Rumah yang tergolong mewah dibandingkan rumah lain di sekitarnya itu dikelilingi pagar tembok sebatas dada. Di garasi samping tampak terparkir dua buah mobil pribadi yang kelihatannya sangat terawat. Itulah rumah Sukarmin [45] warga Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, yang pernah nekad berangkat ke Arab Saudi berbekal bahasa Tarzan.
Ketika Peduli dipersilakan masuk, ternyata ruang tamunya pun tampak tertata rapi, pada dinding-dindingya terdapat beberapa potret keluarga dan hiasan kaligrafi. Setelah duduk sejenak spontan Sukarmin mengatakan, ’’Semua ini mulai dari rumah serta isinya dan duabuah mobil itu merupakan hasil jerih payah saya bersama istri bekerja menjadi TKI di Arab Saudi.’’
Awalnya Sukarmin berprofesi sebagai sopir MPU [mobil penumpang umum], sedangkan istrinya [Katmini] sebagai pedagang candak-kulak untuk waktu yang cukup lama. Mengingat hasil dari pekerjaanya saat itu hanya cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari saja, Sukarmin bersama istrinya memutuskan untuk mengikuti jejak tetangganya yang telah berhasil menjadi TKI ke Arab saudi.
Pada Tahun 1990 saat itu dengan biaya Rp 300.000 ia memutuskan istrinya saja yang berangkat dahulu sementara Sukarmin masih tetap melanjutkan profesinya sebagai sopir MPU sambil menunggui dua anaknya masih berumur masing-masing 8 dan 5 tahun.
Setelah berada dipenampungan selama 3 bulan Istrinya jadi berangkat ke Arab Saudi tepatnya di Riyad. Saat itu ia memperoleh majikan yang cukup keras sifatnya sehingga banyak pengalaman yang pahit bila dirasakan namun ia tetap bertahan untuk menghabiskan masa kontraknya selama 2 tahun dengan gaji 600 real [RP 300.000] perbulan.
Membangun Pondasi
Selesai kontrak Istrinya pulang kemudian uang hasil bekerja di Arab Saudi selama 2 tahun ditambah uang Sukarmin dari hasil bekerja sebagai sopir diputuskan untuk membuat pondasi rumah, dan ternyata uang tersebut hanya cukup sebatas pondasi saja. Setelah 2 bulan dirumah istrinya memutuskan untuk kembali ke Arab Saudi walau anak-anaknya belum habis rasa rindunya.
Tahun 1993 Katmini kembali berada di Riyad namun saat itu memperoleh majikan yang cukup sabar, dan lagi ia sudah cukup menguasai bahasa dan adat orang Arab sehingga tidak banyak mengalami kendala. Semua pekerjaan yang menjadi bebannya bisa diselesaikan dengan baik. Pada majikan kedua ini istrinya menyelesaikan kontraknya selama 3 tahun tanpa hambatan yang berarti. Selesai kontraknya ia kembali ke Indonesia.
Dari hasil kontrak keduanya Sukarmin berhasil menyelesaikan rumah yang di idam-idamkan. ’’Ketika istri selesai kontrak kedua kalinya baru rumah ini bisa saya selesaikan dan sedikit membeli beberapa perabotan,’’ tuturnya.
Semangat Sukarmin untuk mengumpulkan real ternyata tidak pernah pudar setelah istrinya pulang kini dirinya yang memutuskan untuk gantian berangkat ke Arab saudi. Berbekal pengalaman yang dimiliki sebagai sopir dirinya melamar untuk menjadi sopir di Arab Saudi dengan modal tekad ternyata ia mendapatkan majikan juga.
Tahun 1997 ia mendapatkan giliran untuk pemberangkatan namun mengalami penundaan sampai lima kali jadi lima kali bolak-balik dari penampungan ke bandara. ’’Nasib apa yang akan menimpa saya baru mau berangkat saja sudah mengalami hal seperti ini,’’ tuturnya mengenang masa lalunya.
Baru pada pemberangkatan kelima Sukarmin jadi terbang. Satu satunya senjata yang selalu dibawa dan tidak lepas dari tangannya adalah buku panduan berbahasa Arab, padahal ia belum menguasai bahasa tersebut.
Toyib
Setibanya di bandara ia langsung dibawa ke kantor agensinya namun sampai 4 hari ia belum juga dijemput oleh calon majikannya. Ia hampir putus asa. Tetapi ada salah seorang sopir [TKI] di agensi tersebut yang berasal dari Madiun yang sudi menolong mempertemukan dengan calon majikan dengan cara tiap hari dibawa ke bandara ABHA.
’’Untungnya ada Khusnul TKI dari Madiun yang setiap hari menjemput saya dari agensi untuk ’dipamerkan’ di bandara supaya bisa di temukan oleh calon majikan,’’ tuturnya.
Pada hari ke 4 Sukarmin bisa bertemu dengan calon majikannya. Selama ikut majikan tugas utamanya adalah mengemudikan kendaraan antar-jemput dari bandara ke pemukiman penduduk. Pada saat bulan-bulan pertama kendala yang dialami Sukarmin adalah faktor bahasa. Sering kali dia menggunakan bahasa Tarzan dan satu lagi kata- kata Toyib [iya Yuan] menjadi andalan utama.
Dengan ’’Toyib’’ ternyata menurut Sukarmin membawa berkah juga, sering dimarahi majikan karena tidak mengerti maksudnya ia jawab dengan, ’’Toyib,’’ kena tegur polisi karena melanggar aturan lalulintas pun ia jawab dengan: ’’Toyib,’’ hingga majikan dan polisipun heran dibuatnya.
’’Toyib itu membawa berkah bagi saya. Yang penting Toyib! Apa saja yang dikatakan majikan bahkan siapa saja karena saya tidak mengerti maksudnya langsung saja saya jawab, ’’Toyib!’’ tutur Sukarmin sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Setelah setahun bekerja kebetulan majikannya saat itu membutuhkan pembantu wanita untuk urusan rumah tangga. Sukarmin memberanikan diri memohon supaya istrinya saja untuk menjadi pembantu rumah tangganya, dan majikannya ternyata menyetujuinya. Jadilah Sukarmin menjemput istrinya untuk bekerja di rumah majikannya.
Setelah Sukarmin bersama Istrinya berkumpul jadi satu majikan ternyata menjadikan dirinya lebih tenang dalam bekerja. Namun ternyata pekerjaan istrinya cukup berat bahkan boleh dikata sangat berat, karena anggota keluarga majikannya yang berjumlah 15 orang itu hampir semua urusan mulai cuci pakaian maupun urusan makanan hanya istrinya sendiri yang harus menyelesaikan.
Maka, satu tahun lewat mereka memutuskan untuk pulang ke tanah air. [PUR]