Oleh Wina Karnie
M. Irfan Hidayatullah M. Hum, tak lama lagi bakal bertandang ke Hong Kong. Dosen di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran ini, diundang oleh sebuah oraganisasi kepenulisan dan pengaderan penulis Forum Lingkar Pena cabang Hong Kong (FLP-HK), pada tanggal 3 Juni 2007 nanti, dalam rangka diskusi public milad FLP yang ke 10, bertema ‘menguak keajaiban sastra buruh migrant Hong Kong’. Acara tersebut akan berlangsung di ruang seminar lantai 6, Islamic Union, Wan Chai, Hong Kong, melibatkan semua komunitas penulisan di Hong Kong.
Adakah yang aneh dengan sastra buruh migrant sehingga perlu dikupas keberadaannya? Kata aneh mungkin lebih tepat sebagai bentuk kekaguman terhadap para buruh migran yang dengan keterbatasan waktunya mampu menciptakan karya-karya besar. Seperti disampaikan oleh Taufik Ismail dalam sambutannya saat peluncuran perdana buku antologi FLP-HK; Hong Kong, Namaku Peri Cinta (HKNPC), (September 2005). Taufik Ismail menyatakan rasa salut yang luar biasa terhadap mereka yang mampu mencipta kasra sastra di tengah kesibukan mereka sebagai pembantu rumah tangga. Realitanya, sangat jarang sekali pembantu rumah tangga di Indonesia yang mampu berkarya seperti para TKW di Hong Kong. Selain karya HKNPC, sebelumnya pernah lahir juga sebuah karya sastra dari buah tangan TKW; Catatan Seorang Pramuwisma (Rini Widyawati), Empu Sendok (Denok Rohmantika), menyusul kemudian karya Tarini Sorita (Penari Naga Kecil), Perempuan di Negeri Beton (Wina Karnie), dan Hong Kong Topan ke-8 (Syifa Aulia & Swastika Mahartika), Nyanyian Imigran (Etik dkk). Menyusul buku-buku nonfiksi yang menghantar Wina Karnie, Syifa Aulia, Swastika Mahartika, dan Fia Rosa kedalamnya, berjudul Glazs Please don’t Cry!, The Real Desperet Housewife, Bidadari Bukan Untukku. Belakangan nama Nera Andiyanti dengan antologi kumcer (The Regala 204B), dan Eny Kusuma (Anda Luar Biasa) juga mewarnai dunia sastra buruh migran. Dalam catatan sejarah, tiga buah buku karya mantan BMI berupa kumcer, novel, dan buku motifasi (Maria Boniok) akan segera lahir dihadapan anda.
Dari sekian daftar nama-nama buku yang meramaikan pasar buku di tanah air, yang lahir dari pena buruh migran, kususnya di Hong Kong, hal inilah barangkali yang perlu dikupas agar bisa menjadi motifasi bagi buruh migran lainnya. Pasalnya meskipun status sosial mereka adalah sebagai buruh migran (pembantu rumah tangga), tapi semangat mereka untuk maju dan eksis didukung penuh oleh sarana teknologi dan komunikasi yang sangat menggembirakan. Disetiap perpustakaan memiliki fasilitas computer yang bisa diakses oleh siapa saja, dan tempatnya yang nyaman sangat mendukung untuk berpikir dan mencipta sastra. Yang lebih menakjubkan, sebagian dari mereka, seperti Syifa Aulia, Wina Karnie, dan Nera Andiyanti, memiliki lap top dan bisa akses internet setiap hari dirumah majikan. Wina Karnie dan Nera Andiyanti, di tengah waktu libur mingguannya keduanya memanfaatkan waktu itu beraktifitas di Forum Lingkar Pena dan menjadi kontributor di tabloid Apakabar Hong Kong. Begitupun dengan nama-nama lain seperti Nona Amanah, Etik Juwita, Aliyah, Mega Vristian, Lintang Trisna, Susie Utomo, Andina Respati, Nining Indarti, Tina Weska, beberapa karyanya mengisi lembar-lembar Koran suara, dan Tabloid Apakabar, Tania Rose jurnalis di Berita Indonesia & Intermezo dan Liberty. Kristina Dian Safitri juga tercatat sebagai salah satu penulis di Nyanyian Imigran dan kontributor di Tabloid Apakabar Hong Kong.
Dari karya-karya para BMI ini sebagian besar bercerita kehidupan sehari-hari mereka, termasuk apa yang mereka lihat, dan apa yang pntas dimaknai dari sekeliling mereka. Diceritakan seorang Tika yang bersikukuh mempertahankan sebuah pernikahannya dengan warga lokal karena ingin mendapatkan visa independen agar status sosialnya lebih baik dari sekedar pembantu, kisah lain seorang pembantu yang dipaksa majikannya untuk mencuri tisu di toilet-toilet umum (baca buku Perempuan di Negeri Beton), di Hong Kong topan ke-8, Syifa bertutur tentang pentingnya janji dan ketepatan waktu yang di Hong Kong itu merupakan suatu budaya, jauh dengan pemerintahan Indonesia yang hanya bisa janji - janji pada rakyatnya. Lewat Topan Delapan, Syifa ingin menyampaikan pesan tak baik hanya berjanji-janji tanpa ditepati, apalagi ternyata terjadi topan delapan, angin terbesar di Hong Kong.
Acara yang bertajuk diskusi menguak keajaiban sastra buruh migrant Hong Kong nantinya, ditujukan untuk lebih memasyarakatkan minat baca dan menulis di kalangan buruh migran, mengurangi stress dengan menulis, mengasah kecerdasan berpikir buruh migran, serta menggali dan mengampanyekan sastra. Disadari atau tidak, bacaan sangat besar dan signifikan terhadap perubahan dan perkembangan jaman. Aktifitas membaca mengantar pembacanya mengetahui berbagai informasi yang sebelumnya belum pernah diketahui. Untuk melahirkan bacaan yang bermutu, diperlukan kecerdasan dalam menulis.
Menulis apapun bentuknya adalah sebuah dakwah. Jangan terlalu sempit memaknai arti sebuah dakwah yang sebenarnya adalah perjuangan. Ke barat atau ke timur, ke kanan atau ke kiri, merupakan suatu pilihan atas bentuk perjuangan. Yang perlu menjadi renungan, jika seorang penulis berdakwah di jalan yang benar dan lurus itu bagi kebanyakan orang dianggap suatu hal yang biasa, tapi berdakwah di jalan yang nyeleneh, menyimpang dari tatanan kehidupan, sering dianggap sesuatu yang luar biasa. Dalam diskusi itu nantinya, diharapkan dari masing-masing penulis dapat menyatukan visi misinya, yakni berdakwah dalam arti berjuang lewat pena menegakkan suatu kebenaran lewat sastra, serta memperjuangkan dan membela yang tertindas. Apapun bentuk tulisan, entah itu jurnal, puisi, cerita fiksi atau nonfiksi yang lahir dari pena-pena TKW dapat memberikan informasi yang benar dan membangun, tidak menyesatkan, menghibur dan dapat memberi pencerahan kepada pembaca dan penulisnya.
Bagi buruh migran Indonesia (BMI) yang suka nulis, baik anggota FLP ataupun non anggota, M. Irfan Hidayatullah ketua FLP Umum akan memberikan pelatihan menulis (workshob) mulai pukul 9:30-13:00, dan 14:00-17:00 untuk diskusi tentang sastra. Karena terbatasnya tempat, FLP sebagai tuan rumah kali ini, mengharapakan bagi mereka yang berminat supaya mendaftarkan diri terlebih dulu dengan menghubungi salah satu nama-nama dibawah ini; Andina Respati 96018179, Wina Karnie 92066533, dan Nera Andiyanti 67054279.[]
Hong Kong, 21 April 2007
Penulis adalah seorang TKW,
penulis buku Perempuan di Negeri Beton,
dan ketua FLP cab. Hong Kong (2007-2008).
CATATAN: kini Wina sudah menetap di tanah air bersama keluarga, termasuk suami tercinta, Pangeran Asa, dan terus menulis, terutama untuk Tabloid Apakabar.
0 komentar:
Posting Komentar