Minggu, 19 Mei 2013

Sentuhan yang Melipatgandakan Nilai


Tak selamanya kerutan di bahan kain membuat kain itu jadi tak sedap dipandang mata lagi. Dengan sedikit kreativitas seni, aksi kerutan itu malah bisa mempercantik sebuah penampilan. Alhasil nilai jual barang pun jadi meningkat dengan adanya sentuhan aksi kerut-kerutan ini.

Perhatikan aneka benda buatan istri dari bapak Suparno ini. Tas, bantal, rok dan taplak meja jadi terlihat menarik dengan aksen kerutan atau yang kita kenal dengan nama smok itu. Pada era tahun 60-an smok begitu populer. Kerutan yang timbul akibat teknik jahit ini sekarang mulai dikembangkan lagi untuk produk-produk peralatan rumah tangga seperti tutup galon, taplak lemari es, kerudung televisi, bed cover, tas wanita dan masih banyak lagi.

Dijumpai Peduli di salah satu cara pelatihan, ibu 4 anak ini terlihat begitu bersemangat memberi motivasi kepada para peserta pelatihan untuk mengusai teknik jahit yang satu ini.

”Membuat smok ini memerlukan kesabaran dan keterampilan khusus jadi kalau sudah jadi barang harga jualnya bisa mahal. Karena ini merupakan benda seni yang punya keunikan sendiri. Jadi punya pasar menengah ke atas,” ujar perempuan kelahiran Jombang 16 Mei 1952 ini.

Tak hanya smok yang dihasilkan oleh ibu dari Eko Adi Kurniawan, Djoko Kuswanto, Wahyu Teguh Ariyanto dan Yudha Prastyo Utomo ini. Melalui CV-nya Nena-Namo, perempuan 5 orang cucu ini menghasilkan aneka produk kerajinan lainnya.

”Produk saya lainnya berupa kain blacu yang saya lukis. Saya bawa ke pameran. Lukis kain ini medianya macem-macem, bisa di tas, bukan kerudung aja karena sekarang ini baju dan jilbab yang dilukis sudah banyak, jadi saya ngambil lahan yang lainnya. Saya melukis di media produk souvenir, kotak kaca, kotak tisu, tudung saji, sarung bantal atau mukena,” ungkap peraih Juara III Wirausahawan Perempuan Jatim 2011 Dinkop Provinsi Jatim ini menjelaskan.

Kiat

Bila kebanyakan orang mengikuti tren dalam menciptakan suatu produk maka tidak demikian dengan Juara III UKM Award Jatim 2012 Semen Gresik ini. Agar produknya tidak pasaran ia sengaja membuat sesuatu yang berbeda dan berusaha mempertahankan keberbedaan itu agar konsumen mencarinya karena perbedaan itu.

Di rumahnya yang berada di Jalan Kedung Sari no 21 C Surabaya itu ia terus berinovasi. Salah satunya dengan memanfaatkan karung goni yang biasa dipakai untuk tempat beras dan gula pasir itu menjadi barang bercitarasa seni.

”Karung goni itu saya jadikan tas jinjing, tas laptop ataupun box-box kecil untuk peralatan rias itu. Produk saya paling murah harga Rp5 ribu untuk sarung ponsel, dan paling mahal Rp1 juta untuk bed cover dari kain katun yang saya lukis satu set dari bantal, guling, hingga seprainya. Saya nggak ikutan tren karena saya mau menciptakan gaya sendiri. Soalnya tren kan musim-musiman, jadi saya ingin punya ciri khas yang berbeda dari yang ada di pasaran. Makanya saya pertahanankan itu,” imbuhnya.

Terampil berkreasi seni ini konon berawal dari niatan nominator Pengentasan Kemiskinan Dinas Kota Surabaya tahun 2010 ini yang ingin membantu perekonomian keluarganya. Sebagai istri dari seorang marinir dengan 4 orang anak tentunya ia ingin agar semua kebutuhan keluarga bisa terpenuhi tanpa sepenuhnya bergantung dari gaji suaminya.

”Saya ini awalnya ibu rumah tangga biasa. Suami ABRI sering tugas kemana-mana. Gaji kan pas-pasan, dari situ saya berinisiatif untuk bisa memenuhi kebutuhan anak-anak. Bagaimana anak-anak jangan sampai minta buku dan kebutuhan sekolahnya nunggu gajian dari bapaknya dulu. Saya ingin untuk segala kebutuhan sekolah mereka, saya selalu ada dananya. Saya memang bisa menjahit sejak dulu. Tapi nggak pernah membuka jahitan. Saya ngambil yang konveksi. Lama-lama bosan karena gajinya kecil. Akhirnya ngambil yang dari butik yang 1 bajunya bisa sampai 15 ribu-20 ribu. Jadi dalam semingu bisa dapat banyak pemasukan,” katanya berkisah.

Dari keahliannya menjahit itulah ia akhirnya ditahun 1998 silam diangkat sebagai Ketua Pokja 2 PKK di kelurahan tempat tinggalnya. Selaku ketua kelompok yang membawahi 20 orang ia merasa punya tanggung jawab moral untuk mengembangkan diri agar lebih banyak lagi ibu-ibu rumah tangga yang bisa berpenghasilan sendiri meski tetap berada di rumah. Dari kegigihannya melatih ibu-ibu itu serta ketekunannya mengembangkan keahliannya itulah yang lama-lama membuatnya di kenal oleh orang dari dinas-dinas terkait.

”Karena tetap eksis itulah saya dikenal sama dinas. Waktu itu saya dapat stimulan dari dinas, saya diajak ikut pameran ke sana-kemari sambil terus membuat inovasi terus dalam produk-produk saya. Tahun 2003 menantu saya yang dosen di UPN itu mengajak saya untuk membuat produk dari kain blacu yang di lukis. Hasil itu yang membuat saya akhirnya lebih di kenal orang lagi,” tuturnya menutup perbincangan.[niken anggraini]

0 komentar: