Anda pasti terpesona saat memandang aneka bentuk tas yang anda lihat pada halaman ini. Namun anda akan lebih terpesona lagi saat tahu bahwa tas-tas cantik yang anda saksikan tadi adalah tas buatan para penjahit penyandang cacat yang dibawahi oleh Titi Winarti dibawah bendara Tiara Handicraft yang didirikannya sejak tahun 1995 lalu.
Ditemui Peduli di kediamannya di daerah Sidosermo Indah II/5 Surabaya, ibu empat putra ini banyak mengisahkan seputar awal karirnya di tahun 1995 silam. Ditahun itu, ia yang sehari-harinya seorang ibu rumah tangga merasakan perlunya sedikit memperbaiki perekonomian keluarga. Saking ingin memperbaiki perekonomian keluarga plus keterbatasan modal yang dimilikinya ia sampai mengawali karir usahanya dengan mendaur ulang barang-barang bekas yang ada di dapur rumahnya.
Ketemulah ia dengan kaleng-kaleng bekas susu untuk anaknya serta sejumlah botol bekas selai yang sudah mulai menumpuk di dapur rumahnya itu. Melihat benda-benda itu ia tertarik untuk mengolahnya agar bisa menjadi barang yang bisa dimanfaatkan lagi. Maka dimulailah karir usahanya dari sana .
”Kaleng bekas susu, botol selai, itu saya perbarui dengan saya modifikasi lagi agar tidak sekedar menjadi wadah saja, tapi wadah yang juga bisa ditampilkan nilai cantiknya pula. Misalnya untuk tempat permen. Itu sebelum musimnya toples hias seperti sekarang ini ya? Saya merintisnya dengan hal itu,”tutur istri dari Yudha Dharmawan ini memaparkan kepada Peduli.
Sambil mengasuh anaknya yang pertama, ibu dari Ade Rizal (16), Tamziz Aribowo (14), Alem Maulana Alana ( 9) dan Agraprana (2) ini mendaur ulang kaleng bekas susu dan kaleng bekas selai tadi menjadi barang yang punya nilai seni sehingga bisa dijual lagi.
”Kaleng bekas tadi saya bungkus lagi dengan kain. Terus saya kasih renda-renda, atau saya lilit dengan tampar gitu. Saya juga melibatkan anak saya. Sambil menjaganya, saya ajak dia main-main sama anak-anak tetangga. Mereka saya rangsang untuk memasang kerang-kerang kecil ke atas kaleng tadi. Kebetulan tetangga saya ada yang sedang membangun rumah, saya ajak mereka mencari kerang-kerangan di pasir itu, mereka saya ijinkan untuk menempel-nempel kerang tadi diatas kaleng susu. Soalnya tempelan anak-anak dengan kita itu ada bedanya. Kalau kita membuat tempelan cenderung lurus. Kalau anak-anak berbelok-belok. Tapi justru disitu indahnya, karena jadi terlihat natural,” jelasnya.
Setelah produk-produk tadi jadi akhirnya ia mencoba memasarkannya sendiri. Lantaran pangsa pasar Surabaya yang kurang begitu bisa menghargai barang bernilai seni akhirnya Titi justru menjual barang-barang dagangannya tersebut di Bali . Di saat mengunjungi salah satu adiknya, ia pun akhirnya membawa barang-barang daur ulangnya tadi kesana. Ia mendatangi salah satu hotel yang mempunyai gerai art shop. Disana ia mencoba menawarkan kaleng bekas tadi.
”Saya banyak belajar dari para sales. Disaat saya antri menawarkan produk saya di hotel tersebut, ternyata disaat itu banyak para sales yang juga menawarkan produk mereka. Disaat mereka maju menemui manager penjualan itu saya simak betul apa saja yang mereka katakan. Saya pelajari teknik bicara mereka itu pada manager tersebut. Dan, ilmu itu akhirnya saya terapkan pada saat giliran saya yang maju menemui manager penjualannya. Alhamdulillah produk saya diterima, karena di Bali produk daur ulang justru lebih mereka hargai dan bernilai seni. Justru beda dengan di Surabaya . Mereka cenderung mengganggap ini kan barang bekas kenapa dijual mahal. Harusnya murah, karena cuma bekas,” terangnya.
Beralih ke Produk Rumah Tangga
Setelah sekian waktu akhirnya Titi mencoba untuk mengalihkan usahanya yang tadinya cuma berkutat pada kaleng bekas tadi pada usaha rumah tangga. Pasalnya waktu itu barang daur ulang sudah mulai kurang diminati pasar lagi sebab toples-toples hias cantik mulai menjadi bisnis baru yang menarik pasar. Maka Titi pun mulai beralih bisnis. Ia melirik untuk berbisnis aneka pelengkapan rumah tangga seperti taplak, sarung bantal, gorden, tas dan aneka bentuk lainnya. Dengan modal uang sebesar 500ribu dan sebuah mesin jahit tua dimulailah usahanya di jalur tekstil ini.
”Betul modal awal saya cuma 500ribu saja sama sebuah mesin jahit. Mesin itu pemberian ibu mertua saya. Diberikan pada saya karena mesin jahit itu sudah pernah ditawar sama tukang loak senilai sepuluh ribu rupiah saja. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kondisi mesin tersebut saat itu. Karena ditawar cuma segitu akhirnya sama ibu mertua diberikan pada saya. Karena itu merupakan barang peningset dari mertua laki-laki saya saat menikahi ibu mertua saya makanya tidak jadi dijual. Dengan harapan semoga saya bisa merawat dan menjadikan mesin itu bernilai guna. Dengan begitu saya jadi punya keinginan kuat untuk mewujudkannya. Saya yang semula tidak bisa menjahit sama sekali jadi mau belajar menjahit seiring waktu,”imbuhnya.
Sebagai langkah awalnya dimana ia yang semula tidak bisa menjahit mula-mula ia memperkerjakan seorang penjahit yang merangkap sebagai tukang potong. Ia pun mulai membuat barang-barang perlengapkan rumah tangga. Dan menawarkannya kepada beberapa pihak. Ketika dagangannya laku ia pun mencoba bekerja sama dengan sejumlah penjahit binaan agar bisa memenuhi semua permintaan. Ia pun sempat bermitra dengan ibu-ibu PKK dan sejumlah karang taruna dari tingkat wilayah hingga sampai propinsi untuk menangani produksinya ini.
Dari hari ke hari usahanya ini kian maju saja, maka ia pun menjadikan rumahnya sebagai sentra usaha. Untuk meningkatkan serta mengawasi mutu penjualan maka ia pun merekrut sejumlah tenaga kerja dengan memasang iklan di koran. Semula tidak ada rencana dari Titi untuk memperkerjakan seorang penyandang cacat seperti yang sekarang ini.
Kalau pun ada dua orang karyawannya yang menyandang cacar tangan dan kaki pada saat usahanya saat itu sedang berjalan namun menurutnya itu terjadi tanpa sengaja. Hingga ia mengaku suatu saat ia mendapatkan teguran dari Allah yang pada akhirnya membuka mata hatinya untuk memperkerjakan para penyandang cacat ini.
”Ketika saya bermitra dengan tenaga kerja umum itu, saya mendapatkan teguran dari Yang Maha Kuasa. Dimana sebetulnya dari waktu ke waktu saya sudah diingatkan.bahwa saya itu selalu punya tenaga kerja yang cacat. Satu atau dua orang gitu. Tapi saya tidak pernah memandang kekhususan mereka itu sebagai hal yang memprihatinkan atau satu bentuk perhatian khusus gitu. Saya menganggapnya itu wajar saja karena daripada saya sekedar memberi uang gitu kan lebih bagus kalau mereka saya libatkan atau saya perkerjakan disini. Itu lebih baik karena sifatnya memberi pembinaan. Hanya itu saja awalnya,”ceritanya.
Namun suatu kali ada sebuah kejadian yang membuatnya jadi berubah pikiran dan berbalik arah untuk mau memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat saja.
”Tahun 99, ketika saya memperkerjakan tenaga kerja umum itu, suatu hari tenaga kerja saya itu keluar kerja dari tempat saya, semuanya di saat yang hampir bersamaan begitu. Bisa dibayangkan kala seorang pengusaha kehilangan tenaga kerjanya sekaligus begitu apa yang terjadi kan ? Produksinya kan jadi nggak jalan. Macet. Lumpuh produksi. Saat itu saya sudah kesel, mangkel juga karena sudah capek-capek ngajari mereka supaya bisa ini itu kok tiba-tiba saja begitu mereka sudah mahir kok langsung keluar begitu saja. Ini nggak fair. Saya bahkan sampai berniat untuk menutup saja usahanya saya ini,”kenangnya dengan nada setengah putus asa.
Tapi akhirnya niatan menutup usahanya itu jadi urung ketika kedua tenaga kerjanya yang penyandang ccat itu menemuuinya.
”Ini mungkin sudah menjadi rencana Tuhan dipukullah saya dengan cara itu, terus saya didekatkan sama mereka yang selama ini saya pandang sebelah mata. Mereka mensupport saya, mereka bilang gini,’Ibu jangan menutup usaha ini karena masih banyak teman-teman kami yang sama cacatnya seperti kami membutuhkan orang seperti ibu untuk memperkerjakan kami,’Ya Allah ini ternyata yang menjadi salah satu dari rencana terindah-Nya untuk saya. Saya sampai manangis saat itu,”lanjutnya lagi.
Akhirnya dengan dibantu dua tenaga kerjanya yang tadi Titi pun akhirnya bisa mengumpulkan tenaga kerja lagi. Ia pun giat melatih para tenaga kerja yang penyandang cacat tangan dan kaki itu untuk menjadi tenaga kerjanya yang sama terampilnya seperti tenaga kerja umum yang normal itu. Mereka diajari memotong kain, menjahit, memasang payet, menyulam hingga berdagang. Kini di kediamannya itu tinggal 25 tenga kerja penyandang cacat yang setiap hari juga bekerja di tempat itu. Selain bekerja di tempa itu Titi juga menjadikan kediamannya sebagai tempat tinggal para tenaga kerjanya tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk membina mental mereka juga. Sebab menurutnya tidak mudah membentuk mental seseorang untuk berjiwa tanguh dalam berwirausaha. Jika orang dengan kondisi fisik normal saja sudah sering dihinggapi rasa putus asa saat mengetahui usahanya gagal maka menurutnya penyandang cacat ditakutkannya lebih dari itu. Untuk itulah membina mental mereka sangat diperlukan sekali dalam hal ini.
”Berkat support 2 orang tenaga kerja saya yang tadi tenaga kerja saya sekarang jadi banyak bahkan pernah booming sampai saya memperkerjakkan 70 orang. Kalau sekarang sih cuma 25 orang saja, karena ada yang sudah mandiri dengan membuka usaha sendiri atau pindah kerja ke tempat lain begitu. Mereka ini datang dari berbagai daerah Situbondo, Bondowoso, Malang , Banyuwangi, Tuban, Cilacap, Lamongan , Nganjuk, Cepu dan Kaltim,”terangnya
Kini setelah sekian tahun malang melintang di bisnis ini Titi bisa sedikit bernafas lega. Hasil kreasi para tenaga kerjanya yang penyandang cacat itu juga sudah bisa dijual sampai ke luar negeri seperti Belanda dan Brasil.
”Alhamdulillah paling tidak itu sudah jadi ukuran bahwa produk mereka dapat pengakuan sampai di sana. Jadi kualitas dan kemampuan produksinya sudah diakui sampai di kalangan mereka tersebut. Kalaupun saya ditanya apa hambatannya itu hanyalah hambatan produksinya saja misalnya kalau menggunakan tenaga kerja umum bisa dikerjakan satu orang saja kalau di tempat saya itu harus dikerjakan oleh beberapa orang begitu. Tapi ya itu bukanlah masalah besar,” ujar peraih Woman of The Year, ANTV Televisi Nasional, 2005 ini bahagia.(naskah:niken/foto:niken dan dok.pri)
Tiara Handicraft
Office and workshop
Sidosermo Indah II/5
Surabaya-60239
Hp : 081553251748, telp 031-8437014
Email: tiara_hcraft_id@yahoo.com
www.tiarahandicraft.com
produk:
busana, perlengkapan rumah (taplak, sarung bantal, gorden, dll)asesoris (berbagai tas dan pernik wadah) dan produk lain dr tekstil
Penghargaan:
-Penghargaan dari Gubernur, Model Teladan Masyarkat Sosial, 2005
-Penghargaan untuk Wanita Paling Terkemuka, Plaza Semanggi, 2005
-Woman of The Year, ANTV Televisi Nasional, 2005
-Penghargaan dari Presiden Republik Indonesia, 2005
-Penghargaan Desain Tekstil oleh Menteri Perdagangan, 2005
-Penghargaan untuk Prestasi Membela Kaum Tuna Daksa oleh Menteri Sosial, 2005
-Penghargaan untuk Membela Kaum Tuna Daksa, Konferens Tuna Daksa, 2005
-Penghargaan Micro Entrepreneurship, United Nations/PBB, 2004
-Penghargaan sebagai Prestasi Terbaik bagi Wiraswasta Kecil dan Menengah oleh State Power Co 2004
-Penghargaan Daerah, 2004
-Penghargaan oleh Walikota, Wiraswasta Kecil atau Menengah Terbaik, 2002
1 komentar:
Subhanallah..ini baru namanya pengusaha sukses..insyaAllah sukses d dunia n d akhirat jg..aamiin ya Allah..
Posting Komentar