JAKARTA (Suara Karya): Konsumsi tepung terigu (berbahan baku gandum) terus meningkat cukup signifikan setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi terigu di Indonesia pada 2003 mencapai 19,8 gram per kapita per hari dan meningkat pada 2006 yang mencapai 22,6 gram per kapita per hari serta mencapai 38 gram per kapita per hari pada 2008.
Menurut catatan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), total kebutuhan terigu setara dengan sekitar 4,5 hingga 5 juta ton biji gandum yang seluruhnya masih diimpor. Diperkirakan kebutuhan terigu rata-rata tumbuh minimal 5 persen per tahun.
Ketua Umum Aptindo, Franciscus (Franky) Welirang, mengatakan, jika melihat laju permintaan terigu yang terus meningkat setiap tahun, maka dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan kebutuhan biji gandum nasional bisa mencapai 10 juta ton per tahun. Dengan kondisi ini, Indonesia dipastikan menjadi importir biji gandum terbesar di dunia. Saat ini predikat sebagai negara pengimpor biji gandum terbesar masih dipegang oleh Mesir, sekitar 8 juta ton.
Peningkatan konsumsi terigu menunjukkan berhasilnya program diversifikasi pangan di Tanah Air. Dalam hal ini, terigu merupakan salah satu sumber pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Namun, besarnya kebutuhan terigu belum ditopang oleh ketersediaan bahan baku gandum yang memadai dari dalam negeri. Ketergantungan terhadap impor biji gandum tentunya tidak menguntungkan. Gejolak pasokan/ketersediaan gandum di pasar dunia tentu saja akan memengaruhi upaya pemenuhan kebutuhan terigu di dalam negeri. Ketergantungan pasokan gandum dari negara lain secara ekonomis maupun politis juga cukup berbahaya bagi Indonesia.
Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Prof Dr Kris Herawan Timotius, mengatakan, ketergantungan terhadap impor komoditas pangan, salah satunya gandum, akan membahayakan kestabilan ekonomi dan politik di Indonesia. Sebaliknya, negara-negara pemasok gandum juga dapat memanfaatkannya sebagai alat untuk menekan Indonesia, baik secara ekonomi maupun politik. Misalnya dalam isu-isu tertentu yang terkait dengan hubungan bilateral maupun multilateral.
"Contoh gampangnya, bila negara-negara pemasok gandum terbesar, seperti Amerika Serikat dan Australia, marah kepada Indonesia, maka mereka tidak perlu mengirim kapal perang dan pasukannya ke Indonesia, tetapi cukup dengan menghentikan pengiriman gandum. Maka, perekonomian dan situasi politik Indonesia bisa terguncang. Dengan penghentian pengiriman biji gandum, maka bisa saja produk mi instan yang selama ini dijual dengan harga Rp 1.100 per bungkus melonjak menjadi Rp 10.000 atau bahkan Rp 20.000 per bungkus," tuturnya.
Sebenarnya, kalangan produsen terigu (Aptindo) memulai upaya pengembangan tanaman gandum sejak 1998. Selanjutnya pada 2000, Aptindo menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi untuk mengembangkan budidaya gandum di Indonesia, seperti dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Brawijaya, dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Peneliti menjalankan proyek pengembangan budidaya gandum di sejumlah lokasi. (Andrian)
Suara Karya Jumat, 3 April 2009
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
-
Memasuki dunia penulisan kreatif (baca: mengorbit dengan menulis puisi,
cerita, dan/atau esai) itu gampang-gampang susah. Gampangnya seperti apa,
dan
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar