Kamis, 10 Januari 2008

MONGKOK I’M IN LOVE

Tanti


Udara dingin mulai menyapa Hong Kong, pun malam itu. Meski baru menyapa namun dingin sudah mulai merasup yang membuat pori-poriku berdiri. Entah kenapa perasaanku malam ini menjadi begitu gelisah. Sebentar-sebentar kupandangi laki-laki di sampingku. Laki-laki yang memiliki senyum menggemaskan dan perhatianya kepadaku selama ini. Dan entah kenapa pula justru ketika perpisahan itu semakin dekat rasa aneh ini muncul, takut di tinggal olehnya, takut kehilangan dia, takut kesepian temaniku kembali. Ah, entahlah.

’’Hayo, kenapa dari tadi mandangin terus? Suaramu benar-benar mengejutkanku, andai kau tahu pikiranku sudah tak bisa lepas darimu, matilah aku. Aku hanya melempar senyumku, tanpa jawaban, dan yang pasti merah jambu hadir dipipiku. Aku mempercepat langkahku di Ladies market, Mongkok itu, mengantarmu membeli beberapa souvenir untuk teman-temanmu di Indonesia. Tiba-tiba kurasakan seseorang memegang pergelangan tanganku. Aku menoleh sesaat dan kulihat senyummu mengembang. Ah, andai kau tahu, hatiku begitu berdebar, wajahku pasti kembali berwarna merah jambu, atau malah lebih merah? Yang aku tahu, aku pun tak berusaha melepaskan genggaman itu, aku menikmatinya. Dengan senyuman yang selalu menghiasi bibir ini, kami terus berjalan menyusuri Ladies Market.

’’Mas, apa sih sebenernya yang ingin Mas cari di sini? Kataku mencoba mengalihkan perasaan yang sudah mulai tak karuan ini. Dia memandangku sekilas sambil tersenyum.

’’Gak tahu nih, mo nyari apa,’’ bisikkmu di telingaku.

’’Ah, Mas Indra ah, masak gak tahu, trus ngapain kita ke Mongkok?’’ aku pura-pura cemberut. Dia malah memepererat genggaman tanganya, menarikku pada sebuah tempat penjualan aksesoris, kalung. Terlihat dia memilih beberapa kalung bertali hitam berliontin yang terbuat dari kayu yang di bentuk mungil-mungil tapi indah.

’’Mana yang bagus ya? Sejenak kamu memilih-milih beberapa liontin di depanku. Aku pun ikutan jongkok memperhatikannya, menurutku semunya bagus, sampai-sampai aku sendiri tak bisa memilih.’’

’’Lha, mana yang tadi pertama kali menarik perhatian Mas Indra?’’ aku menggodanya sambil membalikkan semua pertanyaanya.

’’Dasar!’’ senyumnya yang menggemaskan langsung menyungging. Senyum yang selama ini aku suka, senyum yang benar-benar menarik perhatianku.

’’Menurutku semuanya bagus, tetapi menurutku pilihlah yang pertama menarik perhatiaamu, Mas!’’

’’Bagaimana kalau yang ini, bagus gak?’’ Sambil menunjuk sebuah kalung brliontin kapak kecil, melihat laki-laki yang berbadan gagah sepertimu memang pantas kalau memilih liontin itu. Berwarna kuning tua dan memang terlihat gentle.

’’Bagus Mas, iya pilih aja itu,’’ kataku sambil berusaha mengambil satu buah liontin itu dan meletakkan di telapak tanganya.

’’Bagus deh, kayaknya cocok kalau yang makai Mas Indra,’’ godaku. Dan kamu pun malah membawaku ke dalam pelukan mesramu.

’’Iya deh, aku beli yang ini,’’ akhirnya tanpa di tawar terlebih dahulu, kau pun membayar liontin itu.

’’Tar ya, beli anting-anting dulu,’’ katamu sambil senyum-senyum nakal.

’’Lha ternyata mau pulang kelihatan aslinya, pakai anting, kalung trus apalagi hayoo? Aku senyum-senyum saja menggodanya. Entah kenapa aku suka sekali melihat senyum itu. Kamu hanya membalasku dengan senyuman yang aku suka, sambil memilih beberapa anting-anting kecil polos di depanku.

’’Pilihin dunk mana yang bagus buat cowok,’’ aku pun ikutan memperhatikan beberapa anting kecil di depanku, dan akhirnya aku memilih anting mungil yang memang kupikir terlihat cocok untuknya. Terlihat dia tersenyum puas memandang oleh-oleh mungilnya.

’’Kamu mau di beliin apa, Cinta?’’ Pandanganmu beralih kepadaku.

’’Terima kasih, gak usah deh Mas!’’ aku hanya membalasnya dengan tersenyum.

’’Halah mesti, kebiasaan kamu ini, sini deh” kamu menarikku ke tempat souvenir di sebelah.

’’Nah, ini cocok buat kamu, harus memilih, kalau tidak aku marah,’’ akhirnya mau tidak mau aku mengikuti kemauan dia, karena jujur aku pun tak ingin mengecewakanya.

’’Ya udah, ini aja Mas!’’ sambil kutunjuk jepit rambut merah jambu yang mungil itu. Terlihat dia memperhatikan sejenak kembali tersungging senyum itu.

’’Bagus, indah, ya udah ini aja gak mau yang lain,’’ tatap mesramu membuat jantungku seakan berhenti berdetak.

’’Udah Mas, Cinta mau yang ini saja, satu kenangan cukup yang penting spesial,’’ senyumku centil.

’’Iya, iya...’’ lembut dia acak rambutku.

Hanya itu yang kami beli, namun sepanjang perjalanan di Ladies Market membuat hati kami seolah semakin berbunga. Genggaman tangan itu semakin erat, senyum dia pun tak pernah lepas dari bibirnya.

’’Mas Indra, kenapa senyum-senyum?’’ Aku pura-pura bertanya ketika sepatah kata pun tak lagi terucap meski kami hampir sampai di pintu keluar Ladies market, Mongkok itu.

’’Aku hanya membayangkan apa yang bakalan Hendra katakan ketika melihat kita bergandengan tangan,’’ dan ternyata aku pun langsung ikut membayangkan apa yang sedang dia bayangkan.

Hendra, cowok gondrong ketua rombongan itu. Tapi akhirnya aku berpikir, Hendra bukanlah anak kecil, meski dia mengetahui dia laki-laki yang fair, dan setia kawan, itu yang aku ketahui tentangnya setelah kurang lebih 2 minggu hidup di lingkup dia dan kawan-kawanya. Pun mungkin dengan Mas Edy, aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Pembawaan mereka bertiga asyik semua. Maka itu aku betah menemaninya selama 2 minggu ini di Hong Kong karena tugas.

’’Iya, ya mas, aku pun bisa membayangkan dia takkan berhenti menggoda kita, tetapi memang kita kenapa Mas? Kembali aku pura-pura sambil menatapnya mesra.

’’Tau, ah!’’ perlahan sambil cemberut dia lepaskan genggaman tanganya. Dan tiba-tiba aku berhenti di pinggir jalan itu, cemberut pula. Merasa aku tak lagi mengikutinya dari belakang, akhirnya dia berhenti, memandangku sekilas, tersenyum, mengulurkan tanganya sebelah. Dan bisa di tebak senyumku pasti merekah.

’’Gitu aja ngambek...!’’ bersamaan kami berucap. Tawa kami kemudian meledak. Dan begitu kami keluar dari Ladies Market, genggaman ini tak pernah terlepas bahkan lebih erat, mungkin seerat hati kami yang akan mulai berbunga. Yah, siapa tahu rencana Tuhan, kita hanya bisa menjalaninya. Membiarkan semua seperti air yang mengalir.[]


Hong Kong, Januari 2007
Selamat Tahun Baru 2007
Special untuk teman-teman dari Surabaya yang kemarin datang ke Hong Kong, sukses selalu ya…..!


cerpen peduli april 2007

0 komentar: