Jumat, 11 Januari 2008

Jangan hanya Pesta jika Peduli

Sering, waktu terasa begitu cepat melaju. Terutama ketika kita sungguh-sungguh sibuk, 24 jam dalam sehari serasa kurang. Waktu dirasa jalan terlalu lambat, tampaknya, hanya oleh orang-orang yang sedang sakit dan atau mereka yang tidak mau bekerja. Syukurlah, segenap awak Peduli dikaruniai kesehatan, dan kesibukan, dan merasa: waktu jalan cepat. Lha, tiba-tiba saja kita sudah akan berjumpa Peduli edisi 11 [Maret 2007]. Artinya, bulan April 2007 nanti akan terbit Peduli edisi 12 [edisi ulang tahun]. Edisi ulang tahun yang akan digarap dalam irama kesibukan yang makin meningkat berkaitan dengan rencana menggelar FESTIVAL SASTRA BURUH 2007 [Blitar, 30 April – 1 Mei 2007].

Manusia, jika ia masih berumur setahun, namanya adalah bayi. Ia perlu dijaga dan dirawat secara istimewa. Makanan suplemen, dan bahkan susu bikinan pabrik pun mesti diberikan buat si bayi, walau ia juga secara rutin masih bisa ngemik susu ibunya. Lha, yang diperlukan Peduli yang masih akan berumur setahun tak lain dan tak bukan adalah kepedulian para pembacanya. Maka, Redaksi menunggu komentar, saran, dan kritik dari para pembacanya.

Ndilalah, selain mengulangtahuni Peduli, pada bulan April juga biasanya kita memeringati hari kelahiran pahlawan emansipasi Ibu Kartini. Biasanya, Peringatan Hari Kartini diisi dengan berbagai kegiatan bernuansa: perempuan. Ada lomba peragaan busana, lomba memasak, dan memaksa laki-laki [bapak-bapak] melakukan hal-hal yang biasa dilakukan perempuan, misalnya: menggulung stagen atau centhing, suami merias wajah istri, dan lain-lain yang rasanya memang sensasional. Dan selebihnya adalah pesta, perayaan, yang bisa saja sesunguhnya tidak begitu nyambung dengan Semangat Kartini.

Apakah kita akan merasa perjuangan Ibu Kartini telah menuai sukses ketika kita bisa memaksa bapak-bapak diam di rumah mengurus anak sambil memasak dan memberi peluang para ibu bekerja di kantor [di luar rumah]? Itukah persamaan hak yang sesungguhnya? Apakah Ibu Kartini bisa tersenyum [seandainya beliau masih hidup] melihat angka kekerasan dalam rumah tangga [KDRT] yang makin hari makin meningkat dan hampir semua kasus dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan? Itu belum termasuk kekerasan di luar rumah tangga dan di luar rumah yang juga hampir seluruh korbannya adalah perempuan.

Banyak orang yang cukup dramatik di atas podium ketika menggambarkan keadaan perempuan yang terlalu sering ditindas, lebih-lebih perempuan pekerja, tak terkecuali pekerja rumah tangga [PRT] baik yang bekerja di dalam maupun di luar negri, tetapi seolah kehilangan semangat begitu turun dari podium. Rasanya makin hari kita memang semakin banyak urusan, semakin banyak kepentingan. Lalu, secara alamiah masing-masing kepentingan itu merebut diri kita pada momentumnya masing-masing. Dan kita menjadi pelupa karena makin hari makin banyak yang mesti kita ingat.

Siapa yang tak tahu bahwa banyak pekerja perempuan kita, khususnya yang bekerja di luar negri, tak hanya memeras keringat, tetapi tak jarang pula keluar air mata, dan bahkan darah? Itunglah berapa pekerja perempuan kita yang pulang dalam ujud jenasah, dan bahkan hanya tinggal nama dan beritanya saja? Berapa pula yang mengalami perlakuan buruk sejak sebelum berangkat, ketika berada di penampungan, ketika bekerja, dan bahkan di dalam perjalanan pulang kembali ke tanah air? Pelaku kejahatan ada di mana-mana: di terminal, bandara, dan bahkan di tengah perjalanan. Siapa mau peduli? Di depan kamera televisi, di atas podium, orang berbicara berapi-api. Tetapi setelah itu, semuanya menjadi dingin.

Panitia FESTIVAL SASTRA BURUH 2007 menyadari semua itu. Karenanya, untuk acara yang bakal digelar di Blitar [30 April – 1 Mei 2007] itu Panitia menyoba mengundang berbagai pihak terkait urusan perburuhan: LSM, Pejabat Disnaker, Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Para Buruh, Seniman, PJTKI. Kita berharap semua pihak akan ambil bagian di dalam dialog yang kalau perlu tidak usah terlalu berapi-api, tetapi juga jangan gampang dilupakan.

Jadi, jika kita benar-benar mau peduli, pesta atau festival hanyalah sebuah sarana. Adalah wadah untuk terjadinya dialog dalam suasana yang lebih sejuk, dan indah [mengutip bagian pengantar dari proposalnya], dengan harapan akan didapat banyak inspirasi untuk mewarnai kebijakan, tindakan, perilaku yang lebih baik di kemudian hari.

Jadi, jangan hanya sekadar pesta.....! [Bonari Nabonenar, Pemimpin Redaksi Peduli, salah seorang penanggung jawab acara Festival Sastra Buruh 2007]

Sumber: BI

0 komentar: