Siapa yang tak kenal rawon setan? Nama tempat makan yang berada di Embong Malang (depan Hotel JW Marriott) Surabaya ini sangat terkenal. Para wartawan, seniman, selebriti, dan bahkan pejabat Jakarta hingga Presiden SBY pun tak segan-segan menikmati rawon pinggir jalan ini.
Saat didirikan 1951 oleh Musiati (74) warung ini dikenal dengan nama ‘Warung Mak Si’, seperti ia biasa akrab disapa. Sejak pertama didirikan lokasinya yang memang sudah di situ, di sisi utara Embong Malang. Tetapi, pada 1971 sempat pindah ke depan pintu gerbang Gedung NIROM (Netherland in de Maskapai), sebuah radio berbahasa Belanda tempat Bung Tomo siaran, dan di situlah kini berdiri megah Hotel JW Marriott (semula bernama Hotel Westin, Red).
Kegemaran
Mak Si membuka usaha warung nasi rawon karena ia gemar memasak. Kegemarannya memasak diperolehnya dari ibunya yang juga jago memasak. Dengan berbekal tekad dan uang Rp 500 (baca: lima ratus rupiah) pada masa itu, ia lantas menggunakan pos keamanan sebagai warung tempatnya mangkal. Dibantu sang suami, Sadiyo (kini berusia 83), Mak Si berjualan mulai pukul 01.00 WIB hingga beranjak subuh. Ia berjualan dini hari karena menanti suaminya pulang bekerja di sebuah retoran bernama Yen Pin. Karena jam buka yang aneh itulah warungnya lantas terkenal dengan sebutan ’’Rawon Hostes’’.
Panganan yang disediakannya pun tak hanya rawon. Ada juga Nasi Osik asal Jakarta, Bali, Ketan Serundeng, dan Ketan Bali.
’’Saat itu kami jualannya pakai kuali dan kayu bakar. Yang paling laris adalah Rawon Bali. Jadi, nasi rawon dengan ikan Bali (telur dan tahu),’’ ujar Sadiyo, mengisahkan pengalaman istrinya yang sejak 7 tahun terakhir terserang stroke ini.
Percaya atau tidak, usaha ini ternyata baru tampak menguntungkan pada 1990-an. Semua ini terjadi lantaran niat Mak Si mendirikan warung kala itu bukan semata-mata untuk mencari untung. ’’Ibu itu orangnya nggak tegaan. Jadi pembelinya itu banyak yang nggak bayar. Seperti tukang becak, atau orang-orang yang pulang dalam keadaan mabuk. Kasihan, katanya,’’ sahut Lusiati (41), menantunya.
Tak heran ia seringkali mengalami kerugian dengan hanya membawa pulang uang Rp 150,- hingga Rp 200,- saja. Padahal, dana itu tak cukup untuk kulakan lagi. ’’Kami sampai harus pinjam sana-sini kalau mau jualan lagi,’’ aku Sadiyo yang menikahi Mak Si pada 1946.
Namun, semua ini dilakoni Mak Si dengan senang hati. Ia terus saja berjualan meski tak saban hari. Jika ada dana ia bisa berjualan empat kali dalam sepekan. Jika tak ada dana maka ia hanya berjualan sekali dalam sepekan. Namun, semua itu tak membuatnya jera.
’’Namanya hobi itu kan susah dihentikan. Sudah turunan dari keluarga ibu (Mak Si). Wong ibu itu dulu sempat diwarisi enthong kecil sama embah,’’ tukas Lusi.
Selebriti hingga Pejabat
Eksistensi Mak Si dalam menjalankan usahanya ini pun membuahkan hasil. Pada 1980 dan 1990-an pun banyak artis ibukota seperti Dorce, Mus Mudjiono, Mama Hengky, Gombloh, Djalal, dan Embong Rahardjo adalah pelanggan tetapnya. Sekitar awal 1990-an Mak SI mulai dibantu oleh keempat orang anaknya, Mudjianto, Djuwariah, Mudjiono, dan Mulyadi serta menantu-menantunya.
Kepandaian memasak Mak Si pun diwariskannya pada putrinya, Djuwariyah; Endang, cucunya (anak Djuwariah), dan Supiah (43), istri Mulyadi. Supiah bahkan melengkapi dagangan mertuanya dengan nasi bebek dan nasi campur. Wanita asal Prigen, Pasuruan, ini pun membantunya berjualan rawon saat Mak Si libur. Dan, nama-nama artis kondang seperti Iwan Fals, Krisdayanti, Mus Mulyadi, Kadir, Doyok dan juga tokoh politik pun selalu mampir.
’’Mereka itu sampai bilang kalau ke Surabaya belum makan rawon disini berarti belum ke Surabaya. Dorce itu yang paling sering kesini. Kalau dia ke Surabaya pasti cari Mak Si. Kalaupun dia nggak sempat mampir pasti nyuruh orang untuk bungkus (dibawa pulang),’’ ujar Supiah.
Masuk Istana Negara
Nama ’’Rawon Hostes’’ pun beralih menjadi ’’Rawon Setan’’ dalam tiga tahun terakhir. Nama tersebut merupakan pemberian wartawan lantaran jam bukanya yang dimulai pukul 23.00 hingga 03.00 WIB. Kini, usaha Rawon Setan-nya pun sudah sampai ke Istana Negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun tercatat sebagai pelanggan tetapnya. SBY selalu mampir ke Embong Malang ketika singgah ke Surabaya. Bahkan, saat ia melakukan kampanye dulu juga menyempatkan diri untuk sekedar mencicipi masakan kegemarannya. Makanya, Supiah pun ditawari untuk berjualan di acara Parade Senja dalam Perayaan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus. Selain itu, ia kerap ikut berbagai festival makanan. Kini, omzet mereka mencapai Rp 4 juta setiap hari.
’’17 Agustus besok adalah tahun kedua saya diminta ikut Parade Senja,’’ ucap Supiah bangga.
Kini, makanan yang terkenal muncul malam hari itu pun dapat dinikmati pagi hari di kawasan Kutisari Utara yang dibuka mulai pukul 08.00-21.00 WIB. Mereka juga sedang mempersiapkan pembukaan restorannya di kawasan Jemursari dan Embong Malang (depan gedung mereka biasa mangkal) untuk berjualan pagi hingga malam. Tempat tinggal Supiah di Prigen juga direncanakan menjadi cabang berikutnya.
Jika ada pertanyaan menganai hasil yang sudah diperolehnya kini, rumah Supiah di Ketandan Baru dan Petemon dengan segala keperluannya serta beberapa tempat yang disewanya adalah jawabannya. [NUY HARBIS]
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar