Sabtu, 26 Mei 2012

Puji Hariati: Tidak Ikhlas kalau Membatik untuk Sambilan

Membatik. Pekerjaan ini sudah mendarah daging pada diri Puji Hariati. Ia memang keturunan keluarga pembatik. Neneknya, ibunya, lalu dirinya, semuanya membatik. Bahkan, karena memang sudah keturunan pembatik dan sejak kecil sehari-hari melihat orang membatik, Puji mengaku tidak perlu belajar secara khusus untuk bisa membatik. Bagi Puji, membatik tidak saja sebagai pekerjaan, tetapi juga ekspresi rasa seni. Terlebih, untuk bisa membatik dengan hasil yang baik, selain diperlukan ketekunan dan ketelatetan, juga memang diperlukan perasaan halus. Dan perasaan halus itu dapat muncul dari perasaan seni. Karena itu, dari membatik, selain mendapatkan keuntungan secara finansial, dirinya juga mendapatkan keuntungan secara spiritual berupa kepuasan batin. Jiwa seni yang ada padanya pula, untuk melakukan pembaharuan motif batikan, atau mencipta motif baru, dirinya tidak mengalami kesulitan. Dia mengaku ide motif terkadang muncul seketika. Terkadang, hanya karena melihat kupu-kupu terbang saat dirinya membatik, Puji sudah bisa mendapat inspirasi untuk motif baru. Di mana nilai seni sebuah kain batik? Menjawab pertanyaan Peduliini, Puji yang tengah mendemontrasikan membatikmengatakan, ''Seninya terletak pada batikan yang bengkok-bengkok, yang tidak nurutgaris polanya. Lihat ini, garis-garis batikan yang saya buat ini kantidak lurus benermengikuti garis polanya. Kalau dilihat bener-bener, garis-garis batikan ini sebenarnya pating pletot. Tapi justri inilah nilai seninya sebuah kain batik tulis,'' terang Puji, yang lantas menyambung, ''Tapi, ya jangan lantas sengaja dipletot-pletotkan. Lha, kalau itu sihbukan mbatik, tapi ngrusakbahan (tertawa).'' Terkait dengan pekerjaan membatik itu, Puji mengatakan bahwa dirinya sangat ingin para karyawannya memperlakukan membatik itu sebagai sumber penghasilan, bukan sambilan. Selama ini, oleh sebagian karyawannya membatik masih dipandang sebagai pekerjaan sambilan. ''Saya kurang ikhlas kalau mbatikuntuk sambilan. Tapi untuk mengubah pola pikir karyawan, susah. Diajak maju, susah,'' keluh Puji. Puji pun mengungkapkan salah satu kendala yang datang dari karyawan. Kata dia, banyak karyawannya yang rajin membatik hanya kalau sedang membutuhkan uang. ''Jeleknya orang-orang sini, kalau butuh uang, mbatiknya nyerang(rajin, Red). Tapi kalau habis panen padi, mbatiknya teledor,'' kata Puji. [KUS/PUR] Kiat Sukses: Selalu Memperbaharui Motif dan Rajin Pameran Saat ini, diakui pasangan Puji Hariati dan Hemi Suyatmono, pasar batik cenderung menurun. Kalau dilihat dari sejarahnya, yang memulai usaha hanya dengan modal dua lembar kain mori, suami-istri tersebut memang tergolong sukses karena Batik Tulis Puri bisa berkembang jadi besar dan pemasaran produknya mencapai wilayah yang luas. Bahkan, karena itu, tak salah jika mereka berpendapat bahwa perkembangan usahanya itu sangat mencolok. Perkembangan mencolok itu terjadi sejak tahun 1990-an. Namun, sebagai pebisnis yang paham situasi perbatikan, mereka mengakui bahwa kondisi perbatikan semakin lama tidak seperti tahun 1990-an. Pasar batik menurun, kata Hemi, karena imagebatik di masyarakat menurun. ''Itu yang pertama. Yang kedua, karena kita itu jauh dari kota. Itu juga menjadi kendala. Yang ketiga, kita juga jauh dari sarana-sarana komunikasi seperti internet. Internet akan sangat membantu kita,'' kata Hemi. Kondisi itu memang menggelisahkan mereka. Namun, keduanya menyikapinya secara positif. Mereka terus berusaha agar usaha batiknya tetap berjalan dengan baik dan, bahkan, diusahakan terus meningkat. Untuk itu, terus dilakukan pembaharuan motif dan juga rajin mengikuti pameran. Pembaharuan motif, menurut Puji, sangat penting dilakukan supaya produk-produk bisa terus diminati pasar. Untuk pembaharuan motif itu, dilakukan beberapa hal, yakni memadukan moif-motif yang sudah ada, melakukan modifikasi, mengamati alam: padi, kupu-kupu, bunga, dan lain-lain), dan meniru. ''Biasanya kita kanlihat majalah, TV, dan lain-lain. Dari sana kita tahu, misalnya, dari yang dipakai orang-orang. Kita tahu dari sana, o, orang Surabaya itu sekarang ngetrendnya motif ini. Ya, kita modifikasi. Ada juga yang langsung kita buat motif yang sama dengan yang lagi trend itu,'' ungkap Puji. Tidak buat yang khas Pacitan? ''Sebetulnya Pacitan sendiri belum ada khasnya ya. Kalau dibilang khas itu kandi daerah lain ndakada ya. Ternyata batik-batik kita itu di daerah lain juga ada. Mungkin khasnya di pewarnaan. Kalau Pacitan itu, cenderung warna gelap. Mungkin karena dekat dengan pesisir atau dekat dengan Jogja. Ada juga yang bilang orang Pacitan itu tegas-tegas. Jadi, warna pun ikutan tegas. Kalau motif, motif khas itu belum ada,'' terang Puji. Pameran menurut Puji, pameran merupakan salah satu wahana pemasaran yang sangat penting. Oleh karena itu, selain memanfaatkan wahana dan strategi lain, Pujia rajin mengikuti pameran. Bahkan, tak hanya di Pulau Jawa. Ada pameran di Sumatera dan Kalimantan pun, ia ikut. Sebab, pengalaman membuktikan pameran memang efektif untuk pemasaran. ''Pengaruhnya sangat besar. Kalau pameran, setidaknya ada satu atau dua pelanggan baru,'' kata Puji. Namun, Puji cenderung kecewa dengan pelaksanaan pameran akhir-akhir ini. Menurut dia, beberapa kali pameran yang terakhir, produk yang membawa ke tempat pameran adalah para pegawai pemda, bukan perajinnya. Perajinnya malah tidak diikutkan. ''Namanya yang pameran bukan yang punya, pasti nggak ngototmenawarkan kepada pengunjung supaya laku. Malah bisa jadi cuma ditunggui saja. Lakunya jadi kurang maksimal. Lagipula, dengan tidak diikutkannya perajin saat pameran, ada kesulitan jika ada pertanyaan-pertanyaan,'' kata Puji. Jadi, efektivitas pameran sebagai salah satu wahana pemasaran dan mendapatkan pelanggan baru, sekarang pun telah menurun seperti menurunkan imagebatik di mata masyarakat. [KUS/PUR]

0 komentar: