Rabu, 11 Agustus 2010

Penting: "Ngincipi" di Rumah Makan Lain

Ada sebuah rumah makan prasmanan di wilayah Tulungagung, Jawa Timur. Namanya Rumah Makan Mak Nyang. Lokasinya cukup strategis karena berada pada jalur utama yang menghubungkan kota Tulung agung dengan Trenggalek, tepatnya di Bolorejo. Pemilik warung ini adalah Slamet Muryanto (42) bersama istrinya Yayuktiani (30). Pria kelahiran Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabuppaten Trenggalek ini mulai membuka usaha rumah makan sejak 2005.

Ide untuk mendirikan rumah makan prasmanan ini berawal dari pemikiran Slamet, bahwa saat ini masyarakan rata-rata melakukan kegiatan sehari-harinya dengan mobilitas tinggi maka segala sesuatunya perlu dilakukan dengan cepat. Dari pertimbangan ini maka dengan cara prasmanan pembeli bisa memilih sendiri secara praktis tanpa harus menunggu pelayanan dari pramusaji rumah makan.

Menu yang disajikan cukup beragam, ada ladha ayam, lele goreng, oseng-oseng, puyuh goreng, sayur bening, lalapan, sayur bobor daun singkong, dan sayur lodeh. Jadi pembeli tinggal pilih dan ambil sendiri sesuai seleranya.

Adapun harga cukup terjangkau, karena hitunganya bila makan di rumah makan Mak Nyang ini yang dihitung adalah lauk yang digunakan. Menurut Slamet pelanggan sudah bisa menikmati sajian yang ada dengan uang Rp 4000 sampai Rp 10.000.

Selain rumah makan Mak Nyang ini ternyata Slamet juga memiliki rumah makan Mina Rasa yang letaknya hampir berhadap hadapan dengan rumah makan Mak Nyang. Mina rasa ini merupakan cikal bakal atau pertama kalinya Slamet terjun ke usaha rumah makan.

Sedangkan di rumah makan Mina Rasa ini menyajikan menu khusus pelanggan yang gemar masakan ikan laut atupun ikan air tawar. Menu yang disajikan dalam keadaan segar bahkan pembeli bisa memilih sendiri.

Dalam menjalankan usahanya yang jelas tidak bisa ditanngani sendiri, sementara ini Slamet dibantu oleh istrinya dan 15 orang karyawan di kedua rumah makannya.

Menurut Slamet khusus Mina Rasa resikonya relatif kecil karena semua baru bisa dimasak bila pembeli sudah memesan.

Sedangkan yang menjalankan atau mengelola Mina Rasa ia serahkan pada karyawannya yang telah menjadi kepercayaannya. Namun untuk pengadaan stok bahan bakunya tetap Slamet sendiri yang melakukan.

Di Rumah makan mina rasa ini Slamet karyawan yang menangani ada 7 orang, sedangkan di Rumah Makan Mak Nyang sejumlah 8 orang. Mereka menurut penuturan Slamet diambil dari daerahnya sendiri yaitu dari Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek.

Dari kedua rumah makan yang dimiliki setiap harinya Slamet meraup omset tidak kurang dari Rp 2 juta rupiah. Namun ketika ditanya berapa laba bersihnya dengan tersenyum ia tidak mau menyebut nominalnya.

”Usaha seperti ini sebenarnya sama saja dengan usaha lainnya, seperti yang saya alami, biarpun omsetnya setiap hari cukup lumayan namun setiap akhir bulan totalannya besar juga seperti untuk gaji karyawan, disisihkan untuk sewa lokasi, untuk pembelian bahan baku, akhirnya setelah dihitung-hitung ya… memang sisanya masih ada untuk disimpan buat jaga-jaga bila ada kebutuhan yang mendadak, siapa tahu namanya usaha kan kadang rame kadang kala ada sepinya,” ujar Slamet.

Gagal PNS

Perjalanan usaha Slamet ternyata tidak semulus yang dibayangkan banyak orang.

Awalnya selepas lulus SMA 1989 ia melanjutkan kuliah di SGPLB setelah lulus ia sempat nganggur dan menarik becak sambil jualan karung, itu dijalani selama 1 tahun. Lantas tahun berikutnya ia sempat buruh pada pedagang cengkeh, namun ia hanya bertahan selama 2 tahun karena pedagangnya bangkrut.

Tahun 1993 ia merantau ke Surabaya dan bekerja sebagai loper di Pasar Genteng, ia jalani selama 4 tahun dengan jangkauan Jawa Timur dan Madura. Dari pengalaman sebagai loper tersebut menurut Slamet ternyata banyak membantu usahanya yang dijalankan sekarang.

Tahun 1997 Slamet mencoba peruntungan dengan berbekal ijazah SGPLB mendaftarkan diri menjadi PNS namun nasib tidak berpihak padanya, uang jutaan rupiah yang digunakan sebagai pelicin hilang musnah, yang awalnya ia sudah lega karena SK sudah turun namun ternyata SK tersebut ternyata palsu maka pupuslah harapannya menjadi PNS.

Sejak itu ia sampai sekarang sudah tidak tertarik menjadi PNS. Lantas mulai Tahun 2000 ia mencoba usaha sendiri. Mula-mula yang dilakukan adalah jualan ikan hias dengan menyewa stan kecil di kota Tulung Agung selama 1 tahun dengan harga sewa Rp 650.000/bulan.

Dengan modal Rp 5 juta ternyata sudah cukup lengkap untuk mengisi stannya dengan berbagai jenis ikan hias. Dengan modal pengalaman sebagai loper ternyata sangat membantu untuk menarik pembeli.

Saat itu setiap hari menurut Slamet rata-rata omsetnya Rp 300 000. cukup lumayan sebagai pemula. Kemudian terjadilah boming ikan lohan, saat itulah bagi Slamet merupakan berkah yang tak terduga keuntungan yang diperoleh setiap hari hitungannya sudah jutaan.

Dari keuntungan itu ia tanamkan juga pada usaha pembuatan aquarium yang sampai saat ini tetap dijalankan. Namun Slamet mengkhususkan pembuatan aquarium untuk kalangan menengah ke atas dengan harga Rp 2 juta sampai Rp 30 juta per unit, lengkap dengan isinya.

Sedangkan awal mulanya Slamet membuka usaha rumah makan ceritanya ketika ada ada pemilik warung makan yang berencana menjual warung beserta tanahnya, yang kebetulan berdekatan dengan rumah produksi aquariumnya, kala itu dijual seharga Rp 30 juta.

”Saat itu kebetulan saya sedang ada uang dari hasil jualan ikan hias terutama ikan lohan, dan baru saja dapat pesanan aquarium ukuran besar dari Bupati Tulungagung, kemudian saya pikir-pikir bersama istri gimana kalau kita beli saja warung itu dan kita coba dikembangkan bila berjalan syukur dan seandainya tidak, toh masih bisa digunakan untuk lokasi ikan hias karena tempatnya cukup strategis. Ya alhamdulillah justru dari warung yang saya beli itu, usaha saya bisa berkembang seperti ini”, tutur Slamet.

Setelah berhasil mengembangkan warung yang sekarang menjadi rumah makan mina rasa, Slamet mencoba mengembangkan rumah makan prasmanan Mak Nyang, menurut penuturannya ia mengeluarkan modal hampir Rp 100 juta untuk sewa lokasi selama 10 tahun dan untuk modal usahanya.

Awal 2010 ia melebarkan sayapnya dengan menambah 2 orang karyawan ia membuka depot bakso Mak Nyang yang justru berlokasi di daerah asalnya yaitu Kecamatan Panggul.

Ekspansi ke Kampung Halaman


Saat ini rumah makan mina rasa dan depot baksonya dipegang oleh karyawan kepercayaannya sedangkan Rumah makan Maknyang tetap dikelola sendiri karena sekaligus dijadikan tempat kediamannya.

Untuk kelancaran usahanya ia membeli beberapa unit sepeda motor untuk karyawan sebuah mobil khusus untuk belanja serta satu unit mobil keluarga. Semua itu dibelinya dari uang hasil usaha rumah makan serta rumah produksi Aquarium.

Ayah dari empat orang anak ini menuturkan bahwa dalam setiap usaha pasti mengalami kendala, tapi yang penting sabar dan telaten. Selain itu yang tidak boleh dilupakan adalah harus pandai membaca peluang dan kreatif.

”Biarpun saya memiliki rumah makan sendiri saya justru lebih sering makan di luar karena dari sana saya bisa melihat dan merasakan, apa kekurangan, apa yang harus dibenahi dan apa yang harus saya lakukan pada usaha saya, baik dari segi pelayanan, rasa serta menu. Selama ini ide-ide yang ada kaitannya dengan rumah makan selalu muncul setelah saya habis makan di luar”, ujar Slamet.[purwo santosa]

0 komentar: