Rabu, 11 Januari 2012

Anita Kusumawati Ekspor Batik Kayu

Bekerja dengan hati. Itulah kunci sukses Arif Anita Kusumawati, perajin batik asal Sidoarjo, Jawa Timur yang telah berhasil mengaplikasikan motif batik pada kayu. Bisnisnya ini sangat digemari di Negara-negara tetangga. Seperti apa kisahnya? Menekuni bisnis dari hobi merupakan salah satu kunci sukses yang dimiliki Anita. Kecintaannya pada motif-motif batik membawanya menekuni bisnis batik sejak 1997. Bahkan saat wanita kelahiran Lumajang ini belum memiliki ketrampilan untuk membatik, ia telah jatuh hati pada batik. Sampai-sampai profesinya sebagai sekretaris di salah satu perusahaan pun ia tinggalkan untuk memulai bisnis ini. Semua itu ia lakukan untuk melestarikan produk khas Indonesia.

“Saya ingat waktu itu saya hanya punya uang Rp 500 ribu. Kemudian saya belikan kain dan perlengkapan untuk membatik,” ujarnya mengenang masa itu.

Dengan berbekal uang Rp 500.000 itu dan kenalannya saat mengikuti kursus bahasa di Konsulat Jepang, Anita mulai membangun bisnisnya. Proses produksinya harus ia lakukan sendiri.

“Kalau ingin sukses menekuni suatu bisnis kita memang harus mencintai dunia itu dan mau melakukan segalanya sendiri. Apalagi dengan modal kecil seperti itu,” wanti-wanti Anita.

Pemasarannya pun ia lakukan dengan cara gethuk tular alias dari mulut ke mulut. Yang menjadi sasaran promosinya adalah warga Negara asing. Ia juga meminta bantuan pada teman-temannya di Konsulat Jepang untuk menawarkan kain batik karyanya.

Cara yang ia terapkan itupun berhasil. Tak berselang lama ia menerima order pertamanya dari salah satu kenalannya di Jepang. Jumlahnya pun cukup banyak. Yaitu, mencapai 12 juta helai kain batik. Motif batik itu ia tuangkan diatas kain katun, primis katun, sutra ataupun santung. Dan itu harus ia selesaikan dalam waktu 1,5 bulan.

Lima orang kerabat yang membantu proses produksi itu tentu tak mampu menyelesaikan pesanan tersebut. Akhirnya, ia pun menyewa beberapa tenaga honorer untuk membantunya.

“Agak repot memang. Tapi syukurlah order itu bisa diselesaikan tepat waktu,” sambung Anita.

Untuk mendapatkan order berikutnya memang membutuhkan waktu cukup lama. Pada 1999 Anita mulai berani mengikuti pameran produknya di salah satu hotel berbintang empat di Surabaya. Ternyata caranya ini berhasil menarik pelanggan. Sedikit demi sedikit ia mulai kebanjiran order. Sehingga, ia jadi rajin ikut pameran. Sampai saat ini, sudah 30 kali ia menggelar pameran. Ketika di wawancarai pun Anita sedang menggelar pameran tunggalnya 4–12 Maret lalu di Hotel Hilton Surabaya.

“Cara ini memang paling efektif untuk memperkenalkan produk kita. Terutama bagi bisnis dengan orientasi ekspor,” ucap anak kedua dari empat bersaudara ini.

Pada tahun itu pula Anita mulai mencoba mengaplikasikan batik pada kayu. “Kayu itu kan lebih fleksibel dan multifungsi. Jadi saya berani mencoba untuk mengaplikasikan batik ini pada kayu,” terangnya tentang _las an mengapa ia pilih kayu.

Saat pertama mencoba sulit memang. Tapi ia pantang mundur. Tekadnya untuk membuat sesuatu yang baru pada batik mengalahkan segalanya. Ternyata hanya beberpa kayu Jawa saja yang cocok di batik. Cocok disini berarti cocok bentuk, warna maupun baunya.

“Mengaplikasikan batik pada kayu memang sangat sulit. Karena motif yang telah ia lukis pada kayu tidak bisa dihapus layaknya pada kain. Jadi tingkat kegagalannya mencapai 10 hingga 15 persen,” papar perempuan yang masih memilih melajang ini.

Usahanya pun membuahkan hasil. Kayu-kayu polos yang dibelinya pada produsen mebel itu dibentuk indah dengan motif batik. Beragam desain tradisional batik telah ia modifikasi menjadi motif baru. Seperti figura foto, kalender, hiasan meja dan dinding sampai perlengkapan makan seperti piring, gelas, nampan dan sumpit. Ia bahkan membuat sebuah peta Indonesia yang ia tuangkan pada kain menjadi sebuah taplak atau pajangan dinding nan eksotik.

Produk barunya ini mendapat sambutan yang hangat. Para pelanggannya di Jepang sangat antusias menerima batik kayu bikinannya. Order pun mengalir deras. Saat ini ia juga telah mengekspor batiknya hingga ke Swedia, Italia dan Australia. Belakang pasar Hongkong pun sedang di jajalnya. Setiap bulannya omzet bisnis Anita berkisar Rp 20 juta dengan tingkat keuntungan sekitar 30 persen.(Nuy Harbis)


Prinsipnya Bekerja Dengan Hati

Selain bersikap sabar dan tekun menjalani bisnisnya, Anita menerapkan prinsip bekerja dengan hati. Terutama dalam hal pemasaran. Artinya, segalanya tak perlu diukur dengan uang. Meski produknya tak laku pun tak jadi soal.

“Kita harus ramah pada siapapun yang ingin melihat produk kita. Bukan uang ukurannya. Kalau kita menganggap seseorang tidak punya uang atau tidak akan beli lantas tidak dilayani. Jangan melihat dari fisik seseorang,” ucap alumnus Teknik Manajemen Untag ini.

Begitu pula dalam hal produksi. Anita mengutamakan perasaannya untuk menciptakan motof-motif batik buatannya. Anita banyak terinspirasi desain asal Bali. Ia juga harus peka terhadap keinginan pelanggannya di masing-masing Negara. Kualitas dan selera harus diperhatikan.

Pelanggannya di Jepang menyukai warna-warna soft seperti coklat dan terkadang biru. Sementara Swedia memilih produk batik dengan nuansa biru, dan Italia menyukai warna mencolok seperti merah, kuning, hijau dan biru. Sedangkan Australia lebih suka warna-warna kombinasi.

Untuk menjaga kualitas pun ia harus menemukan cara agar produk peralatan makannya tidak berbau dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Setelah dibatik, ia melakukan coating. Yaitu memberi lapisan akhir pada kayu agar tahan panas dan dingin. “Semua produk batik kayu ini kita kondisikan tidak berbahaya bagi anak-anak. Jadi semua harus di-coating,” tambahnya.[Nuy Harbis]

Modal Awal :Rp 500.000
Omzet per bulan: ± Rp 20 juta
Keuntungan per bulan: ± 30 persen
Kiat sukses: Bekerja dengan hati

0 komentar: