Di tengah maraknya produk-produk modern yang hadir di negeri Indonesia, pria bernama singkat Kasiadi (58) ini justru percaya diri dan mantap menjual barang yang sangat sederhana, caping.
Pria asal Lamongan ini sejak tahun 1985 telah berjualan caping di sepanjang jalan Embong Cerme Surabaya. ’’Saya jualan disini (Embong Cerme, red) sejak tahun 85’ dan mungkin sekarang saya satu-satunya penjual caping di Surabaya,’’ kelakar pria murah senyum ini.
Karena jarangnya penjual caping di Surabaya, hingga sekarang Kasiadi justru eksis menggeluti usaha ini. Buktinya, setiap hari Kasiadi mampu mengantongi pendapatan minimal Rp 20 ribu hingga ratusan ribu rupiah.
Padahal prinsip hidup Kasiadi sangat sederhana, ’’Yang penting keluarga saya tidak kelaparan dan bisa makan nasi meskipun Cuma makan nasi dan garam,’’ ungkapnya.
Sebenarnya usaha yang ditekuni Kasiadi berawal dari coba-coba. Kala itu Kasiadi bekerja di sebuah pabrik hingga pada tahun 85’ ia kena PHK. Saat ia menganggur di rumah ia melihat beberapa tetangganya mahir membuat anyaman bambu, diantaranya caping, bakul nasi dan tampah.
Kasiadi pun tertarik untuk menjualkannya dan ia memilih wilayah Surabaya sebagai tempat jualan. ’’Kalau saya pilih daerah Lamongan atau sekitarnya pasti jualan saya nggak laku. Makanya saya pilih daerah Surabaya sebagai tempat jualan karena saya yakin di Surabaya orang jualan barang anyaman seperti ini masih jarang,’’ ungkapnya.
Pertengahan tahun 1985 Kasiadi membulatkan tekad berjualan di Surabaya dan memilih jalan Embong Cerme sebagai tempat jualan. ’’Saya memilih tempat jualan di daerah ini karena tak mau ambil risiko diusir Satpol PP. dan mulai tahun 85’ sampai sekarang saya belum pernah diusir Satpol PP,’’ kenangnya. Namun, pada awal 90-an Kasiadi memutuskan hanya menjual caping. Alasannya, produk yang lain sudah banyak yang berjualan, sementara caping hanya dijumpai di tempat Kasiadi.
Selain itu Kasiadi memilih tempat ini karena berdekatan dengan Pasar Keputran. Para pelanggannya memang banyak dari penjual dan pembeli Pasar keputran. ’’Biasanya yang beli caping saya para bakul di Pasar Keputran atau pembeli yang rata-rata pedagang sayuran keliling yang kulakan di Pasar Keputran,’’ terangnya.
Selain itu, saat tujuh belasan caping Kasiadi laris manis. Yang banyak dibeli adalah caping ukuran kecil seharga Rp 15 ribu. ’’Kalau tujuh belasan caping kecil laris buat karnaval anak-anak sekolah. Sementara caping besar yang harga Rp 20-25 ribu banyak dibeli bakul saat musim panas seperti bulan April – September,’’ terangnya.
Meski peluang bisnis yang lain masih banyak, Kasiadi mengaku tak tertarik berbisnis lain. Menurutnya, kalau berbisnis lain ia tak punya kemampuan. Selain itu baginya berjualan caping sudah mencukupi kehidupannya hingga bisa menyekolahkan anaknya sampai SMU. ’’Lagian kalau saya jualan yang lain, kasihan para tetangga saya yang bikin caping nanti mereka nggak punya pendapatan lagi,’’ pungkas Kasiadi yang mendapatkan untung Rp 5 ribu untuk setiap caping ini. [DEWI]
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar