Keberhasilan Mbah Yusuf dalam menggeluti usaha rumah makannya ini ternyata melalui proses yang cukup panjang. Seperti yang dituturkan oleh sulungnya, Ayup, kepada Peduli, sewaktu mudanya Muhamad Yusuf menghabiskan waktunya untuk merantau.
’’Sewaktu masih bujang ayah saya di Sumatra bekerja pertama kalinya di rumah makan padang sebagai tukang sapu dan ngepel. Itu kata bapak dijalani selama 3 bulan, selanjutnya ia beralih menjadi tukang cuci piring selama 3 bulan, dari tukang cuci ini setelah melihat pekerjaanya cukup bagus bapak di suruh untuk membantu memasak di dapur rumah makan padang tersebut. Itu dijalani selama 6 bulan.
Setelah melihat ketekunan dan keseriusan Muhamad Yusuf dalam bekerja dan hasilnya tidak mengecewakan maka pemilik rumah makan padang tersebut memberi kepercayaan padanya untuk menjadi tukang masaknya.
Dari sinilah ia betul-betul menggunakan kepercayaan tersebut sebagai kesempatan untuk menimba ilmu tentang beberapa menu masakan khas Padang. Selain itu ia juga dengan teliti memperhatikan betul bagaimana seluk beluk usaha rumah makan, apa lagi majikannya tidak segan-segan memberi arahan padanya karena melihat hasil pekerjaanya selalu dilakukan dengan baik.
Masih menurut penuturan Ayub keahlian yang dimiliki ayahnya baru diterapkan setelah memiliki anak pertama yaitu Ayub sendiri. Awal usaha yang dilakukan ayahnya adalah jualan nasi bothok ayam.
’’Saat itu usaha orang tuaku adalah jualan nasi bothok tempatnya tidak disini tapi di tepi jalan raya sekitar 100m dari tempat usaha sekarang. Saat itu semua pekerjaan dilakukan sendiri oleh kedua orang tuaku, sedang saya sendiri ikut membantu sebatas ikut menyiapkan daun dan belajar membungkus bothok sebelum dimasak,’’ ujar Ayub. ’’Satu ekor ayam bisa dijadikan 50 bungkus bothok. Jadi praktis untuk biaya hidup saat itu tergantung dari hasil usaha nasi bothok, dan itu berlangsung sampai awal Tahun 1990,’’ lanjutnya.
Tahun 1995, saat Trenggalek mengadakan pameran masakan atau menu Khas daerah, Mbah Yusuf ikut menjadi peserta dan yang dipamerkan saat itu adalah menu nasi bothok-nya. Namun, untuk menambah menunya ia mencoba membuat masakan lain yang bahannya tetap dari ayam dalam bentuk ayam yang utuh dengan nasi gurihnya.
Saat pameran tersebut ternyata banyak mendapat perhatian dari pengunjung apa lagi menu yang sedang dicoba tersebut mendapat perhatian juga dari TVRI yang sedang meliput acara tersebut. Apa lagi beberapa pengunjung setelah mencoba mencicipi menu yang ditampilkan yaitu yang disebut nasi ladha tersebut banyak yang tertarik dan menanyakan bagaimana cara pembuatannya.
Dari pameran itulah awal mulanya Mbah Yusuf menangkap peluang usaha pembuatan nasi ladha. Kemudian warungnya saat itu tidak hanya menyediakan menu nasi bothok saja tapi juga mulai menyediakan nasi ladha.
Kemudian lambat laun justru nasi lodonya yang semakin laris sehingga pak Yusuf memutuskan memperbesar warungnya dan lokasinya-pun dipindahkan pada lokasi yang saat ini ditempati.
Untuk membantu kelancaran usahanya lantas saat itu Pak Yusuf mengangkat 2 orang tetangga dekatnya menjadi karyawan. Perkembangan selanjutnya Warung Pak Yusuf ini pada akhirnya hanya menyediakan masakan nasi ladha saja hingga sekarang.
Pengaruh dari berpindahnya lokasi usahanya ternyata menurut penuturan Ayub relatif tidak ada.
’’Biarpun lokasinya pindah masuk sekitar 50 m dari jalan raya sampai saat ini pembeli tidak mengalami penurunan, atau mungkin karena tempat parkir untuk kendaraan baik roda dua maupun roda empat cukup luas sehingga pelanggan tetap nyaman,’’ ujar Ayub.
Walau tidak berada di tepi jalan raya, mencari rumah makan Mbah Yusuf ini tidak sulit karena saat ini di pintu masuknya (jalan masuk) telah terpasang papan nama yang Nasi Lodo Pak Yusuf yang cukup besar untuk terlihat oleh setiap orang yang melintas di Jalan Raya Kedunglurah.[PUR]
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar