Minggu, 24 November 2013

Banjir Bandang yang Membawa Berkah

Abdul Rosyid, Produsen Alat Dapur
Di balik kesulitan itu sebenarnya ada kemudahan. Setelah usahanya ludes terbawa banjir bandang 2006 silam, kini usaha bapak 2 anak ini justru makin berkibar.
Banjir bandang yang melanda Jember di tahun 2006 silam itu memporakporandakan beberapa kecamatan. Tak hanya korban nyawa dan harta benda saja, Jember yang dikenal sebagai sentranya industri perabotan dapur itu, ketika banjir melanda membuat para korbannya kehilangan mata pencahariannya pula.

”Sebelum banjir home industry semacam saya ini ada 58 perajin. Gara-gara kebanjiran jadi vakum semua. Habis semua waktu itu. Banjir terjadi karena hutan gundul. Rumah-rumah banyak yang terkena longsoran. Rumah yang saya tempati selamat dari longsoran, hanya berjarak 500 meter saja dari longsoran tapi tempat produksi saya yang kena. Jadi rumah saya saat itu dipakai mengungsi orang-orang yang kehilangan rumahnya tadi. Ada 29 orang yang tinggal di rumah saya. Mereka tinggal selama 21 hari. Karena mereka pengungsi ya otomatis saya yang menanggung kehidupan mereka selama 21 hari itu,” jelas Abdul Rosyid berkisah.

Karena industri perabotan dapur ini merupakan salah satu andalan dari kabupaten Jember maka pemerintah setempat berupaya keras untuk membangun kembali usaha ini pasca banjir saat itu. Jumlah perajin yang semula sebanyak 58 itu, hanya tersisa 3 perajin saja.

”Kami mulai dari 0 lagi. Kan para perajin sudah pada kabur entah kemana. Karena barang-barang mereka banyak yang hilang. Yang tersisa cuma 3 orang aja. Waktu itu saya bermodalkan uang 400 ribu mulai membuka usaha ini lagi. Itu sampai modalnya kita mintakan ke sales gitu, saya bilang lagi butuh modal nanti barangnya dikirim kalau situasi sudah kondusif dan jembatan telah dibangun. Uang 400 ribu itu untuk beli bahan aja. Kadang saya kayak pengepul, kalau saya butuh barang, barang punya teman saya pinjam dulu, nanti kalau sudah laku saya bayar,” imbuhnya.

Berkah Banjir

Dinas Koperasi dan UMKM Jember kala itu langsung turun tangan membantu mempromosikan binaannya ini agar sentra perabotan dapur ini bisa bangkit kembali seperti sebelum banjir bandang terjadi. Sebagai langkah awalnya, Rosyid kerapkali diikutkan pameran di berbagai tempat, hingga dari ajang itu, suami dari Fenti Kusuma ini banyak mendapatkan pesanan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.

”Saya merintis usaha ini sejak tahun 1994. Tapi, ya begitu itu, jatuh bangun. Susah sekali untuk gol, maksud saya nggak bisa berkembang. Semua usaha sendiri karena perhatian dari pemerintah nggak ada. Setelah kebanjiran itu jadi dikenal sama dinas koperasi. Kami dibantu pemasarannya. Dulu kami pemasarannya istilahnya jemput bola, door to door gitu sebelum banjir. Datang ke kantor-kantor PKK begitu untuk menawarkan produk. Tapi, setelah banjir kami dapat pembinaan, dan hampir seluruh Indonesia sudah saya ikuti pamerannya, jadi permintaan pun berdatangan dari berbagai daerah itu,”ungkapnya.

Kini omzet usaha ayah dari Wafa Prasetia dan Ibnu Affa ini dalam sebulan bisa mencapai 200 juta. Tak hanya itu, pemilik dari UD Sejahtera tersebut mengaku kalau bisnis ini sepi dari persaingan.

”Nggak ada cara untuk mengatasi persaingan. Yang ada kita malah kekurangan barang. Masalah persaingan itu nggak ada. Yang nggak ada kita itu malah kekurangan tenaga kerjanya. Ini semua manual. Nggak ada mesin khusus untuk membuatnya. Tenaga kerjanya juga bukan anak STM. Semuanya bisa dibilang otodidak. Misalnya saya ingin buat oven, ya saya ngajari tenaga kerja saya caranya membuat oven itu. Dari nol puthul malah ngajari mereka ini,” lanjutnya.

Sementara itu untuk bahan baku aluminumnya, ia mengaku mendapatkannya di Surabaya. Pria kelahiran Jember 16 Januari 1975 ini mengaku untuk ide desain bentuk dari produk-produknya itu selain berasal dari imajinasinya, juga banyak ia dapatkan dari permintaan konsumennya.
”Kalau soal desain barang kadang dari imajinasi saya sendiri, kadang juga dari pembeli. Kan pembeli itu suka juga minta dibuatkan barang yang bentuknya begini begitu. Ya coba kita buatkan sesuai permintaannya itu,” katanya.

Ditembak

Ia pun mengaku tak mempermasalahkan kalau desain produk miliknya itu pada akhirnya banyak ’ditembak’, alias ditiru produsen lain. Menurutnya keuntungan tidak ia dapatkan dari penjualan desain-desain baru produknya itu.

”Memangnya desain itu banyak ditiru orang. Nggak jadi masalah. Kita menangnya dari penjualan. Kita kejar omzet. Artinya kita sudah untung dari pembelian bahan baku. Kalau mereka beli secara eceran bahan bakunya, saya sudah beli partai. Meski harga jual barangnya sama tapi labanya tetap menang kita karena sudah beli secara partai tadi,” tambahnya.[niken anggraini]

0 komentar: