Senin, 03 Desember 2012

Ngethek 25 Tahun Murtiani Terima Bantuan Gubernur Jatim


Murtiani (53), sudah 25 tahun menekuni pekerjaan sebagai ethek. Ia memulai pekerjaan berjualan sayur-mayur dan kebutuhan dapur secara berkeliling sejak 1987. Mula-mula dia menjanjajakan daganganya dengan cara menggendong dan menyusuri jalan-jalan di kampungnya. Dia mendapatkan dagangan yang hanya sebatas sayur-mayur, di pasar kecil di desanya sendiri, tepatnya di Dusun Sumbersari, Desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Dagangan yang hanya satu tenggok itu, kemudian dijajakan keliling dari rumah ke rumah. Dengan bermodalkan uang Rp10.000, ia akan mendapatkan keuntungan duapuluh persen atau sekitar Rp2.500.

Dua tahun kemudian, dari hasil menabungnya dia beli sepeda pancal bekas, dan memulai berdagang naik sepeda dengan ranjang bambunya. Kalau sebelumnya dia belanja hanya di pasar desa dengan barang dagangan yang amat terbatas, dengan sepeda bekas itu, dia berani belanja ke Pasar Penataran yang jaraknya lima kilometer dari desanya.


Subuh dia berangkat, bermodalkan uang Rp50.000 sudah bisa membuat ranjang bambunya yang bertengger kuat di sepedanya, penuh dengan barang dagangan. Dari sayur mayur, buah-buahan juga jajanan matang. Dan pelangganya pun bukan sekedar orang di kampungnya sendiri. Sejak mengayuh sepeda meninggalkan Pasar Penataran, otomatis dia sudah mulai menjajakan dagangannya. Untuk menuju desanya dia harus melintasi dua desa, jadi sepanjang perjalanannya, dia sudah mendapatkan pembeli yang nantinya bisa jadi akan jadi pelanggan tetapnya.

Ibu enam anak ini tak kenal lelah menjalankaan pekerjaannya. Para pelanggan tetapnya sangat tertolong dengan jasanya. Karena itu, dia merasa rugi jika harus berhenti dari pekerjaanya. Dia hanya mengambil libur jika melahirkan saja. Itu pun hanya satu bulan saja. Bahkan, saat hamil tua dia masih semangat dan dengan lincah mengayuh sepeda usangnya. Tak jarang dia membawa serta anaknya yang masih kecil, dimasukkan ke dalam keranjangnya.

Mengapa dia memilih menjadi peng-ethek daripada menekuni pekerjaan lain yang biasa dikerjakan para penduduk desanya yang kebanyakan bekerja sebagai buruh di perkebunan cengkih? ”Jualan begini hasilnya bisa langsung dirasakan. Jika bekerja di perkebunan kan harus nunggu saat gajian baru mendapatkan uang. Selain itu, bakul ethek itu keuntunganya pasti, tak pernah rugi.’’


Menurutnya, pada barang dagangan tertentu, dia bisa meraup keuntungan limapuluh persen, dari harga awalnya. Dan setiap hari bisa dipastikan barang dagangannya laku semuanya. Kalaupun tersisa hanya bumbu-bumbu dapur saja, yang masih bisa dijual pada hari-hari berikutnya.

”Tidak tertarik untuk cari kerja di luar negri?”

”Ah, tidak, sejak dulu aku tidak pernah tergiur jadi TKW, karena aku tidak akan tega meninggalkan anak-anakku,’’ jawabnya diiringi tawa lepas.

Sebagai istri kedua, ia mengaku nafkah yang didapat dari suaminya tidaklah banyak. Suaminya yang seorang petani, harus membagi hasil kerjanya dengan istri pertama dan anak-anaknya. Dari hasil kerjanya jadi peng-ethek inilah Murtiani mampu meringankan beban suaminya, mencukupi kebutuhan anak-anaknya yang berjumlah enam orang.

”Memang, uang yang aku dapatkan tidaklah bisa kugunakan untuk membangun rumah yang besar dan bagus, ataupun menyekolahkan anakkku ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti hasil yang di dapat TKW, namun aku cukup bersyukur karena nyatanya kami masih bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga masih bisa berpakaian yang layak, dan makan yang cukup, tanpa harus meninggalkan keluarga,’’ begitu ia mengungkapkan.

Tahun 2002 anak sulungnya pergi merantau ke Malaysia, dan kini bisa dikatakan sukses, karena selain berhasil membeli beberapa bidang tanah, juga membelikan sepeda motor untuk ibunya ini. Dengan sepeda motor barunya itulah Murtiani saat ini berjualan. Modalnya pun bertambah jadi Rp500.000 per hari, dan daganganya semakin bervariasi.

Dengan ponsel bututnya dia juga menerima pesanan membelikan barang tertentu yang tidak selalu dibawanya setiap hari. Banyak pelangganya yang hendak selamatan atau ada acara kecil- kecilan cukup minta tolong Murtiani membelikan semua perlengkapanya. Dan tentunya akan meraup keuntungan yang lebih banyak dibanding hari biasanya. Bahkan, dia punya pelanggan tetap yang sejak dia berjualan dengan cara menggendong sampai kini tak pernah berpaling ke lain ethek.

Bulik Murtiani memang punya kelebihan lain dibanding ethek lainnya. Selain sikapnya yang ramah dengan suara khasnya yang nyaring, dia tak segan mengutangi kepada orang yang kebetulan tidak punya uang. Selain para ibu rumah tangga, pelanggan tetapnya adalah sebuah warung makan, yang membeli hampir separo barang dagangannya tiap harinya.

Karena ketekunannya, Murtiani menyandang gelar penjual ethek terlama di desanya, dan pada November 2012, dia mendapatkan hadiah dari Gubernur Jawa Timur, berupa satu unit sepeda pancal, satu unit timbangan duduk, satu pick-up barang dagangan yang terdiri dari sayur-mayur, aneka bumbu dapur, dan buah- buahan. Dapat juga uang tambahan modal Rp 200.000. Dan hadiah ini tentunya sangat berarti bagi orang kecil seperti Murtiani. Mengingat satu desa hanya dua orang saja yang mendapatkan hadiah itu, yaitu dia dan salah seorang temannya yang juga sesama peng-ethek. (eka minasih)

0 komentar: