Fungsi pakaian dalam baik bagi orang dewasa maupun anak-anak lebih banyak menyangkut masalah kesehatan apalagi bagi anak-anak, misalnya supaya tidak gampang masuk angin. Karena itu bahan yang digunakan haruslah lembut serta mudah menyerap keringat.
Sifat seperti ini ada pada pakaian dalam yang diproduksi oleh Sumiati (54) dari desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. ’’Pakaian dalam anak-anak ini sangat cocok untuk ukuran tubuh mereka yang sedang mekar dan melar karena bahan yang saya gunakan cukup lembut dan elastis,’’ katanya.
Sumiati bersama suaminya, Sofian (60), merintis usahanya ini sejak 1980 awalnya yang diproduksi adalah pakaian dalam perempuan yang melipui BH, CD, dan kaos dalam saja. Namun, dengan berkembangnya usaha yang ia rintis dan kejelian dalam melihat pangsa pasar, setelah berjalan selama dua tahun ia beralih haluan untuk memfokuskan pada produksi pakaian dalam anak anak saja sedangkan untuk pakaian dalam wanita yang sampai saat ini masih diproduksi hanya BH saja.
’’Saya pilih pakaian dalam anak-anak ini karena setelah saya cermati pasarnya lebih menjanjikan dan produk yang saya buat sampai saat ini masih bisa bersaing dipasaran,’’ ujar Sumiati.
Untuk membuat pakaian dalam ini Sumiati menggunakan bahan dari kain kaos TC, SBX, dan DS, yang dibeli dari penyedia di wilayah Tulungagung. Mula-mula kain dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan, bahan dasar itu kemudian dijahit dan diobras, bagian tepinya dineci dan diplipit supaya tidak mbrodhol hingga enak dipakai.
Selain itu, untuk mempercantik tampilannya Sumiati juga menyablon sendiri dengan gambar-gambar yang sedang ngetren dan disenangi anak-anak.
’’Untuk model kebanyakan saya ambil dari majalah dan tabloid serta mencermati pakaian anak-anak yang ada di toko-toko swalayan,’’ Sumiati membocorkan kiatnya.
Dengan 6 orang karyawannya Sumiati dalan satu hari bisa menyelesaikan 30 dosin pakaian dalam anak-anak. Setiap karyawan dalam sehari bisa menyelesaikan 5 dosin dengan sistim borongan , untuk kaos borongannya per dosin sedang BH dewasa upahnya per biji.
Pemasaran
Pasar yang dibidik oleh Sumiati adalah kalangan masyarakat bawah dengan harga yang relatif terjangkau untuk BH dilepas secara grosir Rp 18 ribu/dosin sedangkan singlet dan CD dilepas dengan harga Rp 12 ribu/dosin.
Pembeli utama produk Sumiati adalah pedagang-pedagang kecil atau pedagang eceran serta beberapa toko yang telah menjadi pelanggan tetapnya.
’’Dalam urusan pemasaran selama ini saya tidak mengalami kendala karena saya telah memiliki pembeli tetap yang siap menampung berapa pun yang mampu saya buat,’’ tutur Sumiati.
’’Produk ini saya jual sampai ke pasar Kapasan Surabaya dan Krian, Sidoarjo, selain itu saya juga melayani toko-toko dan pedagang pengecer di wilayah Tulungagung dan Nganjuk,’’ lanjutnya.
Urusan kelancaran keuangan pun, menurut Sumiati sampai saat ini tidak mengalami kendala karena pembayarannyapun selalu lancar. ’’Selama saya buka usaha ini hanya sekali mengalami macet dalam hal pembayarannya. Itu pun hanya satu pedagang namun nilainya cukup besar dan sampai sekarang tidak pernah dibayar dan sampai saat ini uang tersebut saya anggap hangus,’’ katanya.
Masih menurut Sumiati, perihal penjualannya walaupun kondisi pasar pernah mengalami krisis tetap boleh dibilang lancar. Hanya saja, dari segi hasil atau labanya memang mengalami penurunan, karena harga bahan baku serta biaya operasional ikut bertambah banyak.
Modal Awalnya Rp 200 Ribu
Perjalanan Sumiati dalam menggeluti pembuatan pakaian dalam ini cukup panjang. Menurut penuturannya, sebelum memutuskan untuk mandiri ia ketika masih bujang ia sudah terbiasa menjadi karyawan /buruh menjahit selama 2 Tahun di Surabaya, kemudian 2 tahun di Tulungagung dan kebetulan semuanya yang dikerjakan adalah membuat pakaian dalam wanita.
Barulah setelah menikah dengan Sofian ia berpikir untuk mencoba memproduksi sendiri. Maka, dengan modal Rp 200 ribu serta pengalaman yang dimiliki ia bersama suaminya yang kebetulan juga memiliki ketrampilan jahit menjahit pada Tahun 1980 ia mendirikan usahanya.
’’Saat pertama buka usaha ini, yang saya miliki hanya sebuah mesin jahit manual/pancal dan uang Rp 200 ribu hasil dari penjualan perhiasan yang semuanya saya belikan kain kaos dan benang sebagai bahan baku. Bahan baku tersebut dengan dibantu suami, saya kerjakan sendiri sampai jadi dan siap dipasarkan”,tutur Sumiati.
’’Hasilnya saya jual sendiri dari pasar ke pasar di wilayah Tulungagung saja. Yang saya bawa tidak banyak paling banter saat itu sekali jualan saya bawa 5 dosin pakaian dalam, dari jumlah sampai tidak habis, pasalnya untuk untuk merebut pasar selain saya ecerkan sendiri sebagian saya titipkan pada beberapa pedagang pakaian yang ada,’’ lanjutnya.
Langkah pemasaran yang diterapkan oleh Sumiati ternyata cukup efektif untuk memperlancar usahanya karena dengan menitipkan pada beberapa pedagang yang ternyata bisa meningkatkan angka penjualan produknya, dan cara seperti itu tetap digunakan sampai saat ini.
’’Memang saat ini saya tidak jualan lagi secara eceran karena waktunya sudah tidak nuntut, jadi saya tinggal mengirimkan atau memasok pada para pedagang yang sebagian besar adalah langganan lama saya, selain itu saya juga sudah menembus beberapa toko yang siap menerima produk saya,’’ tutur Sumiati.
Dari hasil jerih payahnya merintis usaha pakaian dalam ini dilihat dari sisi ekonomi terlihat cukup mapan. ’’Dari hasil usaha ini sejak awal sampai sekarang yang kelihatan saya bisa membeli 2 buah rumah. Satu untuk tempat tinggal dan yang satunya ya untuk tempat produksi ini,’’ terangnya.
Sementara di rumah produksinya jelas kelihatan peralatan utamanya mesin potong, jahit dan obras yang digunakan semuanya sudah menggunakan listrik.
’’Semua peralatan yang ada ini semuanya saya beli dengan menggunakan uang hasil usaha. Selama ini saya tak pernah menambah modal dari sumber lain, ya hasil dari usaha ini yang saya kembangkan. Bila ada rezeki atau laba saya belikan peralatan. Saat ini saya sudah punya 9 mesin jahit, 1 obras, 1 mesin potong. Bila dibeli bersamaan, tidak kuat uangnya,’’ paparnya.
Pentingnya Stok
Tahun 1991 hingga 1996 menurut Sumiati adalah masa kejayaan usahanya. Dengan memroduksi pakaian dalam yang dipasarkan dengan harga jual Rp 1.000/3 biji, omzet yang diperoleh setiap bulannya selalu di atas Rp 100 juta. Namun, setelah terjadi krismon produk tersebut dihentikan.
Setelah terjadinya krismon tersebut sampai saat ini omzetnya masih bisa bertahan setiap bulannya rata-rata Rp 50 juta,
’’Bila dimintai keterangan mengenai laba bersihnya saya tidak bisa menjelaskan secara rinci, untuk garis besarnya setelah dikurangi bahan baku dan biaya operasional paling banter saya dapat 5% dari omzet,’’ ujarnya.
Yang pasti, semakin besar omsetnya maka semakin banyak pula laba yang diperoleh. Masalahnya untuk mengejar omzet yang lebih besar diperlukan dana yang besar pula.
’’Untuk sementara ini kendala utamanya adalah kurangnya modal kerja, sedangkan pemasarannya saya tidak mengalami kesulitan. Masalahnya kita harus memiliki dana diam yang sewaktu-waktu dapat langsung digunakan bila ada permintaan mendadak atau lebih bagus lagi bila kita memiliki stok barang,’’ katanya.
Selain itu menurut penuturannya untuk dana yang harus disiapkan setiap bulannya rata-rata 2 kali lipat dari jumlah omzetnya, hal ini untuk mengantisipasi bila ada pelanggan yang belum bisa membayar secara penuh. [PURWO]
0 komentar:
Posting Komentar