’’Mbak, kapan saya bisa mampir di tempat usaha sampeyan?’’ tanya Peduli kepada seorang mantan BMI-HK yang menekuni usaha bordir di kota P.
’’Ah, mbok datang ya datang aja, main-main ke sinilah, saya malu kalau diliput, usaha saya masih sangat kecil nih,’’ jawaban dari seberang sana.
’’Kecil kan tak menjadi soal, Mbak. Banyak bisnis yang sangat besar dimulai dari yang sangat kecil, kan?’’
Perempuan itu pun kemudian melunak. Siap untuk diliput. Sekalian nanti berbagi kabar dengan para sahabat, terutama kenalan dekat yangmasih di HK. Lha, ndilalah karena beberapa kesibukan, baru dua bulan kemudian Peduli siap berangkat, tetapi alangkah mengejutkannya jawaban via telepon ini, ’’Waduh Mas, kalau mau datang silaturahmi saja ya? Usaha saya sudah tidak ada lagi. Saya tak mau cerita soalbagaimana kisahnya. Saya sekarang lagi kalut, benar-benar kalut. Modal sudah habis, usaha saya ternyata gak bisa jalan lagi….’’
Sungguh kasihan ya? Lalu berkelebat pengandaian, seandainya ia punya kawan berdiskusi yang baik sebelum usahanya itu benar-benar gulung tikar, seandainya ia punya kawan sesame pengusaha border dan tambah lagi sesame mantan BMI seperti Mbak Mesti yang kini sering diundang jadi narasumber oleh Depnaker Jatim itu. Mungkin ceritanya jadi lain. Kegagalan adalah guru yang sanggat bijak, kata orang. Dan, beruntunglah orang-orang yang bisa belajar dari kegagalannya.
Mbak Mesti, misalnya, seperti pernah dikabarkan melalui Peduli juga, ia jadi seperti sekarang ini, sukses sebagai pengusaha bordir, antara lain juga karena kegagalannya di masa lalu. Ia pernah menjadi tukang kredit yang cukup sukses sebelum berangkat menjadi BMI, sampai kemudian ditipu pelanggannya. Piutangnya tak kunjung bisa tertagih. Maka utangnya pun terancam macet. Dan ia dengan cepat ambil keputusan: berangkat (ke Singapura) menjadi BMI.
Di Singapura Mbak Misti bekerja dengan giat, dengan sangat hati-hati (baca: tidak boros) sehingga seluruh utangnya terbayar. Dan dengan modal yang ia miliki ia kembali ke Indonesia untuk memulai bisnis bordir itu. Bahkan, pada awalnya ia belajar membordir dari karyawannya sendiri. Bisnis bordir tentu berbeda dengan ’perkreditan’. Tetapi, pengalaman gagal di bisnis ’perkreditan’ itu pastilah memberikan andil yang tidak sedikit dalam upayanya membangun, memertahankan, dan bahkan kemudian menumbuhkan/mengembangkan usaha bordir-nya.
Kemudian, apakah pelajaran yang dapat kita petik dari kegagalan itu? Kegagalan dalam berbisnis, terutama? Pertama, tentu adalah betapa pentingnya persiapan. Tidak hanya menyangkut modal yang berupa uang atau barang, melainkan juga pengetahuan/wawasan, termasuk gambaran mengenai risiko-risiko yang mungkin timbul di kemudian hari.
Wawasan itu sebaiknya diperoleh dari berbagai sumber teoritis dan terutama praktis karena buku yang berbeda akan menerangkan hal yang sama secara berbeda pula. Makin banyak orang yang kita tanya makin bervariasi jawaban atau solusi yang mereka tawarkan. Dengan bekal pengetahuan kita sebelumnya, pastilah semakin banyak versi jawaban tidak bakal membuat kita semakin bingung, melainkan akan semakin kaya akan bahan untuk dipertimbangkan guna mengambil keputusan.
Kawan kita yang lain, Mei Suwartini, menyuguhkan kabar gembira kepada kita. Setelah kembali dari HK Mbak Mei beserta sang suami tercinta membangun usaha Warnet Biru-nya (di sebelah timur Perempatan Jeruk Sing, Ponorogo, Jawa Timur). Di awal-awal bertubi-tubi masalah menderanya. Komputer yang sering ngadat, bahkan disebut-sebut ada indikasi dijahili hacker, sempat sangat memusingkannya. Lalu, ketika warnet itu tampak makin laris, makin dijejali pengguna, pemilik lahan yang disewa pun tergiur untuk membuka usaha yang sama. Warnet Biru yang semula berlokasi di sebelah utara Perempatan Jeruk Sing pun kemudian harus berpindah ke sebelah timur Perempatan Jeruk Sing. Dan syukurlah, tampaknya makin laris saja.
REDAKSI
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar