Senin, 07 September 2009

Kesempatan dalam Kesempatan

Oleh: Rie Rie

Lima buah netbook Lenovo S9 aku bawa dengan perasaan riang. Berat tubuhku seolah seperti kapas, melayang ringan hampir tak berbobot. Terbang bersama debu-debu di sepanjang Great George Street setelah semenit yang lalu turun dari sebuah mall yaitu Windsor House yang berada di Causewaybay. Sedemikian ringan hingga membuaiku sendiri dalam bayangan antara dolar hongkong dan rupiah.


Aku merasa terbang meninggi dan semakin tinggi hingga menyentuh awan-awan yang lembut. Setiap satu langkah seperti satu lompatan indah menuju awan putih yang lain. Namun mendadak sudah tak ada awan putih lagi di hadapanku dan langkahkupun terhenti total. Dua awan hitam diam menghadangku. Dan tiba-tiba saja sebuah kilat menyambarku.

"Lei keh sanfencing a, emkoi!" kata seorang polisi.

"Your ID card, please!" kata polisi satunya lagi.

Awan hitam itu menjelma sebagai dua orang polisi yang tinggi tegap berseragam biru. Dengan pistol menggantung di samping kanan pinggangnya. Tak ada tanda-tanda bahwa mereka marah kepadaku namun tak ada juga tanda-tanda bahwa mereka ramah. Wajahnya begitu datar, ekspresi yang terlihat adalah keseriusan akan pekerjaan yang mereka jalankan.

"Siuce, san fencing a emkoi! Your ID card!" kata polisi pertama lagi, nadanya meninggi.

"Sanfencing? ID card?" bathinku. Mengapa mereka meminta KTP Hongkongku? Apa kira-kira kesalahanku? Apakah aku mencurigakan?

Kuletakkan dua tas yang berisikan netbook tersebut kemudian mengambil Ktp yang tersimpan di dompet yang menggantung di leherku. Kuserahkan kepada mereka dengan sebuah pertanyaan, "Why? Did I do something wrong? Ngo yau me cho cek(Apa aku berbuat salah?)?"

"Mo ye lah, ngotei check ha kamma(Tak ada apa-apa, kami hanya ngecek saja)" kata polisi pertama.

"Lei come ling kemto ko netbook keh?(Mengapa kamu membawa banyak netbook?)" tanya polisi kedua.

Aku berpikir sejenak, kalau aku salah memberi jawaban, saat itu juga mereka akan membawaku ke kantor polisi di interogerasi untuk kemudian di laporkan ke Imigrasi, sedangkan 20 menit lagi aku sudah harus berada di tempat les Mandarin Katelyn, jam 11 les Mandarinnya selesai. Saat itu jam 10. 40.

Hari itu kebetulan adalah jadwal les Mandarin Katelyn. Biasanya aku menunggunya di hingga selesai les. Pikirku daripada aku menunggu selama satu jam lima belas menit di sana, lebih baik aku menuju ke Computer center di mall Windsor House untuk mengambil pesananku (5 buah lenovo S9), yang aku pesan secara online seminggu yang lalu yang sebenarnya tinggal menunggu kurir untuk mengantarkannya. Dan, ah aku sudah tak sabar menunggu kurir sehingga hari itu aku berinisiatif untuk mengambilnya sendiri. Toh hanya netbook saja, masing-masing hanya 1,2 kg saja, pasti tak berat, pikirku.

Seminggu sebelumnya aku mendapat kabar dari bos bahwa di mall Windsor House ada netbook kosong(tanpa hardisk) yang di jual murah. Selang beberapa jam kemudian beberapa sms segera aku kirimkan kepada teman-temanku, dan ketika aku mengajak Kateln untuk bermain di tamanpun aku sempat bercerita tentang netbook tersebut kepada kawan-kawanku di sana. Singkat kata mereka tertarik dan menyuruhku untuk memesan, membeli sekaligus menginstall windows beserta beberapa aplikasi lainnya untuk kemudian mereka memberiku upah atas susah payahku. Aku setuju, pikirku inilah yang di sebut simbiosis mutualisme yang sebenarnya, kami sama-sama beruntung. Mereka bisa mendapat netbook dengan harga jauh lebih murah sedangkan aku bisa mendapat upah, adil bukan?

Menginstall tak membutuhkan waktu lama, hanya satu jam untuk satu netbook dan upahnya lebih banyak daripada saat aku mencoba menjual nasi bungkus keliling di Victoria Park kemarin hari. Kemarin hari waktu liburku aku mencoba menjual beberapa nasi bungkus keliling lapangan Victoria(hanya penasaran saja pengin nyoba seperti mbak-mbak yang lain). Mungkin karena aku tak berjiwa dagang atau mungkin karena wajahku tak meyakinkan dan suaraku saat meneriakkan tawaran nasi bungkus tak selantang mbak-mbak yang lain atau mungkin karena terlalu banyak penjual nasi bungkus hari itu sehingga setelah berjalan keliling selama 3 jam baru 20 nasi bungkus tersebut habis. Dan uang yang kudapatpun tak sebanding dengan capek di kakiku dan suara serakku.

Dan di banding dengan uang yang kudapat saat aku mengamen cara baru di Victoria park, yang semakin hari semakin menurun peminatnya, menginstall komputer ini lebih mengasyikkan. Taukah apa artinya mengamen cara baru tersebut? Begini, ku-download iTune di laptopku(laptop pinjeman dari bos) kemudian meminjam CD dari teman dan perpustakaan Hongkong untuk di convert ke MP3(go n try it!!!). Berbekal seabrek lagu di laptop pinjeman tersebut, maka aku duduk manis dengan menggelar plastik di Victoria Park dan menawarkan bantuan untuk mentransfer lagu ke MP3 atau Hp teman-teman (TKW) yang lalu-lalang di hari libur tersebut dengan mematok harga murah 40 sen perlagu. Minggu pertama, kedua dan ketiga berjalan sempurna, namun dengan semakin pandainya mereka(tkw) juga semakin up to date-nya HP mereka(bluetooth) maka semakin menurun pula pendapatanku dari mengamen cara baru tersebut.

"Siuce, lei mei tap ngo. Timkai lei ling kemto ko netbook keh?(Nona kamu belum menjawabku. Mengapa kamu membawa banyak netbook?)" tanya polisi kedua lagi.
"Timkai? Mengapa? Yanwai ngo lopan kiu lo. Bosku nyuruh saya mengambil netbook ini. Sekarang bolehkah saya pergi karena saya harus menjemput momongan saya jam 11," kataku. Aku cemas karena kudengar polisi pertama menelpon petugas imigrasi. Namaku di sebut-sebut, dia(polisi pertama) juga menanyakan perihal aku kepada petugas imigrasi dan saat itu menit demi menitpun berlalu tanpa aku bisa berbuat apa-apa.

"Pak, bolehkah saya pergi sekarang? Momongan saya sudah hampir keluar dari lesnya. Kalau dia tidak melihat saya di sana pasti dia akan berteriak-teriak mengangis," kataku padanya.

"Tang tang a. Lei ke bosi number leh? (tunggu. Nomer telpon bosmu mana?)" tanya polisi kedua.
Aku semakin gelisah. Saat itu tak seharusnya aku klayapan. Seharusnya aku duduk manis menunggu Katelyn keluar dari lesnya. Dan kalau aku menelpon bos dan mengatakan kalau polisi menghadangku sedangkan ada lima buah lenovo S9 bersamaku apa kata mereka nanti, pikirku.

Nekat, serta merta ku dial nomer telepon bos. Kukatakan padanya kalau dua orang polisi menghadangku dan mereka mencurigaiku karena aku membawa lima buah lenovo S9. Beruntung bos pengertian, karena sewaktu aku memesan netbook kemarin mereka mengetahuinya, dan merekalah juga yang meminjamiku beberapa soft ware.

Polisi pertama bercakap-cakap dengan bosku. Dalam bahasa kantonis fasih yang tidak aku kuasai sepenuhnya. Dan kemudian menutup pembicaraan, menyerahkan hpku kemudian mengucap terimakasih dan maaf karena telah mengganggu tugasku. Aku lega. Segera saja aku setengah berlari menuju tempat les Katelyn. Baru beberapa menit sebelum sampai aku di tempat les Katelyn aku dikejutkan lagi oleh dering HP ku. Mr. Wong, demikian tertera pada layar HP-ku.

"Cece, we will talk about it tonight," katanya tegas. Oh ya pasti, beberapa wejangan akan didendangkan oleh sang bos. Duh...

Ada 19 netbook lenovo S9 yang berhasil aku install(sekarang sudah ga ada stok lagi, hiks..), untuk kemudian aku bisa memiliki netbook sendiri(membeli netbook lenovo S10) tanpa mengurangi gajiku. O iya, pernah juga mencoba menginstall Mac(macintosh) ke lenovo S9 dan berhasil. Ada yang mau coba?


dari sini

0 komentar: