Selasa, 15 April 2008

Beredar, Bahan Kue Ilegal

Pelaku Bikin Masa Kedaluwarsa Sendiri

SURABAYA - Saat ini, membeli bahan baku untuk kue dan roti harus lebih jeli. Sebab, banyak produk ilegal yang diduga telah beredar di pasaran. Salah satu produk tak berizin itu diungkap Idik V Satreskrim Polwiltabes Surabaya kemarin (14/4).



Polisi juga menggerebek gudang produksi bahan kue merek Eagle di Pongangang, Manyar, Gresik. Dalam penggerebakan tersebut, tim Satreskrim menyita ribuan kemasan berbagai jenis produk bahan kue. Di antaranya, SP ovalet, meses, pewarna kue, benzoat, morison, pemutih, dan gula halus. "Produk-produk itu sudah diedarkan dalam tiga tahun terakhir, yakni sejak 2005," kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Syahardiantono.

Bos produk kue sekaligus pemilik gudang itu sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Idik V pimpinan AKP Yohanes Rudin. Dia adalah Muntolip, 40, warga Manyarejo, Manyar, Gresik. "Kami menjerat tersangka dengan pasal 55 huruf G dan I juncto pasal 26 huruf A dan C UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dia juga dijerat pasal perlindungan konsumen dan perindustrian," tegasnya.

Produksi bahan kue merek Eagle itu dilakukan dengan cara sederhana. Muntolip membeli bahan-bahan dari beberapa pasar di Surabaya. "Tersangka membeli dalam hitungan kilo. Kemudian, barang-barang itu dikemas," jelas Syahardiantono.

Setelah dikemas, barang dari pasar tersebut diberi label bermerek Eagle. "Terkesan produk tersebut begitu bagus. Setelah itu, tersangka memasarkannya dengan sasaran home industry kue dan roti di wilayah Surabaya, Sidoarjo, serta Gresik," ungkap mantan Kasatpidek (Pidana Ekonomi) Polda Jatim tersebut.

Sekilas, produk bermerek Eagle itu tampak seperti barang legal. Sebab, selain tercantum nomor produksinya, terdapat masa kedaluwarsa barang. "Kedaluwarsanya ditulis sendiri oleh tersangka, sehingga sebenarnya produk-produk itu berbahaya. Efeknya bisa serius kalau sampai barang benar-benar expired," ujarnya.

Nomor produksi dan sebagainya adalah fiktif. Sebab, ketika dicek, produk dagang dengan merek Eagle tidak terdaftar di Direktorat Merek Depkum HAM. "Produk itu juga tidak mengantongi izin dari Depkes dan Balai POM," kata Syahardiantono.

Meski cara memproduksinya cukup simpel, keuntungan yang diperoleh Muntolip cukup menjanjikan. "Keuntungan tersangka bisa mencapai 15 persen dari total biaya produksi," jelas alumnus Akpol 1991 tersebut.

Contohnya, produk SP ovalet yang biasa digunakan untuk pengembang kue. Muntolip membeli bahan itu dari pasar seharga Rp 23 ribu per kilogram. Kemudian, tersangka membagi bahan tersebut dalam tiga kemasan. "Tiap kemasan seharga Rp 9 ribu. Untuk tiga kemasan, tersangka menjualnya seharga Rp 27 ribu. Artinya, dari harga kulak Rp 23 ribu, dia mendapatkan untung Rp 4 ribu," ungkapnya.

Dalam kasus tersebut, polisi tidak menahan Muntolip. Alasannya, tersangka cukup kooperatif selama penyidikan. "Kami sudah menyegel gudang tersangka. Beberapa sampel barang kami bawa ke mapolwil dan diperiksakan ke BPOM dan Dinkes," jelas Syahardiantono. (fid/fat)

Jawa Pos Selasa, 15 Apr 2008

0 komentar: