Jumat, 11 Januari 2008

Peduli

Syukurlah, setelah mengalami masa-masa kehamilan ide yang cukup panjang, akhirnya lahirlah majalan ini: Peduli. Mengapa nama Peduli kita pilih? Selama di antara kita masih ada rasa saling peduli, tak akan ada beban yang terlalu berat, tak akan ada masalah yang terlalu rumit, tak akan ada jalan yang terlalu sempit.

Dunia bergerak sebegitu cepat, dan semakin cepat terasa. Handphone model terkini yang kita beli sebulan lalu tiba-tiba saja hari ini sudah terasa sebagai barang antik. Lagu teranyar yang sangat kita sukai tiba-tiba saja sudah hampir jadi tembang kenangan hanya beberapa saat setelah kita menghafalkan syairnya. Secara ekstrimnya, begitulah. Maka, misalnya Anda sempat menjenguk kampung halaman beberapa waktu lalu dan tiba-tiba saja terobsesi untuk suatu sat nanti --setelah memutuskan berhenti bekerja di luar negeri— hendak membuka restoran di kota kelahiran, jangan-jangan kini obsesi itu sudah nggak pas lagi! Misalnya, karena semakin lesunya perekonomian, banyak orang jadi menahan diri untuk tidak makan di restoran.
Jika boleh agak sedikit muluk, Peduli hadir di tengah-tengah para pembaca sekalian untuk membantu menciptakan kondisi yang bagus bagi inspirasi dan terarahnya gagasan-gagasan dalam rangka perencanaan masa depan kita semua.

Untuk mencapai keberhasilan di dalam bidang apa pun, ketrampilan memang boleh diletakkan pada urutan pertama. Namun di sisinya, harus kita perkuat pula sikap yang didasari oleh pengetahuan dan wawasan yang luas. Kita tidak hanya dituntut trampil menghasilkan barang atau jasa, tetapi juga mesti pintar menerobos pasar. Maka, membangun hubungan atau berkomunikasi dengan pihak lain, membangun jaringan, adalah modal tersendiri yang nilainya bisa mengalahkan uang kontan. Itulah sebabnya Peduli merasa perlu melengkapi diri dengan rubrik-rubrik yang berkaitan dengan upaya pengembangan mental dan kepribadian.

Bahkan ada pula rubrik seni dan sastra. Ada cerpen, ada puisi, ada cerita bersambung. Melalui seni kita bisa mempertajam perasaan, intuisi, mengembangkan imajinasi, dan meningkatkan ketrampilan berimprovisasi atau melakukan tindakan dadakan sesuai dengan kebutuhan situasional. Itu semua bukanlah potensi individu yang hanya perlu bagi urusan berseni-seni. Orang berdagang pun mesti memiliki intuisi dan kemampuan berimprovisasi.

Kita tidak akan menjadi tua dan akhirnya mati hanya dengan tumpukan harta benda, melainkan juga dengan harta yang bukan benda. Sebab kata orang bijak, seperti pula yang diajarkan oleh semua agama, harta yang bukan benda itulah –termasuk kesediaan kita untuk selalu saling peduli-- yang bisa tetap kita bawa setelah kita mati. [REDAKSI]

Peduli

0 komentar: