Pergerakan dunia [boleh dibaca: kemajuan] terasa semakin cepat. Sebegitu cepatnya, sehingga ponsel yang pekan lalu kita anggap paling ’keren’ hari ini sudah terasa ketinggalan. Maka, kalau kita terpancing untuk mengikuti arus mode, tren, dan apa pun istilahnya, niscaya kita hanya akan menjadi makhluk konsumtif yang akan selalu tertatih-tatih, menjerit dan merintih, karena selalu merasa [dan merasa selalu] tergilas oleh roda kemajuan.
Apakah gunanya kita memiliki ponsel terbaru, jika kita sebenarnya tidak memerlukan benar semua fitur dan segenap kecanggihan yang ditawarkannya? Bahwa kita memerlukan ponsel sebagai alat komunikasi, memang iya. Tetapi, mungkin, kita tidak harus selalu memiliki ponsel keluaran terbaru, bukan? Jangan sampai terjadi kenyataan ini: kita merasa gagah, sementara orang lain diam-diam merasa geli karena kita dipecundangi teknologi, seperti kisah ini:
’’Ketika panen cengkihnya melimpah, sebuah keluarga di salah satu sudut Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, dengan riang pergi ke kota. Pulang dengan mencarter mobil penuh barang-barang belanjaan, termasuk di antaranya almari es atau yang biasa disebut sebagai kulkas [dari: cold + case?]. Lha, asal tahu saja, di desa tempat tinggal keluarga yang merasa mendadak jadi kaya karena panen cengkihnya melimpah itu tidak ada aliran listrik. Genset juga tidak punya. Maka, apakah yang kemudian terjadi? Almari es itu difungsikan sebagai almari beneran: untuk menyimpan celana, baju, dan beberapa macam barang lainnya! Waladalah! Mereka merasa bangga bisa membeli barang mewah yang tak seorang pun tetangganya memilikinya.’’
Itu kekonyolan, yang, jika kita tidak berhati-hati, tidak ketat menahan ’’sahwat belanja’’ kita, dalam takaran tertentu bisa menjangkiti kita.
Dunia bergerak begitu cepat. Jika Anda pulang kampung, suatu saat nanti, kampung yang 2 atau 3 atau 4 tahun lalu Anda tinggalkan dalam keadaannya yang sangat sepi, bisa jadi kini sudah berdiri toko swalayan di sana-sini. Jika dahulu hanya ada warung kopi, boleh jadi kini sudah ada pula warung telekom, dan bahkan warung internet. Syukur jika selama ini Anda selalu menjalin komunikasi dengan keluarga dan sanak-saudara di kampung, sehingga, walau dari jauh, Anda terus memantau perkembangan kampung halaman Anda.
Komunikasi itu adalah bagian dari sumber informasi. Sementara, informasi adalah faktor penting yang membuat kita semakin kuat menghadapi tantangan ’kemajuan’ dunia. Orang-orang yang menguasai informasi, merekalah yang potensial meguasai dunia, dan bukan malah digilasnya. Contoh remeh: jika Anda tidak tahu berapa kurs HKD hari ini dan Anda menukarkannya dengan rupiah dengan menuruti begitu saja apa kata orang yang menjual jasa penukaran uang, bisa jadi Anda akan dipecundangi.
Contoh lain, saat Lik Kismawati tahu bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan membangun jalan bebas hambatan melintasi kampungnya, maka diambillah keputusan untuk membeli tanah di wilayah yang hendak dilintasi jalan tol itu. Analisis Lik Kismawati: jika pun nanti tanah itu akan terpakai untuk jalan tol, ia akan menjualnya ke Pemilik Proyek dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga pembeliannya. Nah, kalau tidak, harga tanah di sekitar jalan tol itu pasti akan melonjak drastis ketika jalan tol benar-benar sudah dibangun dan dioperasikan.
Begitulah, informasi menjadi faktor yang sangat penting jika kita tak sudi jadi korban ’kemajuan’ alias korban Dunia yang bergerak begitu cepat ini. Inilah saatnya kita ambil peran sebagai subjek, dan bukannya sebagai objek, apalagi objek penderita. []
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar