Jumat, 09 Oktober 2009

Bisnis Ikan Hias

Lebih Bagus Punya Penangkaran Sendiri

Bisnis ikan hias bisa menjadi perkawinan yang indah antara hobi dan pekerjaan yang menguntungkan. Dan akan lebih menguntungkan lagi jika ada modal penangkaran sendiri, bukannya hanya mengandalkan: menjual ikan hasil kulakan –seperti yang dilakukan Abdullah Royid, seorang pedagang ikan hias di Trenggalek ini.


Usaha penangkaran maupun penjualan ikan hias sebenarnya bukan lahan usaha baru lagi. Dari tahun ke tahun, jumlah orang yang menekuni semakin bertambah. Dulu, para penggemar di wilayah Trenggalek hanya bisa mendapatkan ikan hias di Tulungagung atau bahkan harus ke Blitar yang merupakan sentra penangkaran berbagai jenis ikan. Kini tidak usah pergi jauh-jauh, sebab di Trenggalek sudah ada yang menjual atau menyediakan bermacam jenis ikan hias.

Abdulah Rosyid (42) bersama istrinya, Ribut Sayekti (26), warga RT 17, Desa Surondakan, Kecamatan Trenggalek (Jl. Pangeran Hidayatullah No: 19 A) kompak menekuni bisnis ikan hias ini.

’’Awalnya memang saya ini penggemar ikan hias. Seinggat saya, sejak SMP saya hoby banget sama ikan hias itu. Selain saya pelihara sendiri sebagian ikan milik saya sering saya jual ke sebatas teman atau tetangga yang tertarik untuk memilikinya,’’ ujar Rosyid. ’’Mengenai harga, saat itu tidak menjadi persoalan, yang penting bisa untuk membeli ikan yang baru, dan peluang untuk komersil belun terpikirkan,’’ lanjutnya.

Baru sekitar 1990 usaha untuk membisniskan ikan hias peliharaannya mulai dilakukan. ’’Mula-mula saya hanya memiliki satu kolam ukuran 2 x 3 m untuk menampung beberapa jenis ikan hias. Jumlah ikannya ya terbatas untuk melayani permintaan pembeli terutama anak-anak, dan hal itu berlangsung sekitar 10 tahun, karena baru tahun 2000 saya menambah modal untuk memperbesar kolam,’’ tuturnya.

Saat ini Rosyid telah memiliki 1 kolam ukuran 4 x 6 m dan 1 kolam ukuran 3 x 10 m yang di sekat-sekat menjadi 10 sekat. Modal yang dibenamkan untuk membuat kolam dan segala peralatannya mulai pompa air, pipa-pipa, filter, dan peralatan lainnya mencapai Rp 7,5 juta. Itu belum termasuk modal untuk mengisi stok ikannya.

Untuk mengisi kolamnya, seminggu sekali Rosyid membeli ke pelanggan tetapnya di Tulungagung. Sekali belannja rata-rata habis Rp 500.000; dengan membawa pulang bermacam jenis ikan hias yang telah siap untuk dijual kembali.

Mengenai pemasarannya Rosyid memilih segmen kalangan bawah, dengan menyediakan berbagai jenis ikan hias yang masuk kategori murah-meriah. Juga segmen anak-anak dengan pertimbangan harga yang terjangkau/murah dan bila terjadi kematian pada ikan-ikannya resiko ruginya tidak terlalu besar.

Adapun jenis ikan yang dijual antara lain meliputi; ikan cupang, ikan kura-kura, gupi, zebra, bendera, sumatra, nias, koi, koki, dan masih banyak lagi jenisnya. Dan semua itu diberi harga mulai dari Rp 100; sampai yang paling mahal Rp 15.000; tergantung dari jenis ikan dan besar kecil ikannya.

Dari hasil penjualan ikan hiasnya setiap harinya rata rata bisa memperoleh pemasukan antara Rp 150.000 sampai Rp 500.000. ’’Bila pembeli sadang sepi paling banter saya mendapat Rp 150.000, itu sudah bagus. Namun, bila sedang ramai yaitu pada hari Minggu atau pada bulan Agustus dan bulan Puasa saya bisa memperoleh pemasukan Rp 500.000; bahkan bisa lebih,’’ terang Rosyid.

Saat ditannya mengenai laba bersihnya Rosyid tidak bisa menjelaskan secara rinci. Setiap minggu ia kulakan ikan dan jumlah ikan yang terjual tidak dapat dihitung dengan pasti. Ia hanya bisa mengatakan bahwa dari hasil penjualan ikan hiasnya setelah dipotong biaya operasional dan biaya pakan yang setiap bulannya mencapai Rp 500.000; ia masih bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya serta setiap bulan bisa menyisihkan dana untuk ditabung tidak kurang dari Rp 500.000.

Kendala utama usaha ini adalah bila terjadi kematian masal pada ikan-ikannya. ’’Sudah seringkali saya mengalami kerugian akibat kematian ikan-ikan saya, dan bila saya melakukan pengaduan atau klaim terhadap penjual (pedagang tetap saya ) tidak pernah mendapat yang baik. Paling-paling dijawab, bahwa yang jelas waktu saya ambil ikan dalam kondisi sehat,’’ kata Rosyid. Lebih lanjut Rosyid menerangkan bahwa setelah dicermati kemungkinan besar terjadinya kematian terhadap ikan akibat perlakuan pada waktu panen di tingkat peternaknya.

Untuk mengatasi kendala tersebut Rosyid kini mulai berpikir untuk menangkarkan sendiri. Namun, perlu lahan dan modal yang tidak sedikit untuk itu. [PURWO]

1 komentar:

Anonim mengatakan...

jika boleh tahu, bagaimana awal memulai bisnisnya??,,makasih