Rabu, 05 Desember 2012

Sahani: Berjuang bersama Petani



Mencari kios Sahani bukan pekerjaan mudah. Kios di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Jongkang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini, letaknya memang agak menjorok ke dalam. Sebuah patung perempuan bercaping dengan keranjang berisi hasil bumi di tangan kanannya, terpajang di halaman. Apa sih sebenarnya Sahani itu? Sejak memasuki halamannya, kita akan merasa bahwa kios ini bukan kios seperti pada umumnya. Pada dinding depan terpajang baliho besar bertuliskan ’’Sahabat Petani Organik’’. Demikian juga ketika masuk ke dalam ruang, informasi mengenai pertanian organik dan kondisi pertanian Indoneisa dapat kita temukan dalam bentuk poster yang terpasang di dinding serta berbagai brosur yang tersusun di meja.

Kios itu diberi nama ’Sahani’ yang berarti sahabat petani. Dengan slogan aman, sehat, adil, Sahani berkiprah di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dengan menjadi sahabat petani organik memasarkan hasil produksinya. Pertanian organik dipilih Sahani bukan saja karena lebih sehat karena terbebas dari unsur-unsur kimia, melainkan karena adanya nilai besar yang diusung pada saat pendiriannya.

Prihatin

Menurut Imam Hidayat, Manajer Sahani, awalnya Sahani merupakan bagian dari kelompok kerja yang membawahi urusan bisnis Konsorsium Masyarakat Fair Trade yang berdiri di Yogyakarta pada tahun 1991. Kelahiran konsorsium ini sendiri dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas buruknya kondisi petani di Indonesia.

Sebagai tulang punggung pemenuhan kebutuhan pangan pokok, petani tidak pernah menjadi tuan bagi usaha pertaniannya. Segala hal yang berkaitan dengan pertanian telah ditentukan harganya oleh pihak luar, seperti harga benih, harga pupuk, bahkan harga jual produk pertanian. Dengan kondisi demikian, petani tak beda dengan buruh di tanah sendiri.

Sebagai langkah awal keluar dari jerat tersebut, dirintislah usaha pertanian organik di beberapa wilayah seperti Magelang, Muntilan, Boyolali, Klaten, Sragen, dan Kebumen di wilayah Jawa Tengah dan Sleman, DI Yogyakarta. Budi daya pertanian organik dipilih karena dalam keseluruhan proses memperhatikan kearifan lokal dan juga ramah lingkungan.

Lebih dari itu, benih tanaman yang dibudidayakan merupakan tanaman lokal --bukan merupakan hasil rekayasa genetic-- yang pemuliaannya sepenuhnya berada dalam tangan petani. Penekanan pada kemandirian petani ini penting karena selama ini, sejak digulirkannya Revolusi Hijau tahun 1970-an, petani tidak memiliki kedaulatan atas jenis padi yang mereka tanam, pupuk yang mereka gunakan, sampai pada tingkat harga produk yang merka hasilkan.

Lebih Mahal

Sebagai sebuah upaya penghargaan terhadap para petani, Sahani mematok harga produksi pertanian di atas harga rata-rata bahan pangan yang dijual di pasaran. Sebagai contoh beras jenis C4 yang di pasar saat ini dijual dengan harga sekitar Rp5.000,00/kg, oleh Sahani dijual dengan harga Rp7.000,00/kg. Itu merupakan harga beras terendah yang dijual oleh Sahani.

Beras lokal yang merupakan produk andalan Sahani dijual lebih tinggi dari harga tersebut. Misalnya mentik Rp7.500,00/kg, beras merah Rp8.000,00/kg, dan rojolele Rp9.000,00/kg. Tahun ini bahkan mulai diproduksi dan dipasarkan juga beras hitam, sebuah varietas yang hampir punah dengan harga jual di tingkat konsumen Rp15.000,00/kg.

Selain beras, Sahani juga menyediakan berbagai hasil pertanian lain seperti sayuran, berbagai jenis kacang (kacang hijau, kedelai, dsb.) dan produk olahan dari hasil pertanian tersebut seperti kecap, emping garut, pati ganyong, dan lain-lain.

Meski harganya cukup tinggi, sejauh ini Sahani tidak mengalami kesulitan berarti dalam hal pemasaran. Hal itu disebabkan pangan organik memiliki segmen pasar tersendiri. Selain mereka yang berkeinginan untuk meningkatkan kualitas kesehatan, masyarakat yang paham akan ketidakadilan dalam sistem pertanian menjadi segemen utama pemasaran produk-produk pertanian organic tersebut.

Idealisme

Sebagai sebuah lembaga bisnis yang menjunjung tinggi idealisme, Sahani hanya bersedia menjadi mitra bisnis petani yang mengorganisasikan diri. Saat ini setidaknya terdapat 11 kelompok tani di wilayah sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta yang bermitra dengan Sahani. Selain membantu dalam memasarkan hasil pertanian kelompok-kelompok tersebut, Sahani juga berusaha membantu kelompok tersebut dalam hal penguatan kapasitas.

Dalam upaya penguatan kapasita, Sahani biasanya menggandeng lembaga mitranya yang bergelut dengan isu-isu yang dibutuhkan oleh kelompok. Demikian juga ketika sebuah kelompok tani menghadapi masalah berkait dengan ketidakadilan struktural yang mereka hadapi, Sahani akan mencarikan lembaga mitra yang mampu mendampingi kelompok tersebut memperjuangkan keadilan.

Dalam hal memasarkan produk pertanian anggota kelompok, Sahani juga menerapkan sebuah idealisme tersendiri. Bersama kelompok-kelompok tani, Sahani membuat kesepakatan bahwa setiap kali panen, petani harus menyisihkan sepertiga di antaranya sebagai bahan pangan keluarga. Sepertinya lainnya untuk kegiatan sosial di tempat tinggalnya (seperti nyumbang dalam tradisi Jawa), dan sepertiga lagi untuk dijual.

Pada awalnya ini bukan hal yang mudah dilakukan. Banyak petani tergiur untuk menjual semua hasil pertaniannya karena harganya lebih tinggi dari produk pertanian non-organik dan memenuhi kebutuhan pangan mereka dari produk non-organik. Kondisi demikian tentu tidak akan merubah situasi ketertindasan petani. Itulah mengapa Sahani kemudian merasa perlu membuat kesepakatan dengan mereka.

Jaringan Pemasaran

Saat ini jaringan pasar Sahani telah terbangun di empat kota yaitu Yogyakarta, Jakarta, Bogor, dan Surabaya. Meningkatnya kesadaran hidup masyarakat dan berkembangnya gaya hidup kembali ke alam menjadikan minat konsumen akan pangan organik semakin meningkat. Namun demikian, tanpa stabilitas ekonomi yang baik, peningkatan kesadaran tersebut tidak berbanding lurus dengan perluasan dan perkembangan pasar produk organik karena tingginya harga.

Meski di sisi pemasaran cukup stabil, hingga saat ini Imam tetap merasakan kegelisahan berkait dengan kesadaran masyarakat akan kondisi pertanian di negri ini. Menurut dia, sejauh ini konsumen Sahani lebih banyak mengkonsumsi produk-produk pertanian organic karena alasan kesehatan dan bukan alasan pemahaman akan hak-hak petani. Kenyataan ini menjadikan Imam dan teman-temannya di Sahani merasa perlu melakukan upaya lebih keras lagi untuk menyebarluaskan informasi kedaulatan petani ini kepada konsumen, baik melalui selebaran maupun perbincangan langsung dengan mereka. [am]

0 komentar: