Minggu, 11 Oktober 2009

''Perajin Batu Akik Butuh Pasar''

’’Akik adalah khas Pacitan. Nama batu akik Pacitan sudah dikenal. Tapi, kenapa di sini batu akik ndak bisa bertahan?’’ Hal itu disampaikan Pak Timbul, nama aslinya Paiman, saat berbincang-bincang dengan Peduli di rumahnya di Desa Gendaran, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan. Hal itu dikemukakan terkait dengan pasar batu akik yang saat ini, menurut dia, tak hanya lesu, tetapi sudah hancur karena dayabeli masyarakat anjlok sejak krismon tahun 1990-an.

Selain itu, saat ini ongkos produksi - termasuk bensin, solar, dan oli - juga jauh lebih mahal daripada masa jayanya bisnis batu akik dulu sebelum krismon. Kata Pak Timbul, kalau dipukul rata, dulu seorang pekerja dapat 1 kodi batu akik per hari. Ongkos produksi untuk 1 kodi batu akik dulu hanya sebesar Rp 500, tetapi sekarang ongkos produksinya mencapai Rp 10.000/kodi. Satu kodi berisi 20 biji batu akik. ’’Dulu bensin masih Rp 1.100, sekarang sudah berapa? Tapi, kendala utamanya adalah pasar,’’ tegas Pak Timbul yang mulai merajin batu akik sejak tahun 1968.

Karena rusaknya pasar batu akik, pekerja Pak Timbul pun kini menyusut drastis. Dulu waktu ramai, Pak Timbul mempekerjakan sampai belasan orang untuk mengolah batu akik. Yang bekerja pun saat itu sampai dipisah-pisah. Yang khusus memotong batu, ada sendiri. Yang khusus membentuk, ada sendiri, Yang khusus ndadekke, juga ada sendiri. Sekarang, dari belasan orang karyawan Pak Timbul, tinggal 4 orang saja yang masih bertahan. Selain yang 4 orang itu, semua sudah mencari pekerjaan lain.

’’Dulu waktu ramai, dapat I kodi langsung laku. Kalau sekarang, enggak. Kadang-kadang 1 bulan laku 1 kodi saja belum tentu. Lha, repot sekarang,’’ keluh Pak Timbul yang mengaku batu untuk bahan baku usahanya diperoleh dari petani. Ada orang-orang yang bekerja mencari batu di gunung, kemudian Pak Timbul membeli dari mereka.

’’Batu akik sebagian besar yang saya tekuni ya dari Pacitan. Carinya ke gunung. Tidak cari sendiri batunya, tapi kiriman dari petani. Selain dari Pacitan, kadang juga dari Trenggalek dan Ponorogo,’’ akunya.

Ditanya berapa pendapatannya kini sebagai perajin batu akik, Pak Timbul enggan mengungkapkan. ’’Sekarang hasilnya yang jelas warek dipangan (kenyang dimakan, Red),’’ katanya.

Butuh Bantuan
Terkait dengan hancurnya pasar batu akik, Pak Timbul mengaku cukup pusing. Pusing bukan karena memikirkan profesi lain apa yang bisa memberikan pendapatan yang lebih baik daripada profesi perajin batu akik. Bukan itu. Pak Timbul mengaku pusing memikirkan bagaimana caranya mengembalikan kejayaan bisnis batu akik.

Karena kendala utamanya adalah pasar, untuk mengembalikan kejayaan bisnis batu akik, menurut Pak Timbul, adalah memperbaiki pasar. Itulah yang memusingkan Pak Timbul. Yakni, memikirkan pasar atu akik.

Dan sebetulnya, Pak Timbul secara pribadi sudah punya solusi. Yakni, menurunkan harga jual produk batu akik. Namun, penurunan harga itu harus diimbangi dengan peningkatan efektivitas proses produksi. Dalam hal ini, menurut Pak Timbul, peralatan harus diperbaharui sehingga dengan peralatan yang lebih baik, proses produksi lebih cepat dan bahan baku yang terbuang dapat diminimalisasi. Pak Timbul yakin, dengan cara itu pasar batu akik bias lebih hidup daripada beberapa tahun terakhir ini.

Sekarang ini, menurut Pak Timbul, harga jual batu akik minimal Rp 2000/biji. Dengan harga jual sebesar itu, untung yang diperoleh Pak Timbul sebagai produsen batu akik sebetulnya tergolong minim. Karena, Pak Timbul hanya untung Rp 100/biji batu akik. ’’Kalau harga Rp 2000/biji itu dibilang murah, nyatanya tak ada orang mau beli?’’ ungkapnya.

Untuk menjalankan solusinya untuk mengatasi kehancuran pasar itu, Pak Timbul mengaku sangat membutuhkan bantuan modal, tapi bukan modal berupa uang, melainkan modal berupa alat untuk memperbaiki pasar. Untuk itu, Pak Timbul mengaku sudah menyampaikan keluhannya terkait dengan hancurnya pasar batu akik ke Pemkab Pacitan. Sayangnya, kata dia, hingga saat ini, pihak pemerintah belum memberikan tanggapan.

’’Padahal batu akik ini termasuk salah satu icon Kabupaten Pacitan. Nama Pacitan ini terangkat antara lain juga karena batu akik ini,’’ ungkap Pak Timbul penuh penekanan. [KUS/PUR]

5 komentar:

RIE PRODUCTION mengatakan...

saya sari rachma mau tanya kalau mau pesen batu akik ke mana ini alamat email face book saya: rie.rahma@yahoo.com / sari.rachma33@yahoo.com tlp 022.70066880 / 081220366107

RIE PRODUCTION mengatakan...

minta info batu akik 081220366107

Saepulloh.S.Psi mengatakan...

assalamualaikum...mau cari info alamat pengrajin batu akik,email gragesatriya@yahoo.com
nuwun

kelontong mengatakan...

saya mau ngeborong produk akik nya.tolong minta alamat nya ya gan ini email saya.

Bayugantara84@gmail.com

karya bangsa harus di hargai dan saling membantu.

Thanks

kelontong mengatakan...

dimana alamat nya gan ane mau ngeborong produk akik nya. Thanks