Kamis, 17 September 2009

Warung Pojok Kuburan [1]

Omzetnya Rp 2,25 Juta/Malam

Beda lagi dengan bisnis sega sambel yang dirintis oleh Tardji [42] yang membuka warung sega sambel yang diberinya nama Warjoku alias warung pojok kuburan. Berdagang dengan niatan ibadah, warung yang didirikannya sejak 1998 ini kini malah menghasilkan omzet hingga Rp 2,25 juta hanya dalam kurun waktu tak sampai empat jam sejak dibuka pukul 17.00 WIB setiap malamnya. Wah, apa rahasianya ya?


Namanya juga warung pojok kuburan, maka letaknya pun mepet kuburan di depan kampus Unesa Ketintang, Surabaya. Tak ada maksud apapun sebenarnya dibalik pendiriannya itu kecuali dekat dengan kampus SMK Ketintang 1 dan 2 serta SMA Satya Widya Darma di jalan Ketintang No 147. Pasalnya, diawal pendiriannya dulu adalah karyawan di yayasan Satya Widya Darma yang menaungi sekolah tersebut.

’’Sejak 1992 saya sudah karyawan di tempat itu. Dulu sih gaji karywan di tempat itu 2 kali gaji PNS, tapi sekarang sudah jauh lebih murah. Makanya, nggak lama setelah itu saya mulai jualan legend an kue-kue kering di kantin,’’ aku Tardji saat ditemui Peduli di warungnya beberapa waktu lalu.

Usahanya ini rupanya cukup berhasil. Kue-kue kering dagangannya laris manis terjual seharga Rp 4 ribu- 7 ribu per kilo. Snack¬ dan legen jualannya ini membuat Tardji meraup penghasilan Rp 2–3 juta per minggu. Dari situ, ia mulai berani menyediakan makanan berat seperti soto, sate dan gorengan plus legen. Disitu omzetnya mulai meningkat menjadi Rp 3–4 juta per hari. Baru pada 1998 ia memutuskan untuk membuka Warjoku diluar sekolah. Selain lokasinya dekat sekolah juga dekat dengan rumahnya yang berada di jalan Karang Rejo.

Saat pertama membuka Warjoku, Tardji hanya bermodalkan Rp 40 ribu. Beruntung, semua alat dan perlengkapan memasak telah ia miliki termasuk terpal dan rombong. Sehingga ia tak perlu menghabiskan uang untuk membeli barang-barang tersebut.

’’Jangan dikira bisa langsung ramai seperti sekarang. Wong dulu kita cuma kulakan untuk beli beras 2 kg, lele 1 kg dan tempe cuma enam potong,’’ sahutnya sambil menggorang ikan.

Bahkan, saking sulitnya menarik pelanggan agar mau berbelok kearah warungnya, tardji kerap mengalami kerugian lantaran sama sekali tak mendapatkan pelanggan dalam semalam.

’’Kita sering pulang nggak dapat pelanggan blas dalam semalam. Ini terjadi sampai 2 bulan pertama,’’ tuturnya.

Kondisinya ini terus berlanjut hingga beberapa tahun. ’’Kadang untung, kadang nggak untung tapi juga nggak rugi. Tapi tetap berusaha. Lama-lama ya untung sedikit demi sedikit. Mungkin baru menampakkan hasil lima tahun terakhir ini,’’ sambung pria yang pernah bekerja sebagai sopir saat muda dulu.

Kunci suksesnya hanya satu, yaitu ramah dan sabar melayani pelanggan meski kerap mengalami kerugian. Kini, dengan omzet Rp 2,25 juta setiap malam Tardji dibantu istri, anak dan sanak saudaranya itu membutuhkan 40 kg beras per malam. Selain itu, juga 10 kg lele, 6 ekor ayam, 200 potong tempe, 50 potong tahu, 7 kg telur ayam, serat berbagai ikan seperti ikan pe, gurami, kerapu, dan dorang masing-masing 2 kg. Ini ia dapatkan dengan membuka dagangan mulai pukul 17.00 hingga 21.00 WIB. Terkadang, kalau sepi dagangannya baru habis pada pukul 23.00 WIB.

Soal keuntungan dan jumlah pengeluaran setiap harinya, ayah 3 anak ini tak pernah menghitungnya. Meskipun demikian, usahanya ini telah membuahkan hasil berupa tiga buah rumah yang ditinggali di Karang Rejo, Tulung Agung dan Gresik sebagai kampong halaman mereka. Bahkan, Tardji mampu membeli sebuah Villa di kawasan Batu, Malang dan tiga buah sepeda motor bagi anak-anaknya serta sebuah mobil untuk operasional usaha sega sambelnya. Ia juag telah membuka cabang warung yang khusus menyediakan nasi bebek di depan RS Siti Khodijah, Sepanjang.

’’Alhamdulillah. Wong dagangan niatnya ibadah kok. Jadi saya tahunya penghasilan setiap malam saya masukkan tas kresek terus saya taruh di lemari. Kalau mau kulakan baru dikeluarkan. Setelah terkumpul beberapa hari baru di simpan ke bank,’’ akunya sambil tersenyum. [NUY HARBIS]

0 komentar: