Sabtu, 03 Oktober 2009

HESTI ARMIWULAN, SH, M.HUM: Hak Politik TKI harus Dipenuhi

Disadari atau tidak, tenaga kerja Indonesia (TKI) memberi kontributor yang besar bagi devisa negara. Sayangnya keberadaan TKI masih dipandang sebelah mata. Di dalam negeri tidak mendapat tempat, di luar negeripun terlunta-lunta. Inilah nasib yang dialami oleh para TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Padahal, jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di luar negeri hingga saat ini diperkirakan sebanyak 2,7 juta orang.

Namun ironisnya, sebagian besar dari para pahlawan tersebut (sekitar 2 juta orang) selalu dihantui oleh persoalan yang sampai sekarang belum terpecahkan, mulai dari persoalan yang ringan hingga besar, seperti kasus pembayaran upah, pemukulan, perkosaan sampai kasus TKI yang dihukum mati. Bahkan ketika harus pulang ke negaranya sendiri, ia tetap harus berjuang dan membayar mahal. Hal ini membuat miris wanita yang saat ini aktif dalam Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Hesti Armiwulan.

Wanita berjilbab ini cukup concern melihat permasalahan TKI yang tak pernah ditangani dengan baik. "Seharusnya pemerintah sadar bahwa kondisi TKI saat ini sangat memprihatinkan. UU tenaga kerja juga masih sangat lemah sehingga permasalahan TKI selalu tidak bisa diselesaikan dengan baik," terang Hesti yang menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Surabaya.

Di matanya, setiap persoalan TKI yang muncul selalu dianggap sebagai persoalan pribadi tiap warga negara. Padahal seharusnya setiap permasalahan satu orang saja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah menjadi masalah bangsa.

Kontrol dan pengawasan TKI oleh pemerintah sendiri menurut Hesti juga sangat lemah. Terbukti masih banyak TKI bermasalah (muskila) yang belum bisa diselesaikan oleh pemerintah. Selain itu masih banyak TKI yang menggunakan identitas palsu agar bisa bekerja di luar negeri dengan ketrampilan yang sangat minim. Mereka juga hanya dipenuhi hak ekonominya saja, seperti misalnya hak mendapatkan upah. Sementara hak sipil dan politik yang seharusnya menjadi tanggungan negara tak pernah diberikan. Padahal jelas tercantum dalam UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum oleh negara.

Hesti berharap, masalah ini tidak dikesampingkan pemerintah. Karena menurut data terbaru, pada 2005 TKI TKI telah menyumbang devisa negara US$ 2,5 miliar.

Selama kondisi ekonomi di tanah air belum pulih, Hesti yakin masih banyak ribuan TKI yang akan dikirim ke luar negeri. Untuk itu setidaknya pemerintah mulai berpikir untuk membuat undang-undang baru yang mendukung keberadaan TKI. Selain itu setidaknya sebelum TKI dikirim ke luar negeri. Mereka terlebih dahulu telah diberikan ketrampilan dan pengetahuan yang cukup tentang undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku di negaranya maupun di negara yang akan ditempatinya.

"Pengetahuan tentang UU tenaga kerja ini penting. Sehingga ketika ia mendapatkan masalah sesegera mungkin ia bisa mengambil sikap yang benar sesuai hukum yang berlaku," terangnya. (kd)


Biodata
Nama : Hesti Armiwulan, SH, M.Hum
Pendidikan : S2 Ilmu Hukum
Status : Menikah, memiliki 2 anak
Jabatan : - Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia
Universitas Surabaya
- Dosen Fakultas Hukum Universitas
Surabaya

1 komentar:

ANANG PRASONGKO mengatakan...

Seharusnya hak politik tki harus dipenuhi, tapi antara harapan dan kenyataan selalu beda, jadi ya tetap diperjuangkan.

anangprash2008@blogspot.com