Minggu, 30 Desember 2012

SELAMAT TAHUN BARU 2013

Selamat! Kita sudah memasuki tahun yang baru. Jangan lupa bersyukur, Yang Mahakuasa telah memberikan kepada kita kesempatan untuk meghirup udara tahun baru (2013) ini. Dan berdoalah kita, semoga udara yang kita hirup semakin bersih dari segala bibit penyakit. Dan dengan semangat makin membaja kita tantang masa depan yang jauh membentang. Bukankah peta sudah dibuat, dan segala bekal semakin siap? Lalu dengan kerja kita bentangkan layar. Sebab harapan tak boleh pupus, harus semakin mekar.


Jika menjelang perayaan tahun baru Anda sempat mengintip dinding Facebook teman-teman kita, Anda akan mendapati bahwa mereka sudah bulat dengan rencana perayaan tahun baru, dengan cara mereka masing-masing. Beberapa di antaranya merencanakan pesta, makan bersama, joget bersama. Seolah mereka lupa, pesta sering membuat orang mabuk. Bukan karena minuman beralkohol, tetapi kemeriahan itu cenderung membuat orang melayang di awang-awang yang salah, bermimpi tanpa juntrungan, bukan mimpi yang berhimpitan dengan rencana-rencana yang kita susun, yang bahkan, mungkin, sudah mulai atau lewat setengah jalan. Bukan mimpi yang kita tunggu menjelma kenyataan. Mimpi orang di dalam kemeriahan pesta biasanya adalah tujuan itu sendiri. Dan itu maya alias semu. Suka-cita yang disebut orang Jawa: ”Mung sagebyare thathit,” (= hanya sekelebat kilat).

Apakah kita tak boleh berpesta? Oh, tentu boleh. Yang tidak boleh atau sebaiknya tidak, adalah: menyiapkan diri untuk tenggelam di dalam pesta itu dan karenanya yang tertanam di dalam kesadaran kita hanyalah bahwa tahun baru adalah ketika kembang api dinyalakan. Mungkin kita suntuk semalaman hingga terkapar, mabuk kesenangan. Hingga ketika bangun keesokan harinya, dalam sadar sesadar-sadarnya pun tetap saja tidak tahu pada kordinat mana kita berdiri. Dan titik mana mesti kita parani (tuju). Dan dalam konteks seperti inilah ayat ini, ”Demi waktu, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian…” sungguh pas banget!

Sering kita merasa sadar, merasa tahu, padahal kita nyaris tak ubahnya manusia tidur berjalan. Atau seperti ranting hanyut di arus deras, dan sambil bersiul atau bernyanyi riang kita biarkan tubuh dan jiwa kita terbawa arus, yang kadang disebut tren, mode, gaya hidup anak gaul, atau apa-pun-lah sebutannya. Sering batin kita berteriak, ”Inilah aku!” Tetapi, jagad sakisine atau seru sekalian alam hanya mendengar teriakan itu sebagai sebuah igauan, sebab pada saat yang sama masing-masing kita tidak pernah dapat menjadi ’aku.’ Tampaknya, memang, kita tak lebih dari sebuah kerumunan. Kecuali, mereka yang kapan dan di mana pun selalu sadar takaran. Semoga, di dalam perkecualian itu ada engkau, juga saya! Amin. Selamat tahun baru. Merdeka!

0 komentar: