya khususnya sebulan menjelang hari raya, kembali Bu Suyono mengalihkan ke topik lain. [PURWO]
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar