Kamis, 10 Januari 2008

Mengeruk Dolar dengan Mengekspor Bonggol Bambu

Bonggol bambu biasanya dipandang sebagai limbah, bahkan orang enggan mengambilnya untuk sekadar ’kayu bakar’. Ternyata, orang kreatif bisa memanfaatkannya untuk mengeruk dolar!


Bambu biasa ditanam untuk diambil batangnya. Di desa-desa biasa digunakan untuk reng dan usuk [rangka atap rumah]. Juga dianyam untuk dinding, untukberbagai peralatan rumah tangga, dan sekian banyak barang kerajinan lainnya. Nyaris tak ada yang pernah berpikir bahwa bonggolnya pun bisa dijual, bahkan dengan harga yang lebih mahal.

Negara mana yang mau mengimpor tampah, rinjing, krembu, tompo, besek, kalo, gedhek, dan barang-barang lain berbahan dasar bambu dari Indonesia? Tetapi, setelah disentuh tangan-tangan trampil, bonggol bambu yang biasanya dilupakan [tak pernah diambil] bisa diekspor sampai Jepang, Italia, dan juga ke Kanada. Wouw!

Ceritanya, sekitar awal tahun 2001 ada seorang bernama Joemaro Joko Pratomo [asal Solo] yang mencoba menjual barang-barang berbahan bonggol bambu hasil karyanya, di tengah-tengah keramaian pesta buka giling di Pabrik Gula Kebonagung, Malang, Jawa Timur.

Pak Joemaro tidak sekadar menjual barang kerajinannya begitu saja, melainkan juga mendemonstrasikan ketrampilannya membuat patung itik dari bonggolbambu itu. Banyak orang tertarik dan mengerumuninya. Ada sebagian orang yang kemudian membeli barangnya, tetapi sebagian besar sekadar pengin melihat demo pembuatan patung itu. Itung-itung, tontonan gratis! Di tempat inilah sekarang berdiri Galeri 76, yang merupakan rumah produksi dan sekaligus gerai untuk memasarkan barang-barang kerajinan yang dihasilkan, bukan hanya patung itik, melainkan juga patung ikan, burung, kentongan, dan bahkan ada pula lukisan.

Banyak seniman bergabung di sini. Ketika Pak Joemaro mendemonstrasikan keahliannya membuat patung dari bonggol bambu, ternyata bukan hanya calon pembeli dan orang iseng melihat saja yang ikut mengerumuninya, melainkan ada pula mahasiswa Jurusan Seni Rupa Universitas Malang yang kemudian tertarik untukbergabung dengan Galeri 76. Ialah Awang Follys [24] yang kini menjadi salah satu orang kepercayaan Pak Joemaro dalam mengurusi Galeri 76 di kawasan Kacuk, bersebelahan dengan Pabrik Gula Kebonagung, Malang.

Pak Joemaro sendiri jarang-jarang berada di Galeri 76, karena sibuk mengurusi galerinya yang lain, termasuk harus sering bepergian ke luar negeri memromosikan produknya. Sudah sekian negara di jelajahi, di Asia, Eropa, dan Amerika.

Dji Sam Soe Award

Tanpa kreativitas, mustahil pamor bonggol bambu bisa secemerlang ini. Bahkan, apa yang biasanya dikenal sebagai limbah –yang untuk mengambilnya sebagai kayu bakar pun orang enggan— di tangan orang-orang trampil di Galeri 76 bonggol bambu menjadi komoditas ekspor.

Sebagai penghargaan atas kreativitas ini, atas prestasi mendatangkan devisa, termasuk jasa Pak Joemaro menampung pemuda-pemuda kreatif yang semula tidak punya pekerjaan sebagai karyawannya, tahun 2005 Galeri 76 menerima Dji Sam Soe Award, penghargaan yang bisanya diberikan untuk UKM yang dinilai sukses.

Upah Standar UMR

Ada sekitar 20 orang pekerja trampil di Galeri 76. Mereka bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 waktu setempat. Upah atau gaji mereka, menurut pengakuan Follys, standar UMR, antara Rp 700 ribu hingga Rp 800 ribu. Tetapi, mereka akan menerima tambahan jika rmai pesanan dan harus kerja lembur.

Ketika ditanya apakah tidak tertarik buka usaha sendiri, Follys mengaku belum berpikir ke arah sana. ’’Sementara ini tidak, Mas. Soalnya kami di sini baru sekadar bisa membuat barang-barangnya. Masih belum tahu bagaimana menjualnya. Kalau mengandalkan pasar dalam negeri, rasanya juga kurang menjanjikan,’’ demikian pengakuan Follys.

Mendapat gaji setandar UMR, agaknya juga sudah memuaskan bagi kawan-kawan Follys yang kebanyakan hanya lulusan SMP atau SMA.
’’Soalnya, cari kerja sekarang ini juga susah, lho Mas!’’ timpal Iwan, lulusan SMP yang sejak 2004 bergabung dengan Galeri 76. [PURWO SANTOSA]





Nama: Galeri 76
Lokasi: Malang, Jawa Timur
Pemilik: Joemaro Joko Pratomo
Karyawan: 20 Orang
Kapasitas Produksi: 50 patung itik/4 orang/hari [belum termasuk pengecatan]
Harga patung: Rp 20 ribu – Rp 750 ribu/buah
Pemasaran: Bali, Jakarta, Kalimantan
Ekspor: Perancis, Italia, Jerman, Belanda, Jepang, Kanada, Dubai, Moskow, New Zealand.

0 komentar: