Senin, 03 Desember 2012

Mendirikan Perusahaan Busana Muslim Bermodal Rp 1 Juta dan Sebuah Mesin Jahit

Tekad yang kuat untuk bisa menjadi pengusaha muslimahlah yang pada akhirnya membuat Yuniar Djafar bisa menjadi pengusaha aneka perlengkapan muslimah yang sebenarnya malah bertolak belakang dengan pendidikannya dulu.

Ditemui Peduli di tokonya Eline yang berada di ITC Mega Grosir Lantai UG Blok G 7, yang berada di jalan Gembong Surabaya bulan November silam, perempuan lulusan D 3 Jurusan Pemasaran UNAIR ini tampak dengan ramah menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan Peduli padanya. Ia mengaku ihwal mula ia akhirnya bisa mendirikan usaha busana muslim ini diawali dengan membuat busana muslim anak untuk TK, TPA /TPQ di tahun 2000.

’’Di tahun itu saya bersama beberapa teman pengajian saya berpikir untuk mendirikan sebuah usaha. Setelah berpikir mau usaha apaan, akhirnya kami putuskan untuk membuat busana anak saja. Karena waktu itu busana anak merek Danis sedang ramai-ramainya,’’ kisahnya.

Ia bersama dua orang rekannya sesama pengajian Anik dan Ni Nyoman Astuti nekat mendirikan sebuah usaha konveksi dengan bermodalkan uang seadanya. Busana anak yang mereka hasilkan itu mereka beri label Etima. Mulailah ketiga wanita ini memproduksi baju di rumah Yuniar di jalan Libra Surabaya dengan perlatan yang seadanya.

’’Etima itu kami ambil sebagai singkatan dari etika mulia. Maksudnya akhlakul karimah begitulah. Waktu itu modalnya bisa dibilang modal dengkul. Peralatan yang kami punya cuma satu mesin jahit dan mesin obras yang nganggur karena kebetulan kami punyai di rumah,’’ terangnya.

Dengan modal yang kala itu tak sampai 1 juta mereka membuat beberapa baju. Busana-busana itu kemudian mereka tawarkan pada beberapa teman-teman mereka. Selain itu busana anak tadi juga mereka tawarkan untuk masuk ke salah satu pemilik butik muslim di Surabaya. Secara tidak sengaja anak si pemilik butik kala itu masuk TK Islam. Atas anjuran si pemilik butik tadi Yuniar disarankan untuk mengajukan proprosal ke sekolah tersebut agar pembuatan seragamnya di pesankan pada konveksinya.

’’Alhamdulillah dapat pesanan 50 baju. Dari DP yang mereka berikan itulah kami beli bahan. Pokoknya begitu terus, kami rajin cari oderan, kami mintai DP untuk beli bahan. Kalau uang dari DP tadi kurang, kami cari pinjaman dulu dari keluarga kami. Setelah baju-baju tadi di bayar penuh nanti kami kembalikan pinjamannya tadi,’’ jelas Yuniar.

Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 2006, Yuniar menerima pesanan jilbab bergo (jilbab instant) berbahan kaos dari salah satu pelanggannya. Meski awalnya tidak tertarik menerima pesanan itu toh akhirnya ia coba juga.

’’Bahan kaos itu beda dengan kain. Kami belinya harus kiloan. Dan setiap kilo nggak bisa dipastikan cukup atau tidak untuk satu desain. Makanya saya agak setengah hati. Tapi akhirnya saya buatkan juga. Ternyata kok bagus. Akhirnya saya ganti bahan kaos yang polos tadi dari yang kaos bermotif misty agar memberi kesan yang berbeda. Dan ternyata bagus juga,’’ imbuhnya.

Sejak saat itu pesanan pun mulai mengalir. Sebagai patokannya adalah jilbab merek Rabbani yang sebelumnya sudah menjadi pioneer di jilbab bergo berbahan kaos. Jilbab –jilbab merek Rabbani yang ia liat itu kemudian ia modifikasi hingga lahirlah model baru untuk mereknya. Selain jilbab, Yuniar bersama dua rekannya juga membuat mukena untuk anak.

’’Saya membuat mukena itu dari ukuran S sampai XL. Mulai dari anak-anak sampai untuk dewasa gitu. Kan biasanya setiap anak inginnya punya mukena yang kembaran dengan punya ibunya. Karena itulah sizenya jadi bermacam-macam begitu,’’ tutur Yuniar.

Kini usaha yang dirintis Yuniar bersama 2 rekannya hampir sepuluh tahun ini sudah mengeluarkan empat merek untuk membedakan produk-produk desainnya. Untuk jilbab ia memberinya label Estyle. Sedangkan untuk untuk busana wanita remaja dibawah 25 tahun diberinya label Noume. Sementara itu untuk busana anak-anak label yang ia gunakan adalah Wui! Dan untuk aneka perlengkapan ibadah haji mereka memberinya merek Shiba yang memiliki arti kerinduan.

Dengan karyawan berjumlah sekitar 10 orang kini usahanya ini menghasilkan produk mulai jilbab hingga perlengkapan haji setiap bulannya mencapai 750 buah produk. Dari setiap produknya itu ia pun memasang harga yang bervariasi, untuk jilbab paing murah 50 ribu. Untuk baju anak sekitar 45 ribu. Mukena dewasa sekitar 125 ribu. Sedangkan untuk baju gamis dewasa paling murah 90 ribu. Pelan tapi pasti kini Yuniar pun sudah memiliki 2 agen yang berada di luar pulau, yakni di Bontang dan Burneo.

Meski kini usaha yang dimilikinya sudah mulai berkembang namun Yuniar mengaku bahwa kebisaannya dalam mengembangkan usahanya ini bukan lantaran ia bias menjahit atau pun memiliki latar belakang desain.

“Saya itu dulunya cuma modal nekat saja. Saya tahu banyak soal desain ya karena kebetulan saja saya menyukainya dan tahu sedikit. Saya sendiri tidak punya latar belakang sekolah desain. Pokoknya belajar aja dari kedaan,” akunya.

Ketika disinggung awalnya apa yang membuatnya begitu keukeuh mendirikan usaha kala itu, diakui Yuniar hal tersebut dikarenakan alasan untuk berdakwah semata.

’’Dulu saya kan aktif sebagai pengurus pengajian di salah satu masjid begitu. Saya ingat banget, kalau ada kegiatan aja nyari dana buat kegiatan itu susahnya minta ampun. Makanya saya berpikir untuk mendirikan usaha sendiri aja biar nantinya kalau ada kegiatan seperti itu saya bias turut mendanai dari usaha saya itu. Ya, untuk dakwalah,’’ katanya menutup perbincangan. (niken anggraini)



Nama Usaha: Konveksi
Nama Pemilik : Yuniar Djafar, Anik S dan Ni Nyoman Astuti
Modal Awal: Rp 1 juta
Alamat :Jl.Libra 37 Surabaya 60133

0 komentar: