Jumat, 16 Mei 2008

Dituntun lewat HP, Tato Wajah

Lima Babinsa Jadi Korban Hipnosis HP

SURABAYA - Sihir lewat handphone ternyata bukan isapan jempol. Buktinya, lima anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) jajaran Kodam V/Brawijaya menjadi sasaran orang-orang tak bertanggung jawab itu.



Mereka dituntun melalui handphone untuk menato wajah. Jahatnya lagi, tato tersebut merupakan tato permanen yang tidak mudah dihapus, kecuali lewat operasi plastik.

Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Bambang Suranto menceritakan modus operandi tukang sihir itu. Mereka menelepon prajuritnya dan mengaku dari kepala staf Kodim (Kasdim) Gresik. Karena merasa yang memerintah adalah atasan, para prajurit itu mengikuti saja. Mereka juga tak sadar bahwa perintah tersebut tak masuk akal.

Penelepon, kata Bambang, memandu anggota Babinsa tersebut sampai di tempat tukang tato. Ketika pulsanya habis, orang yang mengaku Kasdim tersebut bahkan mengisinya dan memandu sampai ke tukang tato yang menghabiskan waktu puluhan menit.

Begitu sampai, tukang tato menolak karena tidak pernah menato wajah orang. Tapi, "Kasdim" itu meminta untuk berbicara langsung dengan tukang tato. "Anda tolong tato wajahnya. Ini perintah. Yang penting Anda terima bayaran," ujar Bambang seperti yang diakui lima Babinsa yang menjadi korban sihir lewat telepon tersebut.

Akhirnya, tukang tato pun meladeni. Tapi, anehnya, setelah ditato, di antara Babinsa itu ada yang tidak sadar sampai tiga hari. "Begitu sadar, korban melapor kepada Kasdim Gresik bahwa perintahnya sudah dilaksanakan," ungkap Bambang.

Karena Kasdim merasa tidak pernah menyuruh, dia bingung melihat wajah anak buahnya yang nyaris tak bisa dikenal tersebut. Babinsa yang ditato pun terkejut.

Tapi, tidak semua yang ditelepon Kasdim gadungan itu diikuti oleh Babinsa. Ada pula anggota yang tidak mempan dengan ilmu hitam lewat telepon tersebut. "Di antaranya ada juga yang tidak mempan ke tukang tato," jelasnya.

Yang mencurigakan, lima anggota Babinsa yang ditato itu berasal dari Kodim dan Korem yang berbeda. Karena itu, diduga ada unsur tertentu, sehingga meresahkan lingkungan prajurit. Untuk melacak, Pangdam telah memerintah intelijen. Sekarang, Kodam V/Brawijaya bekerja sama dengan PT Telkom sedang mencari penelepon tersebut.

Bambang menyatakan, telepon gelap yang sedang beredar sekarang sengaja dilakukan oleh pihak tertentu yang tidak menginginkan masyarakat tenang. Hal itu sama dengan yang terjadi pada 1965, yakni ada tangan tanpa badan yang dimasukkan ke pintu-pintu warga untuk minta uang Rp 1.000. Ternyata, saat itu lakonnya adalah PKI. "Modusnya sama seperti yang terjadi pada ’65 dulu," ungkapnya. (din/nw)

Jawa Pos, Sabtu, 17 Mei 2008

0 komentar: