Kamis, 08 Oktober 2009

Desa Penghasil Kerupuk Sadariyah [1]

Jika Anda berkunjung ke desa ini, baru masuk gerbang desa saja, Anda sudah disambut meriah oleh kerupuk-kerupuk di tepi jalan. Desa ini memang dikenal dengan kerupuk sadariah-nya. Usaha kerupuk ini bahkan jadi sumber penghasilan separo warga.

Seperti umumnya pemukiman, rumah-rumah di Desa Puhjajar, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ada di kiri-kanan jalan, bagian depannya menghadap ke jalan. Dengan demikian, rumah-rumah berhadap-hadapan, tapi dibatasi jalan desa.

Mayoritas, halaman rumah berlapis disemen. Di situlah pemiliknya menjemur kerupuk sadariah. Halaman tersebut memang difungsikan sebagai jemuran kerupuk.

Kebanyakan, pengusaha memroduksi kerupuk melebihi kapasitas lantai jemurannya. Maka, bagian atas pagar halaman pun berubah jadi jemuran kerupuk. Sampai-sampai, tepian jalan bahkan juga untuk menjemur kerupuk. Ini tampak di beberapa rumah penduduk.

Tak ayal, desa pun meriah oleh ramainya kerupuk sadariah. Kerupuk-kerupuk itu kebanyakan dihias sumba merah. Sehingga tak hanya meriah, tapi juga ada pesona tersendiri. Sebab sepintas, bentuk dan warna kerupuk itu mirip adenium, bunga yang harganya mahal itu.

Selain kerupuk sadariah, ada juga yang memroduksi kerupuk samier. Namun, hanya sebagian kecil warga memroduksi kerupuk samier di samping kerupuk sadariah. Tidak ada yang khusus memroduksi kerupuk samier.

Menurut sejumlah warga yang tengah menjemur kerupuk sadariah, kerupuk berbahan singkong (ditambah sedikit garam dan sumba) itu akan kering hanya dalam waktu 2—3 jam, sebab matahari sedang terik. Pemakaian sumba atau dawat hanyalah untuk pemanis tampilan, supaya lebih menarik dipandang mata. ’’Kalau musim hujan, kerupuk bisa 2 hari baru bisa kering. Itu pun terkadang keringnya kurang sempurna,’’ ungkap Bu Umi, salah seorang produsen kerupuk sadariah di Desa Puhjajar.

Kalau sudah kering, kerupuk tinggal dikemas dan siap jual.

Pasti Ada Pembeli
Sudah puluhan tahun kerupuk sadariah diproduksi secara massal di rumah-rumah penduduk Desa Puhjajar. Selain karena bahan bakunya tak sulit didapat, beberapa pengusaha kerupuk sadariah, usaha rumahan itu tetap eksis karena memasarkannya juga mudah. Hal itu karena selain ada pembeli dadakan yang datang ke des itu, ada pula pembeli tetap.

Menurut Nahari, juga produsen kerupuk sadariah di Desa Puhjajar, pembeli dadakan adalah dari masyarakat konsumen langsung, terutama mereka yang akan menggelar hajatan. ’’Kalau dari masyarakat, yang beli ramai kalau musim hajatan. Sepi, biasanya kalau bulan puasa dan bulan suro. Bulan-bulan yang lain, normal-normal saja,’’ ungkap Nahari.

Pembeli tetapnya adalah para pengepul. Menurut Nahari, setiap hari ada pengepul datang ke desanya untuk membeli dan mengangkut kerupuk dengan truk. ’’Oleh para pedagang itu, kerupuk kami dibeli seharga Rp 14.500/kg,’’ ungkap Nahari. Ditambahkan Nahari, kerupuk sadariah ditempatkan dalam kantong-kantong plastik berisi 5 kg/kantong plastik.

Sementara itu, untuk singkong, bahan bakunya, para pembuat kerupuk sadariah umumnya tidak menanam sendiri. Mereka membeli dari pedagang. Pedagang mengambil ingkong dari Malang, Blitar, dan Trenggalek, lalu dipasok ke Desa Puhjajar. Dari pengepul, para pembuat kerupuk sadariah membeli singkong seharga Rp 700/kg atau Rp 70.000/kuintal.

Setiap harinya, berton-ton singkong dari Malang, Blitar, dan Trenggalek masuk ke desa ini. Singkong banyak didatangkan dari tempat lain karena meskipun separoh warga desa tersebut bermata pencaharian dari dunia pertanian, ternyata hampir tidak ada yang menanam singkong. Sehingga, para pembuat kerupuk sadariah di desa itu tidak dapat berharap dari para petani di desanya. [KUS]

0 komentar: